Mohon tunggu...
RICHARDO SARAGIH
RICHARDO SARAGIH Mohon Tunggu... Pegawai Negeri Sipil -

Lahir di sebuah desa di tanah simalungun. Anak pertama dari tiga orang bersaudara.

Selanjutnya

Tutup

Politik

APBD untuk Rakyat

6 Oktober 2017   22:52 Diperbarui: 6 Oktober 2017   23:18 4002
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) yang kemudian ditetapkan dengan peraturan daerah. APBD merupakan salah satu instrumen yang digunakan oleh pemerintah daerah untuk meningkatkan pelayanan publik dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat.

Mengacu kepada Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 59 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, Kepala Daerah menyampaikan rancangan peraturan daerah tentang APBD beserta lampirannya kepada DPRD paling lambat minggu pertama bulan Oktober tahun anggaran sebelumnya dari tahun yang direncanakan untuk mendapatkan persetujuan bersama. Sehingga rancangan APBD Tahun Anggaran 2018 sudah harus disampaiakan oleh pemerintah daerah kepada DPRD pada minggu ini.

Sebagai instrumen untuk meningkatkan pelayanan publik dalam rangka mewujudkan kesejahteraan rakyat, APBD tentunya bukanlah produk yang dihasilkan melalui proses yang instan. APBD disusun dengan perencanaan yang sistematis dan terukur dengan melibatkan peran serta masyarakat sebagai tujuan pembangunan dan juga sebagai pelaku pembangunan itu sendiri. Peran serta masyarakat ini terwujud dalam partisipasi pada saat forum Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang).

Proses penyusunan APBD diawali dengan penyusunan rancangan awal Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) sebagai penjabaran dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda). RPJMD merupakan penjabaran dari visi, misi dan program Kepala Daerah yang penyusunannya berpedoman pada Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) dan memperhatikan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). RPJMD ini disusun untuk jangka waktu lima tahun sesuai dengan masa periode Kepala Daerah .Masing-masing Kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD) menyiapkan rencana kerja OPD (Renja-OPD) sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya yang mengacu kepada rancangan awal RKPD dan berpedoman pada Renstra-OPD yang telah disesuaikan dengan RPJMD. Kemudian Kepada Bappeda mengkoordinasikan penyusunan rancangan RKPD dengan menggunakan Renja-OPD tersebut, sekaligus menyelenggarakan Musrenbang penyusunan RKPD yang diikuti oleh unsur-unsur penyelenggara pemerintah daerah. Tahapan ini jelas diuraikan dalam Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.

Dijelaskan kemudian di dalam Permendagri Nomor 59 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, RKPD yang telah ditetapkan dengan peraturan Kepala Daerah dan pedoman penyusunan APBD yang ditetapkan Menteri Dalam Negeri setiap tahun menjadi dasar bagi Kepala Daerah untuk menyusun rancangan Kebijakan Umum APBD (KUA) dan rancangan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS). Rancangan KUA dimaksud memuat kondisi ekonomi makro daerah, asumsi penyusunan APBD, kebijakan pendapatan daerah, kebijakan belanja daerah, kebijakan pembiayaan daerah dan strategi pencapaiannya. 

PPAS memuat rancangan program prioritas dan patokan batas maksimal anggaran yang diberikan kepada OPD untuk setiap program sebagai acuan dalam penyusunan Rencana Kerja Anggaran (RKA) OPD sebelum disepakati bersama dengan DPRD. Rancangan KUA dan rancangan PPAS yang telah dibahas dan disepakati bersama dengan DPRD masing-masing dituangkan ke dalam nota kesepakatan yang ditandatangani bersama antara Kepala Daerah dengan pimpinan DPRD dalam waktu bersamaan. Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) menyusun rancangan surat edaran Kepala Daerah tentang pedoman penyusunan RKA-OPD sebagai acuan Kepala OPD dalam menyusun RKA-OPD. Surat edaran ini diterbitkan paling lambat awal bulan Agustus tahun anggaran berjalan untuk RKA tahun anggaran yang direncanakan.

OPD menyampaikan RKA-OPD yang telah disusun kepada Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD) untuk selanjutnya dibahas oleh TAPD. TAPD akan menelaah RKA-OPD apakah telah sesuai dengan surat edaran yang diterbitkan. Kepala OPD melakukan penyempurnaan RKA-OPD atas hasil pembahasan dengan TAPD. PPKD mengkompilasi RKA-OPD yang telah disempurnakan oleh masing-masing OPD sebagai bahan penyusunan rancangan peraturan daerah tentang APBD dan rancangan peraturan Kepala Daerah tentang penjabaran APBD.

Kemudian Kepala Daerah menyampaikan rancangan peraturan daerah (Ranperda) tentang APBD beserta lampirannya kepada DPRD untuk dibahas dan disetujui bersama. Persetujuan bersama antara Kepada Daerah dan DPRD terhadap Ranperda tentang APBD ditandatangani oleh Kepala Daerah dan pimpinan DPRD paling lama satu bulan sebelum tahun anggaran berakhir yang selanjutnya ditetapkan menjadi Peraturan daerah (Perda). Perda tentang APBD inilah yang menjadi dasar bagi masing-masing OPD untuk melayani masyarakat melalui program dan kegiatan yang tertuang di dalamnya.

Proses panjang sejak perencanaan, penganggaran, dan pelaksanaan ini tentunya harus dikelola dengan bertanggungjawab untuk penyelenggaraan pemerintahan yang efektif, ekonomis dan efisien. Kegagalan dalam membuat perencanaan sama artinya dengan merencanakan kegagalan itu sendiri. Masing-masing kepala OPD harus mampu menerjemahkan visi, misi, dan program Kepala Daerah ke dalam Renja-OPD dengan indikator kinerja yang terukur, sehingga di akhir periode jabatan Kepala Daerah masyarakat dapat menilai sejauh mana visi, misi dan program Kepala Daerah berkontribusi untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat. Jangan sampai visi dan misi Kepala Daerah mengarah ke "timur", Kepala OPD menyusun Renja ke "selatan", dan kemudian dalam pembahasan anggaran bersama DPRD mengarah ke "tenggara". Kalau sudah begini masyarakat tidak akan dapat merasakan arti pembangunan di daerah dan cukup jadi penonton saja.

Risiko penyusunan APBD

Di dalam proses panjang perencanaan dan penganggaran ini sudah tentu terdapat banyak risiko yang mungkin terjadi yang berpotensi menghambat tercapainya visi, misi, program Kepala Daerah dan tujuan APBD itu sendiri. Salah satu contoh risiko yang mungkin terjadi adalah munculnya kegiatan di dalam APBD yang sebelumnya tidak termuat di dalam RKPD. Mungkin kita masih mengingat perdebatan antara mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama dengan DPRD yang menyebutkan adanya anggaran siluman di dalam APBD Provinsi DKI Jakarta. Disebutkan siluman karena terdapat anggaran yang tiba-tiba muncul tanpa melalui mekanisme perencanaan dan penganggaran. Risiko seperti ini dapat dikendalikan dengan menerapkan perencanaan, penganggaran, dan pelaksanaan anggaran melalui sistem elekronik yang terintegrasi atau yang sering disebut dengan e-budgeting. 

E-budgeting akan menolak setiap anggaran yang dimasukkan ke sistem tanpa melalui tahapan perencanaan dan penganggaran sebagaimana mestinya. Orang-orang yang diberi otorisasi untuk mengoperasikan sistem ini juga perlu dikendalikan dengan Standart Opersional Procedure (SOP) yang memadai agar tidak melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan otorisasi yang dimilikinya.

Risiko berikutnya yang mungkin terjadi adalah surat edaran Kepala Daerah tentang pedoman penyusunan RKA-OPD terlambat diterbitkan. Hal ini bisa disebabkan karena keterlambatan pada tahapan penyampaian rancangan KUA dan PPAS atau keterlambatan dalam proses pembahasan dan penetapannya. Hal ini mengakibatkan tidak memadainya waktu untuk melakukan pembahasan dan evaluasi atas kesesuaian RKA-OPD yang disampaikan oleh Kepala OPD kepada PPKD dengan pedoman yang telah diterbitkan.

Risiko lain yang mungkin terjadi di dalam proses penyusunan APBD adalah adanya penganggaran kegiatan OPD yang tidak sesuai dengan kebutuhan riil masyarakat. OPD belum sepenuhnya menyusun RKA-OPD berdasarkan data hasil identifikasi kebutuhan. Berdasarkan hasil musrenbang masyarakat membutuhkan mesin hand traktor untuk digunakan membajak sawah, kemudian pemerintah mengakomodirnya di dalam APBD dengan menganggarkan mesin traktor untuk ladang (darat), dan pada akhirnya yang direalisakan sampai ke masyarakat adalah cangkul. 

Jika hal ini yang terjadi, dikisahkan oleh seorang pencipta lagu daerah dari tempat kelahiran saya, Simalungun Sumatera Utara melalui sebuah lagu yang pada intinya menyebutkan "Pemerintah membeli seekor kerbau yang ditujukan untuk rakyat dan yang sampai kepada rakyat hanyalah ekornya, sedangkan dagingnya menghilang entah kemana". Pemerintah daerah melalui kebijakan anggaran kurang peka terhadap kondisi masyarakat yang susah. Anggaran belanja langsung yang seharusnya ditujukan untuk program dan kegiatan yang dampaknya dapat langsung dirasakan manfaatnya oleh masyarakat terkadang lebih banyak porsinya untuk kesejahteraan pejabat. 

Anggaran belanja modal porsinya tidak memihak kepada masyarakat. Pengadaan fasilitas dinas pejabat daerah dengan nilai yang fantastis, seperti kendaraan dinas mewah yang baru, mebeleir rumah dinas, dan fasilitas dinas lainnya serta perjalanan dinas pejabat daerah yang kalau dihitung anggarannya cukup untuk membiayai perjalanan dinas pejabat tersebut setiap hari. Pejabat itu bukanlah dilayani melainkan melayani masyarakat yang memberinya amanah.

Dapat diandalkan

APBD sebagai dasar dalam pelaksanaan pendapatan dan belanja selama satu tahun anggaran seharusnya menyajikan angka-angka yang dapat diandalkan. Dapat diandalkan artinya setiap rupiah yang disajikan dapat dijelaskan dasar perhitungannya, cara mencapainya dan output kinerja atas rupiah tersebut. Misalnya, jangan sampai APBD sudah ditetapkan ternyata di pertengahan jalan terjadi defisit anggaran karena terdapat rencana pendapatan yang tidak dapat direalisasikan karena kesalahan perhitungan atau terdapat utang pada tahun sebelumnya yang belum diperhitungkan di dalam APBD dan harus dibayar. 

Contoh lain dari ketidakcermatan perhitungan misalnya tidak tersediaanya anggaran untuk pembayaran gaji pegawai pada pertengahan tahun, padahal pengeluaran untuk gaji ini sudah jelas hitung-hitungannya setiap bulannya. Hal-hal seperti inilah yang dapat menghambat pemerintah daerah untuk menerapkan tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih (good governance and clean governance).

Harapan untuk eksekutif dan legislatif

Bulan Oktober ini adalah waktunya eksekutif dan legislatif di seluruh Indonesia untuk membahas rancangan APBD Tahun 2018 yang kemudian akan disepakati bersama dan ditetapkan menjadi Perda tentang APBD Tahun 2018. Di dalam pembahasan, penetapan dan pelaksanaannya diharapkan terjadi saling check and balance (sistem pengawasan dan keseimbangan) di antara pemerintah daerah dengan DPRD sehingga seluruh proses sistematis dalam perencanaan pembangunan daerah dan penganggaran di dalam APBD Tahun 2018 sudah dilaksanakan sebagaimana diatur pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. 

Rencanakan dan anggarkanlah apa yang benar-benar menjadi kebutuhan masyarakat. Masyarakat membutuhkan pelayanan dan fasilitas pendidikan yang memadai seperti sekolah, fasilitas kesehatan seperti bangunan posyandu, puskesmas, dan rumah sakit rujukan yang memadai. Masyarakat juga membutuhkan akses transportasi yang memadai sehingga dapat memperlancar dan menurunkan biaya ekonomi yang tinggi (high cost economy) untuk mobilitas pupuk, bibit, maupun hasil tani mereka dari desa.

Masing-masing stakeholder diharapkan sudah memetakan risiko-risiko yang mungkin terjadi pada setiap tahapan perencanaan dan pengangaran dan membuat sistem pengendalian yang memadai, sehingga APBD Tahun 2018 yang akan ditetapkan menjadi Perda benar-benar ditujukan untuk rakyat sebagaimana amanah pembukaan UUD Tahun 1945 dalam paragraph ke-4 yaitu untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan bukan mewakili pendapat lembaga.

Penulis adalah anak petani dari Sumatera Utara

PFA pada Perwakilan BPKP Provinsi Sulawesi Barat

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun