Aku sengaja pergi ke jalan besar, tempat pohon-pohon mahoni itu tumbuh.
Aku gemar menatap mereka dari atas tanjakan, menikmati batangnya berderet rapi di sepanjang jalan yang meliuk.
Cabangnya saling berangkulan, saling menguatkan, saling menghangatkan; agar tak rebah dipukul angin
Aku ingat saat angin besar menerbangkan biji-biji mahoni. Mereka berputar seperti baling-baling, lalu udara berebutan menangkapnya.
Setiap kali ke tempat itu, aku selalu melihat biji-biji mahoni berjatuhan dan angin datang menerbangkannya, seolah ada kesedihan yang telah digugurkan.
Tapi, kali ini yang kulihat hanya daun-daun mahoni kuning dan coklat saja beterbangan.
Sebelum sempat sampai ke bawah, angin terburu membawa mereka melayang ke ambang-ambang.
Saat itu aku bertanya, bagaimana Tuhan mengambil warnanya yang hijau dan membuatnya menjadi kuning lalu coklat?
“Sudah ditetapkan demikian,” bisik semesta
Mungkin, seperti itulah takdir menerbangkan kita pada maut.
Kita tak bisa memilih warna kehilangan lain, karena sudah ditetapkan: Hitam !
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H