Mohon tunggu...
Richard Surya Pratama
Richard Surya Pratama Mohon Tunggu... Lainnya - Penulis lepas

Seseorang yang tertarik pada bahasa dan kebudayaan Sinosphere.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Bahasa Jepang Bukanlah Bahasa Tionghoa

31 Juli 2022   19:40 Diperbarui: 25 Desember 2022   18:45 1602
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bahasa Jepang mulai menjadi populer dan digemari di kalangan generasi Z dan setelahnya akibat perkembangan industri hiburan Jepang seperti Anime (kartun animasi), Manga (komik), J-Pop (musik pop) yang semakin populer di seluruh dunia. 

Walaupun demikian, masih banyak orang yang beranggapan bahwa bahasa Jepang merupakan bahasa yang sama dengan bahasa Mandarin atau bahasa Tionghoa lainnya. 

Faktanya kedua bahasa tersebut merupakan bahasa yang sangat berbeda walaupun kedua bahasa tersebut menggunakan aksara yang sama (aksara Han) dan memiliki kondisi geografis yang berdekatan. 

Bahasa Jepang juga bukan merupakan turunan dari bahasa Tiongkok layaknya keluarga bahasa Romance (Prancis, Spanyol, dkk) yang berasal dari bahasa Latin dan tidak berkerabat dekat dengan bahasa Mandarin layaknya bahasa Indonesia dengan bahasa Melayu atau bahasa Spanyol dengan bahasa Portugis. 

Bahasa Mandarin dan bahasa Tiongkok lainnya (Hokkien, Hakka, dll) berasal dari keluarga bahasa Sino-Tibetan yang lebih memiliki kekerabatan dengan bahasa Tibet, Burma (Myanmar), dll. Sementara itu bahasa Jepang berasal dari keluarga bahasa Japonic yang lebih terisolir dan hanya memiliki kekerabatan dengan bahasa Ryuukyu.  

Lalu, mengapa bahasa Jepang menggunakan aksara Han dalam bahasa mereka? Sejarah mencatat bahwa bangsa Yamato (sebutan asli untuk bangsa Jepang) pada awalnya tidak memiliki sistem penulisan dan mulai mengadopsi aksara Han melalui  kontak secara bertahap dengan kebudayaan Sinitic pada abad keenam hingga abad ketujuh. Hal tersebut diakibatkan oleh kedatangan agama Buddha serta filsafat pemikiran dari Tiongkok ke pulau Jepang. 

Salah satu peninggalan budaya Tiongkok yang masih ada di Jepang yaitu Kaifuusou (懐風藻) yang merupakan kompilasi puisi Tionghoa yang ditulis di Jepang. 

Walaupun mendapatkan banyak pengaruh dari Tiongkok, bahasa Jepang tetap saja memiliki beberapa perbedaan signifikan dengan bahasa Tionghoa. 

Dalam artikel ini penulis hanya akan berfokus membandingkan salah satu bahasa Tionghoa, yaitu bahasa Mandarin dengan bahasa Jepang. 

Berikut beberapa perbedaan di antara kedua bahasa tersebut:

  • Susunan kalimat

Dalam hal susunan kalimat, bahasa Jepang dan bahasa Mandarin memiliki perbedaan yang signifikan. Bahasa Mandarin memiliki susunan kalimat yang mirip dengan bahasa Indonesia dimana kalimat diawali dengan subjek lalu diikuti oleh predikat atau kata kerja dan diakhiri dengan objek dan kata keterangan. Sementara itu dalam bahasa Jepang, kata kerja atau predikat selalu berada di akhir kalimat. Berikut contohnya:

“Saya memberi adik saya uang”.

Bahasa Jepang: 私は(S)妹に(O)お金(K)をあげる(P)。(Watashi wa imouto ni okane wo ageru)

Bahasa Mandarin: 我(S)给(P)妹妹(O)钱(K)。(Wo gei meimei qian)

“Mereka pergi ke taman”

Bahasa Jepang: 彼ら(S)は公園(O)へ行く(P)。(Karera wa kouen he iku).

Bahasa Mandarin: 他们(S)去(P)公园(O)。(Tamen qu gongyuan).

*(S): Subjek, (P): Predikat, (O): Objek, (K): Keterangan.

  • Pengucapan

Bahasa Mandarin dan bahasa Tionghoa lainnya menggunakan nada untuk membedakan makna dari kata-kata yang memiliki pelafalan yang sama (homophones). Mā  (yang jika diucapkan dengan nada panjang memiliki arti "ibu". Sementara itu, mǎ  (马) yang diucapkan dari nada rendah lalu ke nada tinggi memiliki arti "kuda". 

 Bahasa Jepang juga memiliki konsep yang serupa yang dinamakan aksen nada (pitch accent) untuk membedakan antara homophones. Ima (今) jika diucapkan dari nada tinggi ke rendah memiliki makna "sekarang", tetapi jika ima (居間) yang diucapkan dari nada rendah ke tinggi, maka maknanya berubah menjadi "ruang tamu". Namun, pitch accent tidaklah sebanyak dan sesignifikan nada-nada dalam bahasa Tionghoa. 

Dalam bahasa Jepang, pembicara masih dapat dipahami oleh pendengar jika dirinya melafalkan suatu kata dengan pitch accent yang salah dengan memahami konteks kalimatnya atau dengan menanyakan aksara Han apa yang digunakan. 

Lain halnya dengan bahasa Mandarin, dimana jika seseorang mengucapkan suatu kata dengan nada yang salah, maka makna yang diutarakan juga akan berbeda secara signifikan dan seringkali menimbulkan ketidakpahaman atau kesalahpahaman dengan pendengar.

  • Pelafalan aksara

Berbeda dengan aksara Latin yang digunakan oleh bahasa Indonesia dan banyak bahasa lainnya, aksara Han tidak merepresentasikan suatu pengucapan. 

Aksara Han yang digunakan oleh bahasa Mandarin dan bahasa Jepang pada dasarnya merupakan simbol-simbol yang merepresentasikan suatu makna, sehingga setiap aksara memiliki pelafalan dan artinya tersendiri dan terdapat sekitar ribuan aksara Han yang digunakan untuk mengkomunikasikan hal-hal yang umum pada kedua bahasa. 

Aksara Han merepresentasikan suatu makna (Sumber: reddit.com)
Aksara Han merepresentasikan suatu makna (Sumber: reddit.com)

Pada bahasa Mandarin, kebanyakan aksara Han hanya memiliki satu pelafalan. (日)yang memiliki makna "matahari" hanya dilafalkan sebagai "ri", (人)yang memiliki makna "orang" hanya dilafalkan sebagai "ren", dan (水)yang memiliki makna "air" hanya dilafalkan sebagai "shui".

Sementara itu, bahasa jepang memiliki 2 cara dalam melafalkan aksara Han. Onyomi (音読み) atau melafalkan aksara han dengan cara Tionghoa dan kunyomi (訓読み) atau melafalkan dengan cara Jepang. Beberapa contohnya seperti melafalkan sebagai "nichi, jitsu" (O)/"hi, -bi" (K) untuk aksara han (日), "jin, nin" (O)/"hito" (K) untuk aksara han (人), dan "sui" (O)/"mizu" (K) untuk aksara han (水). 

Hal tersebut terjadi karena aksara Han bukanlah aksara asli dari Jepang, sehingga beberapa kosakata dalam bahasa Jepang harus mengikuti pelafalan Tionghoa. Maka dari itu tidaklah mengherankan jika terdapat beberapa kosakata yang terdengar mirip diantara kedua bahasa.

*(O): Onyomi/Pelafalan Tionghoa, (K): Kunyomi/Pelafalan Jepang.

  • Konjugasi keterangan waktu

Dalam banyak bahasa di dunia, bentuk kata kerja suatu kalimat akan berubah (mengalami konjugasi) sesuai dengan keterangan waktu yang digunakan atau dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah tenses. Namun, dalam bahasa Indonesia dan bahasa Mandarin kata kerja tidak mengalami konjugasi ketika memberikan keterangan waktu. 

Bahasa indonesia cenderung mengandalkan konteks sebagai keterangan waktu ("saya pergi ke perpustakaan kemarin", "besok, saya akan pergi ke perpustakaan"). Sementara itu, bahasa Mandarin juga cenderung menggunakan konteks atau dengan disertai dengan partikel le(了) ("我去图书馆/wo qule tushuguan", "明天,我去图书馆/mingtian, wo hui qu tushuguan).

Dalam bahasa Jepang, konjugasi keterangan waktu hanya berlaku untuk masa lampau (past) dan tidak berlaku pada masa depan (future). Kata kerja umumnya akan mengambil akhiran -でした (deshita), -かった (katta), -した (shita) ketika ingin memberikan keterangan waktu pada masa lampau. 

"Saya tidak paham maksud dari perkataannya (lampau)"/ " 彼女の言ったことを分かりませんでした(kanojo no ittakoto wo wakarimasendeshita)", "Kemarin, sangatlah menyenangkan"/ "昨日、すごく楽しかった (Kinou, sugoku tanoshikatta)", "Selasa kemarin, kami bermain sepak bola"/ "前の火曜日は、サッカーをしました  (mae no kayoubi wa, sakka o shimashita). 

  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun