Mohon tunggu...
Sosbud

Lebih Mengenal Budaya Indonesia

16 September 2018   21:38 Diperbarui: 16 September 2018   21:59 654
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Indonesia adalah negara kepulauan yang terdapat sebanyak 17.504 buah pulau. Salah satu pulau terbersar yang terletak di Indonesia yaitu, pulau Sumatera. Sumatera ini mempunyai budaya-budaya yang unik dan bervariasi. Salah satu budaya tersebut adalah Rumah Gadang.

Rumah Gadang (arti dalam bahasa Minang: "rumah besar") yang termasuk salah satu budaya Sumatra, adalah rumah tradisional orang Minangkabau. Arsitektur, konstruksi, dekorasi, dan fungsi rumah mencerminkan budaya dan nilai-nilai Minangkabau. Rumah ini berfungsi sebagai tempat tinggal dan sebagai aula untuk pertemuan keluarga dan kegiatan seremonial. 

Rumah ini dibangun di atas tiang (panggung) seperti rumah yang ada di daerah khatulistiwa, mempunyai kolong yang tinggi. Atapnya yang lancip merupakan arsitektur yang khas yang membedakan dengan bangunan suku bangsa lain di daerah garis khatulistiwa.

Rumah tradisional ini memiliki ketentuan atau aturan tersendiri. Ketentuan tersebut misalnya, jumlah kamar bergantung pada jumlah perempuan yang tinggal di dalamnya dan setiap perempuan yang telah bersuami memperoleh sebuah kamar. Sementara perempuan tua dan anak-anak mendapatkan kamar di dekat dapur. Pada bagian dalam terbagi atas lanjar dan ruang yang ditandai dengan tiang. 

Tiang tersebut bebanjar dari depan ke belakang dan dari kiri ke kanan. Untuk tiang yang berbanjar dari depan ke belakang menunjukkan lanjar sedangkan tiang dari kiri ke kanan menunjukkan ruang.

Pada sayap bangunan sebelah kanan dan kirinya Rumah Gadang terdapat ruang anjung (bahasa Minang: anjuang) yang digunakan sebagai tempat tempat penobatan kepala adat atau pengantin bersanding, karena itu rumah Gadang dinamakan juga sebagai rumah Baanjuang. Anjung ada yang menggunakan tongkat penyangga dan tidak menggunakan tongkat penyangga di bagian bawahnya. 

Hal ini terjadi sesuai filosofi yang dipercaya oleh kedua golongan tersebut. Pada golongan pertama meyakini prinsip pemerintahan hirarki bahwa menggunakan anjung yang menggunakan tongkat penyangga, sedangkan pada golongan kedua anjuang tersebut seolah-olah mengapung di udara.

Dilihat dari cara membangun, memperbaiki dan membuka (merobohkan) rumah gadang, ada unsur kebersamaan dan kegotongroyongan sesama anggota masyarakat tanpa mengharapkan balas jasa. 

Fungsi sosial sangat diutamakan dari fungsi utamanya. Walaupun suatu rumah gadang merupakan milik dan didiami oleh anggota kaum tertentu, namun pada prinsipnya rumah gadang itu adalah milik nagari (desa) sesuatu, karena mendirikan sebuah rumah gadang didasarkan atas ketentuan-ketentuan adat yang berlaku di nagari dan setahu panghulu-panghulu (seorang pemimpin di daerah situ) untuk mendirikan atau membukanya.

Rumah Gadang berfungsi sebagai tempat tinggal dan tempat acara adat. Ukuran ruang tergantung dari banyaknya penghuni di rumah itu. Namun, jumlah ruangan biasanya ganjil, seperti lima ruang, tujuh, sembilan atau lebih. Sebagai tempat tinggal, rumah gadang mempunyai bilik-bilik dibagian belakang yang didiami oleh wanita yang sudah bekeluarga, ibu-ibu, nenek-nenek dan anak-anak.

Fungsi rumah gadang yang juga penting adalah sebagai iringan adat, seperti menetapkan adat atau tempat melaksanakan acara seremonial adat seperti kematian, kelahiran, perkawinan, mengadakan acara kebesaran adat, tempat mufakat dan lain-lain. 

Perbandingan ruang tempat tidur dengan ruang umum adalah sepertiga untuk tempat tidur dan dua pertiga untuk kepentingan umum. Pemberian ini memberi makna bahwa kepentingan umum lebih diutamakan daripada kepentingan pribadi.

Indonesia merupakan sebuah satu kesatuan besar yang terdiri dari beberapa kelompok kecil. Semua tradisi dan adat istiadat sangat indah tidak ada tradisi maupun adat istiadat yang harus kita ejek. 

Kebencian terhadap tradisi atau adat istiadat terjadi karena seseorang belum paham dan mengerti makna tersebut. Secara fakta boleh membenci tetapi sesungguhnya kita tidak boleh membenci jika apa yang dilakukannya itu bernilai positif. Kita tidak boleh menilai tindakan seseorang secara tergesa-gesa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun