Program merdeka yang dicanangkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan banyak memberi harapan yang cerah bagi pendidikan Indonesia. Â Merdeka belajar memberikan nuansa baru dengan menggantikan ujian nasional dengan asesmen kompetensi minimum dan survei karakter. Â
Selain itu pada merdeka belajar rencana pelaksanaan pembelajaran yang memiliki banyak halaman dikurangi menjadi hanya satu halaman saja dan jalur prestasi pada sistem zonasi ditingkatkan untuk mengakomodir para siswa yang berprestasi di sekolah.
Tidak hanya berhenti sampai disini, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan kembali melakukan gebrakan dengan menghadirkan Kampus Merdeka. Â Kali ini yang diberikan gebrakan adalah para pengelola pendidikan tinggi berakreditasi A dan B yang diberikan kemudahan untuk membuka program studi baru dengan akreditasi C. Â
Tidak hanya itu akreditasi bagi program studi hanya dibutuhkan bagi yang menginginkan kenaikan akreditasi dan belum mendapatkan akreditasi internasional.
Bukan cuma pengelola perguruan tinggi saja, Kampus merdeka menawarkan alternatif bagi mahasiswa untuk mendapatkan 40 sks yang berasal dari program magang selama 1 tahun di luar kampus serta mendapatkan kurang lebih 20 sks yang berasal dari program studi lain sebagai mata kuliah pilihan. Â
Misal mahasiswa yang menempuh strata-1 di Manajemen bisa mengambil mata kuliah seperti Desain AutoCAD/Lab (Teknik), Pemograman Phyton/Lab (IT), Animasi Multimedia/Lab (Desain), Audit Kualitatif/Lab (Akuntansi) dan Pengorganisasian Acara/Lab (Komunikasi).
Akan tetapi, inovasi dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tidak boleh stop sampai disini saja. Â Untuk langkah selanjutnya, ada rekomendasi untuk menciptakan kebijakan Pengajar Merdeka yang inovatif. Â
Dalam kebijakan ini terdapat empat program yakni Merdeka Administrasi, Merdeka Asesmen, Merdeka Bersertifikasi dan Merdeka Finansial. Â
Untuk merdeka administrasi diharapkan proses administrasi dosen untuk banyak program dijadikan satu seperti penghitungan Jenjang Fungsional dan Beban Kerja per semester disatukan secara otomatis.
Untuk merdeka asesmen, saat ini banyak pengajar dibatasi dengan akreditasi yang memprioritaskan kelulusan peserta didik tepat waktu dan kepangkatan pengajar itu sendiri. Â
Akibatnya, banyak  pengajar terpaksa meluluskan peserta didik secara lebih mudah demi meningkatkan nilai akreditasi dan meluangkan waktu lebih untuk menyelesaikan administrasi kepangkatan mereka.  Ini secara tidak langsung dapat menyebabkan lulusan semakin memprihatinkan.  Asesmen yang merdeka dan evaluator yang independen menjadi solusi.