Mohon tunggu...
Richardus Beda Toulwala
Richardus Beda Toulwala Mohon Tunggu... Penulis - Dosen STPM St. Ursula, Pengamat Politik dan Pembangunan Sosial

Menulis dari Kegelisahan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kartini, Menjadi Besar Tanpa Menyoalkan Patriarki

21 April 2024   21:20 Diperbarui: 21 April 2024   21:31 220
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Data di atas memperlihatkan bahwa tingkat probabilitas peluang keterwakilan politik antara laki-laki dan perempuan adalah seimbang. Artinya laki-laki dan perempuan memiliki kesempatan yang sama untuk menduduki jabatan politik tertentu. Namun fakta menyatakan bahwa keterwakilan laki-laki dan perempuan tidak berimbang dari setiap Pemilu (Pemilihan Umum) bahkan keterwakilan perempuan di parlemen berada jauh di bawah standar 30% yang ditetapkan pemerintah sejak Pemilu digelar secara langsung pada 2004.

Sesungguhnya di tengah tekanan dan dominasi patriarki terdapat 'oase' yang menjanjikan bagi kaum perempuan untuk merengkuh posisi puncak kepemimpinan. Bahwasannya dalam ketidakberdayaan perempuan di tengah dominasi budaya patriarki masih ada modal perempuan untuk merengkuh posisi puncak kepemimpinan.

Perempuan bukanlah sebuah botol kosong. Kaum ini memiliki kelengkapan pribadi yang utuh sebagaimana dimiliki kaum laki-laki. Namun ini semua terpulang kepada kaum perempuan. Mampukah kaum ini meneladani Kartini tanpa harus melibatkan isu patriarki sebagai bagian dari mekanisme 'pembelaan diri'? Melibatkan isu daya rusak patriarki terhadap ketidakberdayaan perempuan tidak dilarang. Bahkan implikasi budaya patriarki yang meremehkan kekuatan kaum perempuan harus dilawan. Tetapi isu patriarki tidak harus menjadi alasan utama bagi kaum yang melahirkan kaum laki-laki ini menjadi nyaman dalam zona ketimpangan gender dan puas dengan apa yang ada. Majulah perempuanku.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun