Mohon tunggu...
Richardus Beda Toulwala
Richardus Beda Toulwala Mohon Tunggu... Penulis - Dosen STPM St. Ursula, Pengamat Politik dan Pembangunan Sosial

Menulis dari Kegelisahan

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Masyarakat Adat, Benarkah Hanya Kuda Tunggangan Menuju Kekuasaan?

28 Januari 2024   07:31 Diperbarui: 1 Februari 2024   14:32 310
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hal ini dibenarkan Berger dalam tesisnya yang mengurai tentang etika derita yang selalu berorientasi pada perspektif korban. Berger menemukan bahwa di balik gesekan dan konflik kepentingan kekuasaan, masyarakat kecil dan sederhana selalu menjadi korban dan diabaikan. Ya, masyarakat adat masuk dalam kategori itu. Terhadap hal ini, negara seperti melestarikannya.

Kompas.com
Kompas.com

Dengan kondisi masyarakat adat ini, ke manakah biduk yang bernama Indonesia ini akan diarahkan agar kiranya berlabuh pada impian masyarakat adat? Kita tidak perlu berpuas diri hanya dengan menjadikan masyarakat adat sebagai bahan debat, melainkan lebih dari pada itu mari kita berharap bahwa para calon pemimpin baru lebih memiliki kepekaan terhadap masyarakat adat.  Namun berharap terhadap calon pemimpin saja tak cukup. Jangan sampai harapan kita ibarat pungguk merindukan bulan.

Sejatinya hal yang perlu dilakukan agar masyarakat adat tidak dimanfaatkan lagi oleh para politisi menjadi kuda tunggangan adalah memaksimalisasikan kerja pranata-pranata sosial seperti agama, keluarga, pendidikan dan organisasi yang memiliki keberpihakan terhadap masyarakat adat dalam rangka memberikan edukasi dan kapasitasi. 

Dengan edukasi dan kapasitasi yang terus menerus masyarakat adat mampu memilah-milah mana sosok politisi yang benar-benar berjuang dengan nurani dan mana politisi yang hanya memanfaatkan mereka sebagai kuda tunggangan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun