Hal ini dibenarkan Berger dalam tesisnya yang mengurai tentang etika derita yang selalu berorientasi pada perspektif korban. Berger menemukan bahwa di balik gesekan dan konflik kepentingan kekuasaan, masyarakat kecil dan sederhana selalu menjadi korban dan diabaikan. Ya, masyarakat adat masuk dalam kategori itu. Terhadap hal ini, negara seperti melestarikannya.
Dengan kondisi masyarakat adat ini, ke manakah biduk yang bernama Indonesia ini akan diarahkan agar kiranya berlabuh pada impian masyarakat adat? Kita tidak perlu berpuas diri hanya dengan menjadikan masyarakat adat sebagai bahan debat, melainkan lebih dari pada itu mari kita berharap bahwa para calon pemimpin baru lebih memiliki kepekaan terhadap masyarakat adat. Â Namun berharap terhadap calon pemimpin saja tak cukup. Jangan sampai harapan kita ibarat pungguk merindukan bulan.
Sejatinya hal yang perlu dilakukan agar masyarakat adat tidak dimanfaatkan lagi oleh para politisi menjadi kuda tunggangan adalah memaksimalisasikan kerja pranata-pranata sosial seperti agama, keluarga, pendidikan dan organisasi yang memiliki keberpihakan terhadap masyarakat adat dalam rangka memberikan edukasi dan kapasitasi.Â
Dengan edukasi dan kapasitasi yang terus menerus masyarakat adat mampu memilah-milah mana sosok politisi yang benar-benar berjuang dengan nurani dan mana politisi yang hanya memanfaatkan mereka sebagai kuda tunggangan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H