Mohon tunggu...
Richardus Beda Toulwala
Richardus Beda Toulwala Mohon Tunggu... Penulis - Dosen STPM St. Ursula, Pengamat Politik dan Pembangunan Sosial

Menulis dari Kegelisahan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Tim PKM STPM Santa Ursula Gelar FGD Bahas Mangrove di Kaburea

5 Desember 2023   09:45 Diperbarui: 5 Desember 2023   10:22 215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jumat (03/11/2023) pagi di Kantor Camat Wolowae, Nagekeo, NTT tampak berdatangan masyarakat Kaburea khususnya warga Desa Tendatoto dan Desa Tendakinde. Camat dan Sekcam Wolowae, Kapospol Wolowae, tim Yayasan Pugefigo,  pemerintah desa, tokoh pendidik, dan tokoh-tokoh adat juga terlihat hadir di sana.

Memang waktu itu baru pukul 09.WITA tetapi terik panas yang menghantam wilayah Kaburea seakan membuat enggan warga untuk keluar rumah. Namun kepedulian terhadap mangrove yang terlihat kian menghilang di tepian Teluk Kaburea mendorong mereka untuk bergegas menuju Kantor Camat Wolowae.

Pagi itu Tim PKM STPM Santa Ursula dan Tim Peduli Mangrove berencana untuk melakukan FGD (Focus Group Discussion) yang melibatkan unsur-unsur di atas tepat pada pukul 09.00 WITA. Namun waktu yang telah ditetapkan itu terseret oleh karena harus menunggu kehadiran para undangan yang lain.

Tepat pukul 10.30 MC memulai pembukaan acara dengan mengundang Ketua Tim PKM STPM St. Ursula, Patrisius M. Botha S.Fil., M.Si dan Bapak Camat Wolowae, Gerardus M. Koro, S.Sos untuk memberikan sapaan awal. Selanjutnya sang fasilitator, Richard Toulwala, S.Fil., M.Si disilahkan untuk memfasilitasi proses diskusi tersebut.

Akademisi asal Lembata tersebut memulainya dengan menyentil mangrove sebagai bagian penting yang tidak lepas dari kehidupan di bumi  ini serta menyelipkan harapan agar hadirin dapat berkonsentrasi penuh dalam FGD tersebut. Selanjutnya Richard mengajak semua yang hadir membagikan macam-macam pengalaman, mulai dari yang mencerdaskan, membahagiakan, terkadang juga konyol, membuat sedih, hingga yang mistis berselimut misteri tentang penebangan mangrove di Teluk Kaburea.

Agar para hadirin berani dan terbuka untuk berdiskusi, Richard memberikan beberapa pertanyaan sebagai penuntun dalam diskusi tersebut. Bagaimana kondisi mangrove kita saat ini, bagaimana sumber daya manusia kita, bagaimana regulasi yang dibuat oleh pemerintah setempat, bagaimana sumber dana yang dikucurkan untuk mendukung rehabilitasi dan pemeliharaan hutan mangrove kita, adakah perubahan yang sudah kita lakukan dalam menjaga ekosistem hutan mangrove kita; semua ini adalah pertanyaan-pertanyaan yang dapat dijadikan panduan dalam diskusi.

Begitu kesempatan diberikan oleh fasilitator, mereka berlomba-lomba menunjukkan tangan untuk meminta giliran bicara.  Beruntung sang fasilitator cerdas mengendalikannya sehingga semua unsur mendapat sesi untuk berbicara. Perlu diakui bahwa masyarakat di dua wilayah desa sekitar teluk itu memang secara turun-temurun menjalin hubungan erat dengan alam yang senantiasa menghidupi mereka sehingga ketika berbicara tentang alam mereka tentu memiliki sensitivitas yang tinggi.

"Kelompok ini sebagai triger awal untuk mengembalikan kelestarian mangrove," ucap Raimundus Minggu seorang utusan dari Yayasan Puge Figo yang bergerak di bidang ekologi memberikan apresiasi kepada tim peduli mangrove dari Kaburea.

"Kegiatan hari ini menjadi masukan untuk potensi kerja ke depan. Dalam survey, kami belum banyak temukan bahwa ada masyarakat yang mau ambil bagian untuk mangrove mulai dari pantai Ruing sampai pantai Maumere bagian utara. Peduli terhadap lingkungan kita adalah bagian yang penting, karena sekarang ini ada fenomena kerusakan hutan yang masif," tambah Raimundus Minggu.

Setelah giliran perwakilan Yayasan Puge Figo, kini giliran akademisi untuk berbicara. Patrisius M. Botha, S.Fil., M.Si berbicara sebagai ketua TIM PKM STPM Santa Ursula menyatakan bahwa setiap mitra masyarakat baik perguruan tinggi, sekolah, yayasan, atau komunitas-komunitas lainnya hendaknya menjalankan program dengan konsep pemberdayaan yang sesuai dengan tipologi masyarakat. Demikian pula, mitra harusnya hadir untuk memberdayakan bukan untuk memperdayai.

"Semua mitra masyarakat dalam mendampingi masyarakat menjalankan program hendaknya didasarkan pada konsep pemberdayaan sesuai dengan tipe masyarakat. Sehingga dengan demikian mitra dalam hal ini perguruan tinggi, sekolah, yayasan atau komunitas lain hadir untuk memberdayakan bukan memperdayakan," himbau Aris.  

Dokumen Pribadi
Dokumen Pribadi

Sejak berabad silam, leluhur masyarakat Kaburea telah menitipkan semua kebiasaan mengelola dan merawat hutan untuk anak cucunya yang didasarkan pada aturan adat. Dari hasil hutan ini kehidupan masyarakat Kaburea digantungkan. Namun demikian pengalaman pengelolaan mangrove secara terorganisir belum pernah mereka alami. Tidak mengherankan bila ini adalah moment berharga bagi warga Kaburea untuk mulai mengenal lebih mendalam tentang mangrove.

"Kami pada awalnya tidak terbiasa dengan menanam mangrove tapi kami terus menikmati hasil dan sekarang ini kami sudah mulai membiasakan diri kami untuk bersatu dengan alam mangrove," jelas Marselinus, ketua kelompok peduli mangrove Kaburea.

Marsel yang dituakan dalam kelompok tersebut mengeluh bahwa banyak perahu nelayan yang menambatkan perahunya pada mangrove sehingga berpotensi merusak hutan bakau di Teluk Kaburea. Terhadap keresahan ini Marsel menghimbau agar pemerintah setempat bergerak cepat menertibkan ulah para nelayan tersebut.

 "Banyak perahu nelayan yang mengikat tali perahu pada pohon bakau. Ini jelas merusak bakau, karena itu kami berharap pemerintah dapat menertibkan ini," tambah Marsel.

Keresahan yang dialami Marsel dan kawan-kawannya ternyata dialami juga oleh Kepala Desa Tendakinde, Peter Dae, S.Fil. Beliau mengungkapkan adanya modus perambahan hutan mangrove yang dilakukan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Dalam upaya mengatasi kegelisahan ini Peter telah menyiapkan draft Perdes tentang mangrove yang akan disahkan dalam waktu dekat.

"Mangrove kita sudah rusak baik yang dilakukan oleh manusia dan alam. Kerusakan ini tidak saja dilakukan oleh warga di desa kita sendiri tapi juga ada dari dari warga desa luar. Ada beberapa modus yang telah dilakukan, misalnya warga luar tersebut datang menebang mangrove di wilayah kita lalu membawa keluar lalu datang lagi menjual di tempat kita sudah dalam bentuk balok dan sebagainya. Kami sedang merancang draft peraturan desa sambil meninjau lagi payung hukum yang bisa dijadikan rujukan lebih dalam," tegas Peter.

FGD saat itu memang menyedot perhatian hadirin dan membelenggu mereka dalam tukar-menukar pikiran yang intens. Tak terasa matahari Kaburea sudah bergeser hingga tegak lurus di atas aula kantor camat, namun cuaca panas yang menyeruak masuk ke dalam ruangan tidak mampu menyudahi diskusi mereka.

Fasilitator tahu betul hasrat diskusi yang berkembang saat itu. Di tengah kegelisahan akan rusaknya ekosistem mangrove Teluk Kaburea, fasilitator memberikan kesempatan kepada Kapospol Wolowae, Fidelis Nanga untuk memberikan pandangannya dari sisi keamanan.

"Kami sangat mendukung setiap kegiatan masyarakat sesuai dengan regulasi yang benar. Berkaitan dengan pengrusakan mangrove. Sejauh ini kami telah menangkap dua orang pelaku dan telah dijadikan tersangka. Jadi ini tidak main-main," tegas Fidelis.

Rasa was-was yang tadi menyelimuti hadirin kini berubah dengan sebongkah harapan usai Kapospol Wolowae menunjukkan ketegasannya. Mereka merasa lega karena pihak kemananan tidak akan membiarkan siapa pun sesuka hati merusak hutan mangrove di Teluk Kaburea.

Harapan tersebut dikuatkan lagi oleh tokoh pendidik yang hadir dalam diskusi tesebut. Kepala SMAN 1 Wolowae, Bonifasius Kopong Teka menyuntik semangat hadirin dengan memberikan apresiasi kepada Tim PKM STPM Santa Ursula dan Tim Peduli Mangrove. Beliau mengajak agar kepedulian terhadap mangrove mesti direspon secara baik oleh semua unsur. Lebih lanjut mantan dosen UNIFLOR tersebut mengajak agar semua pihak harus berbuat sesuatu untuk merespon kerusakan mangrove yang terpampang jelas di depan mata warga.

"Kepedulian ini harus direspon baik. Kerusakan sudah ada di depan mata dan harus dibicarakan dan disampaikan ke pihak-pihak yang memiliki kewenangan untuk membatasi ini. Mari kita berbuat sesuatu sesuai dengan wewenang kita masing-masing untuk mengatasi masalah ini bersama," ucap Bonifasius yang disusul dengan tepukan tangan hadirin.

Dokumen Pribadi
Dokumen Pribadi

Waktu sudah menunjukkan pukul 14.00 WITA. Aroma menu makan siang yang disajikan di di sebelah ruangan tidak jua mengusik konsentrasi para peserta FGD. Namun Richard Toulwala sang fasilitator rupanya sudah turut merasakan perut peserta diskusi yang mulai melilit karena lapar. Ia kemusian memberikan waktu kepada Camat Wolowae, Gerardus M. Koro, S.Sos untuk membedah semua masalah sembari memberikan poin-poin rencana kerja tindak lanjut. Di ujung FGD, Gerardus dengan semangat memberikan pencerahan kepada warganya yang hadir.

"Kebijakan pemerintah sudah dibuat dalam menjaga mekanisme pengrusakan mangrove oleh manusia. Akan tetapi di suatu sisi pemerintah membiarkan adanya penerbitan sertifikat tanah yang diterbitkan oleh dinas terkait di wilayah bibir pantai. Ini akan memberikan kesempatan kepada pemilik sertifikat untuk mengrusak mangrove. Hal seperti ini kita harapkan jangan terjadi lagi. Pemerintah janganlah memberi ruang untuk dilakukan pengerusakan terhadap hutan mangrove," ucap Gerardus.

Camat asal Mauponggo tersebut juga membeberkan modus lain pengrusakan mangrove. Beliau bahkan menceritakan pengalamannya mencegah aksi-aksi pengerusakan mangrove yang menjadikan kegiatan ritual sebagai pintu masuk.

"Ada ritual-ritual tertentu yang menjadi jalan masuk. Semua aktivitas bersama masyrakat di desa harus diketahui oleh pemerintah setempat agar pemerintah dapat mengawalnya" tambahnya.

Di akhir pembicaraannya beliau mengajak semua pihak untuk terlibat dalam aksi penanaman mangrove bersama yang diadakan oleh Tim PKM STPM Santa Ursula dan Tim Peduli Mangrove Kaburea. Selain itu camat berharap agar kegiatan edukasi mangrove seperti sosialisasi terus dilakukan untuk mengubah pola pikir masyarakat dan memberikan kesadaran dalam menanam dan merawat mangrove.

"RKTL adalah kita jalankan edukasi terkait mangrove secara terus menerus. Tidak berhenti di hari ini. Saya membayangkan suatu saat daerah lain akan meniru kebiasaan kita dalam tata kelola mangrove. Oleh karena itu pada saat penanaman mangrove, saya harap kita semua ambil bagian dalam aksi itu," tutup Gerardus.

Pembicaraan Camat Wolowae  mengakhiri diskusi siang itu. Semua yang hadir tampak puas dan semangat untuk menjalankan kegiatan lanjutan. FGD siang itu diakhiri dengan santap siang bersama dalam spirit kekeluargaan.

Mentari sudah condong jauh ke arah barat. Usai makan siang, Camat Wolowae bersama warga melakukan pengamatan langsung kondisi mangrove di Teluk Kaburea. Mereka menghabiskan waktu di teluk itu hingga mentari membenamkan dirinya di balik bukit teluk itu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun