Mohon tunggu...
Richardus Beda Toulwala
Richardus Beda Toulwala Mohon Tunggu... Penulis - Dosen STPM St. Ursula, Pengamat Politik dan Pembangunan Sosial

Menulis dari Kegelisahan

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Media dalam Pusaran Ekonomi Politik

20 Juni 2023   07:59 Diperbarui: 21 Juni 2023   01:36 258
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hegemoni ekonomi dan politik yang begitu kuat menekan media sehingga media berperan sebagai pelayan para politisi. Perlu diakui bahwa 'Perselingkuhan' yang tak wajar ini menciderai demokrasi. Rakyat tidak lagi diasupi informasi yang benar dan kredibel dari media, melainkan rakyat disuguhi berbagai 'tema gelap' hasil konspirasi media vs politisi.  

Dalam pandangan saya, ada beberapa 'tema gelap' yang sering diinjeksi politisi ke dalam media untuk kemudian dipresentasikan ke hadapan publik.

Pertama: Media kerap digunakan oleh politisi untuk merusak reputasi lawan politiknya. Tema ini digunakan oleh politisi untuk membunuh karakter lawan politiknya. 

Kedua: Media sebagai medan penyebarluasan hoax. Tidak dapat dipungkiri bahwa hoax adalah salah satu senjata bagi politisi untuk menyebarkan kabar bohong dan data palsu tentang lawan politik. Ketika media digunakan sebagai alat untuk menyebarkan kebohongan maka media indentik dengan alat pembohong. 

Ketiga: Media sering menjadi panggung para politisi untuk pencitraan. 

Keempat: Politik ekstrem yang dititip dalam bentuk hujatan, makian, radikalisasi agama, teriakan rasis sering dipresentasikan oleh media secara telanjang.

Ulasan di atas menyadarkan kita bahwa betapa mudahnya tema-tema gelap merengsek masuk ke dalam media. Media tampil begitu permisif dan akomodatif terhadap kepentingan partikular politisi.

Media membiarkan dirinya dijejali dan dikooptasi oleh politisi-politisi yang mewartakan tema-tema gelap itu. Dengan demikian masyarakat pengonsumsi media tersebutpun menelan mentah-mentah bila tanpa sikap kritis.

Distorsi nilai independensi media ini bisa saja karena ada yang cacat di meja redaksi. Ada permainan transaksional di sana. Namun jika bukan di meja redaksi maka sangat mungkin sumber kejahatan itu ada pada pemilik media. Kalau memang demikian adanya maka sulit untuk meliterasikan media dan pemiliknya selain memperkuat peraturan perundang-undangan untuk membereskannya.

Kita perlu mempertanyakan kekuatan hukum yang mampu menjerat kelakuan media-media nakal ini. Mengapa tangan hukum tidak mampu menjamah jauh ke dalam praktek-praktek seperti ini? Seolah-olah negara ini sedang membiarkan media melakukan pembodohan publik. Kemerdekaan jenis apa yang sedang digunakan oleh media-media jenis ini sehingga begitu leluasa mempresentasikan nilai-nilai yang tidak mesti ditawarkan ke hadapan publik?

Beberapa pertanyaan retoris di atas sesungguhnya adalah pertanyaan yang sering dilontarkan oleh masyarakat kritis yang gelisah. Negara ini terkesan lamban menangani kasus-kasus ini. Ketika negara semakin lamban maka semakin kuat hegemoni ekonomi politik mencengkeram media. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun