Pengembangan diversifikasi pangan dimaknai sebagai upaya pemerataan dan peningkatan pendapatan, stabilisasi sistem keuangan, perluasan kesempatan usaha dan kesempatan kerja, serta relevan dengan kondisi pandemi covid-19. Bagi Indonesia yang penduduknya mayoritas bertani, diversifikasi pangan lokal  sangat diperlukan untuk menekan pengeluaran keuangan yang berlebihan pada masa pandemi covid-19. Hal ini penting karena diversifikasi pangan lokal berkontribusi terhadap peningkatan kapasitas produksi pangan, perbaikan pendapatan petani dan adaptasi terhadap ancaman pandemi covid-19.
Hasil riset yang dilakukan oleh dua ekonom asal Australia di atas sesungguhnya menunjukkan bahwa diversifikasi pangan adalah solusi yang tepat untuk diterapkan pada skenario ke-7. Mengapa demikian? Ada kemungkinan skenario 7 terjadi nyata karena hingga sampai tulisan ini ditulis, para ahli di dunia ini belum menemukan vaksin yang tepat untuk mengobati pasien yang terpapar covid-19. Oleh karena itu diversifikasi pangan adalah upaya stabilitas pangan untuk jangka panjang yang mampu mengatasi masalah finansial.
Upaya mitigasi ancaman pandemi covid-19 terhadap sistem keuangan membutuhkan pendekatan lintas disiplin ilmu, holistik, sistematis dan koordinasi yang baik. Oleh karenanya, diversifikasi pangan lokal adalah salah satu tawaran yang niscaya mampu mengatasi masalah sistem keuangan di Indonesia. Memang pada dasarnya masalah yang dialami oleh setiap orang berbeda-beda di daerah yang juga berbeda, tetapi solusi seperti ini layak diterapkan di Indonesia yang mayoritas penduduknya hidup dari hasil pertanian. Tanpa menegasikan solusi lain, satu hal yang pasti dan logis yakni dengan diversifikasi pangan lokal kita telah menunjukkan cara yang cerdas dalam menjaga SSK di Indonesia.
Diversifikasi Pangan dari RT
Diversifikasi pangan sesungguhnya sudah termuat dalam kebijakan pemerintah (Keppres No.22 tahun 2009). Dalam perkembangannya pun kebijakan tersebut diperkuat lagi oleh Presiden Joko Widodo, misalnya infrastruktur pertanian, upaya stabilisasi harga pangan, modernisasi, distribusi dan ketersediaan. Hal ini menunjukkan bahwa kedaulatan pangan memang berdampak pada sistem ekonomi.
Namun betapapun saratnya kebijakan diversifikasi pangan sesungguhnya tidak bermakna bila tidak dimulai oleh masyarakat lokal, rumah tangga dan bahkan individu. Sebagaimana sebuah kebijakan, kearifan pangan lokal juga dapat dijadikan sebagai panduan untuk menciptakan kemapanan pangan.
Hal sesederhana apa pun harus berani dimulai dan mentalitas yang buruk seperti gengsi-gengsian juga harus ditumbalkan demi keamanan pangan. Sebagai misal, di NTT (tempat asal penulis) banyak stok pangan lokal di ladang yang tidak terurus dan dikelola secara baik. Padahal bila disadari, surplus pangan lokal tersebut bernilai uang dan mampu mengembalikan SSK bila dikelola secara teratur.
Bila tulisan ini adalah sebuah edukasi imperatif maka mulailah berperilaku cerdas mengelola keuangan rumah tangga dengan cara mengintensifikasikan pangan lokal. Ada jaminan bahwa bila pangan lokal tersedia maka kita tak perlu menghambur-hamburkan uang hanya untuk membeli beras, terigu, gula atau kebutuhan lainnya dengan membongkar simpanan kita di setiap bank. Sekali kita mencabut simpanan maka sama halnya dengan menghilangkan investasi masa depan. Pada hal ketika memperkuat pangan lokal, kita telah melakukan tiga hal yang cerdas yakni menjaga SSK, menjaga eksistensi di tengah pandemi dan merawat investasi masa depan kita yang terjaga aman di bank.
Mari kita mendukung tugas Bank Indonesia dalam mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah agar stabil nilainya terhadap barang dan jasa dan stabil terhadap nilai mata uang negara lain dengan menggalakkan diversifikasi pangan lokal dari dalam rumah tangga kita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H