Mohon tunggu...
Richardus Beda Toulwala
Richardus Beda Toulwala Mohon Tunggu... Penulis - Dosen STPM St. Ursula, Pengamat Politik dan Pembangunan Sosial

Menulis dari Kegelisahan

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Kebangkitan Nasional dan Lebaran Menuju Era New Normal Life

20 Mei 2020   12:39 Diperbarui: 20 Mei 2020   12:38 426
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hari kebangkitan nasional 20 Mei merupakan hari lahirnya sebuah organisasi bernama Boedi Oetomo (BO) pada tahun 1908. Sesungguhnya ada mozaik-mozaik yang dituturkan dari berbagai literatur yang melatari hari jadi kebangkitan nasional ini oleh sebuah organisasi moderen Boedi Oetomo.

Dari berbagai literatur tentang kehebatan sepak terjang Boedi Oetomo, ada satu penilaian yang seragam terhadap organisasi tersebut. Keseragaman yang menjadi ciri khas BO (boedi oetomo) adalah spirit menentang kasta buatan kolonial Belanda. Roh itulah yang kemudian dijadikan bangsa sebagai pelopor kebangkitan nasional.

Entah secara kebetulan atau tidak, Idul Fitri kali ini berada dalam bulan di mana bangsa ini juga memperingati hari kebangkitan nasional. Keduanya merupakan sebuah paduan yang serasih karena sama-sama memberikan injeksi spirit yang kuat kepada bangsa di tengah gejolak pandemi covid-19 yang kian menggelisahkan.

Nyaris sejalan dengan BO, hakikat Idul Fitri adalah  perayaan kemenangan iman dan ilmu atas nafsu di medan jihad Ramadan. Dalam laman Republika.co.id tentang sejarah Idul Fitri, dikisahkan bahwa hari raya Idul Fitri pertama kali dirayakan umat Islam, sehabis perang Badar yang terjadi pada 17 Ramadhan 2 Hijiriyah. Perang itu melibatkan 319 kaum Muslimin dan berhadapan dengan 1.000 tentara dari kaum kafir Quraisy. Meskipun dengan perbandingan jumlah yang sangat sedikit namun umat Islam berhasil memenangkan pertempuran maut itu.

Lebaran Idul Fitri menawarkan semangat kemenangan, sedangkan hari Kebangkitan Nasional menawarkan semangat kebangkitan. Paduan ini sesungguhnya adalah bekal paling jitu untuk menuju era new normal life.

Era new normal life sesungguhnya adalah anjuran tatanan kehidupan yang baru di tengah maraknya dampak masif gempuran pandemi covid-19 yang melanda dunia sejak akhir 2019 lalu. Kajian dari para pakar bahwa pandemi covid-19 membawa dampak bagi semua sendi kehidupan manusia terbukti benar. Dan bahwa working from home sesungguhnya merupakan bom waktu terhadap kehidupan kita. Kita tidak mungkin bertahan hanya dengan working from home.

Kehidupan yang mengerikan ini mendorong badan kesehatan dunia (WHO) menghimbau dunia untuk menerapkan konsep new normal life atau pola hidup normal baru. Konsep ini sama artinya dengan menghentikan perang terhadap covid-19, mengajaknya untuk berdamai dan hidup berdampingan.

Presiden Joko Widodo sudah menghimbau bahwa sudah saatnya bagi kita untuk melonggarkan pembatasan-pembatasan dan kembali beraktivitas sambil memperhatikan protokol kesehatan. Meskipun demikian pencegahan terus dilakukan sampai mendapat vaksin virus corona.

Kebijakan yang sering berubah-ubah ini kemudian dipertanyakan oleh banyak orang, namun bagi saya itu adalah normatif.  Akan tetapi yang harus dipertanyakan adalah sudah siapkah kita untuk hidup berdampingan dengan covid-19?

Yah, bagi orang yang belum tersentuh dampak masif corona mungkin menyetujui anjuran new normal life tanpa membutuhkan spirit ekstra. Namun belum tentu bagi mereka yang terkena dampak paparan virus corona sudah siap menerima anjuran ini.

Keluarga dari jiwa-jiwa yang tumbang karena virus corona masih hidup dalam trauma yang entah sampai kapan berakhir. Sementara pasien dan keluarganya yang masih pontang-panting berjuang mengalahkan virus itu pun masih membutuhkan waktu untuk menerima kenyataan ini.

Paparan di atas menunjukkan bahwa hidup dalam era new normal life bukan perkara yang gampang. Hidup di era new normal life mempersyaratkan spirit tambahan yang mampu menggerakkan daya juang untuk menerima fakta ini. Spirit seperti apakah itu?

Hari kebangkitan nasional dan Lebaran pada bulan ini adalah jawaban terhadap devisitnya spritualitas yang menggerakkan kita untuk segera menerima new normal life. Dengan spirit kebangkitan nasional dan sipirit kemenangan umat Islam setidaknya mampu menetralisir ketakutan, kegalauan, dan pengalaman traumatis kita.

Perlu disadari bahwa kita tak bisa hidup dari kondisi yang terbatas ruang geraknya. Sampai saat ini pun belum ada pakar yang memastikan kapan pandemi covid-19 ini akan berakhir. Dan itu berarti kondisi ekonomi kita akan babak belur sepanjang eksisnya masa pandemi. Tak ada jalan lain selain berdamai dengan virus corona.

Saya cukup yakin bahwa konsep kental teologis umat Islam tentang hari kemenangan akan menguatkan kita semua menghadapi era hidup normal yang baru ini. Kebangkitan nasional yang dipelopori oleh BO juga menjadi roh bagi kita untuk melangkah maju. Tidak usah khawatir karena pemerintah telah menyediakan protokol kesehatan sebagai bekal tambahan kita menghadapi era baru ini.

Sebagai sebuah bangsa yang merdeka, kuat, dan berdaulat kita sesungguhnya telah melewati berbagai tantangan yang mengerikan. Kini kita dihadapkan pada persoalan covid-19. Apakah kita menyerah begitu saja, sedangkan bertahun-tahun silam telah kita lalui tantangan yang tingkat keparahannya jauh dari ini? Selain semangat nasionalisme, iman yang kuat juga dapat mengalahkan semua tantangan itu. Iman kemenangan yang akan diperoleh pada lebaran. Yah,  lebaran sebentar lagi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun