Ketika bulan Ramadan tiba, mudah bagi kita untuk menemukan spanduk yang terpancang di depan mesjid bertuliskan Marhaban ya Ramadan. Dengan ucapan tahni'ah dengan perasaan suka cita, umat Muslim menyambut bulan Ramadan.
Sebagian besar umat Muslim mengadakan kegiatan beraneka jenis seperti arak-arakan, festival pawai, rebana, dan kasidah yang dilakukan oleh umat Muslim di Indonesia untuk menyambut bulan yang suci ini. Namun mungkinkah kita semua (umat Muslim) mampu mengambil hikmah dan keutamaan puasa bulan Ramadan?
Puasa sering juga disebut dengan istilah saum atau siyam, yakni menahan diri dari makan dan minum serta hal-hal yang membatalkannya dari mulai terbitnya fajar hingga terbenamnya matahari dengan niat dan beberapa syarat (Dewi Quratul; 2019 : 13). Puasa ini adalah sebuah kewajiban bagi umat Islam pada bulan Ramadan.
Allah swt. Berfirman dalam ayat berikut:
"Bulan Ramadan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al-Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang benar dan batil). Karena itu, barang siapa di antara kamu ada di bulan itu, maka berpuasalah." (Q.S. al-baqarah (2): 185).
Puasa adalah menahan diri untuk tidak makan dan minum serta hal lain yang berpotensi membatalkan puasa. Pernyataan itu benar adanya. Namun puasa bukan hanya berarti menahan makan dan minum serta menghindari perbuatan yang dilarang Allah pada bulan suci.
Keutamaan puasa sesungguhnya adalah kekayaan Allah yang tersembunyi dalam aktus berpuasa. Puasa memiliki kedudukan tersendiri si sisi Allah SWT yang sukar kita ketahui.
Hanis Syam dalam bukunya Materi Puasa Ramadan menyatakan bahwa Allah SWT memberikan pahala yang berlipat ganda sesuai kualitas puasa yang dilakukan seorang hamba. Semakin tinggi kualitas puasanya, semakin banyak pula pahala yang didapatnya.
Hal itu berarti ikthtiar puasa sesungguhnya lebih dari sekedar menahan makan dan minum. Lebih dari itu keutamaan puasa mengandung nilai kesabaran. Bila Anda sukses dalam berpuasa bukan berarti Anda telah sukses dalam kesabaran, belum tentu.
Sebagaimana yang dinyatakan oleh Hanis Syam, maka yang harus dikejar pada bulan puasa adalah kualitas puasa. Memang bila dikaji lebih dalam maka sesungguhnya dimensi puasa sangat luas. Namun saya mengerucuti kualitas puasa pada satu hal, yakni kesabaran.
Ukuran kesabaran tidak hanya diuji melalui sejauh mana kita bertahan tidak makan dan tidak minum melainkan soal penghayatan terhadap aktus puasa.
Kesabaran yang paling utama dalam berpuasa adalah kesabaran melaksanakan perintah. Ketika berpuasa, kita sesungguhnya dilatih dan diuji untuk tetap mempertahankan puasa dari segala sesuatu yang dapat membatalkannya.Â
Sebagai contoh, orang yang selama ini menjauhi Allah, dapat berubah menjadi dekat dengan Allah ketika berpuasa. Atau seseorang yang tidak  biasa membaca Al Quran namun akhirnya membiasakan diri dengan membaca Al Quran ketika berpuasa. Dia harus bersabar untuk menahan diri dari kebiasan-kebiasaan buruk.
Puasa juga berarti sabar menjauhi segala larangan-Nya. Seseorang yang seturut kebiasaannya berbuat dosa maka pada bulan puasa setidaknya orang tersebut harus bersabar dan menahan diri untuk menjauhi larangan Allah SWT. Ini merupakan sebuah keniscayaan bila kita ingin puasa kita berkualitas.
Kesabaran yang lain pada masa puasa yang bertepatan dengan masa pandemi adalah kesabaran untuk tidak keluar rumah. Kesabaran untuk mendengar kebijakan pemerintah yang mungkin saja selama ini kita mengambil tempat oposisi dengannya.
Demikianlah keutamaan puasa yang selama ini tersembunyi dan jarang kita sadari. Semoga pada bulan puasa yang penuh berkah ini, kita semua mampu mempertebal kualitas puasa kita dengan cara bersabar dalam segala hal.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H