(Samber 2020 Hari 9 & Samber THR)
Wabah virus corona menyertai sebuah kegelisahan yang tak bisa ditampik oleh negara mana pun di belahan bumi ini. Seperti sebuah proyek ketakutan yang diinjeksikan ke publik, begitulah wabah corona menyerang setiap sendi kehidupan manusia.
Secara manusiawi, setiap pribadi ingin berteriak, marah dan bahkan protes terhadap realitas ini. Namun itu tak mungkin menyelesaikan persoalan ini begitu saja. Semua ilmuwan dunia mencoba untuk menemukan vaksin yang tepat dan akurat terhadap penyakit ini tetapi belum ada satu pun yang berhasil menemukannya.
Kegalauan dunia ini menjadi milik setiap pribadi, yah milik kita bersama. Tak mengherankan dampak dari wabah ini menghantam kehidupan setiap pribadi. Pada klimaks, setiap orang membutuhkan partner untuk bercerita (curhat) melepaskan kegalauan dan sesak dalam dada.
Ketika dorongan dari dalam diri untuk menumpahkan semua kegalauan semakin menguat, kita malah dibatasi oleh social distance dan lock down. Pandemi covid-19 menyekati kita dan membatasi ruang sosialitas manusia. Manusia tak bisa berinteraksi dengan sesamanya.
Hal lain yang menambah esensi kesedihan meningkat adalah Ramadan. Ya, bulan suci yang selalu dijadikan sebagai momentum curhat dan 'temu kangen' bersama rumpun keluarga saat mudik telah terhenti. Menyakitkan bukan? Kepayahan ini menyiratkan seolah-olah dunia ini bakal berakhir.
Di tengah kegetiran ini, ada yang berpendapat bahwa media sosial mampu menjadi media curhat seorang dengan yang lainnya. Benarkah demikian? Bagi saya tidak, karena sesungguhnya curhat tidak hanya sekedar mendengar satu sama lain dengan telinga dan berbicara dengan mulut.
Curhat mempersyaratkan 'listening by your self'. Curhat seseorang kepada partnernya harus ditanggapi partnernya dengan seluruh diri. Artinya mata, pikiran, hati, perhatian dan seluruh diri diarahkan untuk menanggapi isi curhatnya.
Bila demikian adanya maka aktivitas curhat pada bulan Ramadan adalah hal tersulit dan bahkan sebuah ketidakmungkinan di masa pandemi covid-19. Yah, medsos tak mampu menjamin seseorang mendengar curhat orang lain dengan 'listening by your self'. Medsos tak mampu menghadirkan emosional seseorang secara face to face dan real.
Memang tak dapat dipungkiri medsos dapat memfasilitasi komunikasi jarak jauh. Pertukaran informasi dapat dilakukan melalui medsos. Curhat juga bisa dilakukan melalui medsos tetapi seperti yang saya jelaskan di atas, substansi curhat mengalami distorsi karena 'listening by your self' tak dapat dilakukan.
Dalam situasi yang serba sulit, secara manusiawi tetap saja ada dorongan dari dalam diri untuk menumpahkan semua kegalauan itu. Ketika semuanya terbatas, ada sesuatu yang tidak terbatas. Dia adalah tempat curhat yang tiada tandingan dengan yang lainya. Dia yang terlupakan ketika semuanya berjalan normal.
Dia adalah Tuhan yang berbeda nama dalam setiap agama. Sebagai pencipta, Dia tentu mengetahui apa yang dialami ciptaannya. Sebagaimana kita tentu mengetahui dengan baik sesuatu yang kita ciptakan. Oleh karena itu, jangan ragu curhat dengan-Nya, karena sesungguhnya Dia telah mengetahui semuanya, baik dunia yang kini sedang 'sakit' atau pun labirin gelap kehidupan kita.
Sekali lagi, curhat yang paling tepat di bulan Ramadan dan dalam amukan wabah covid-19 adalah curhat kepada Tuhan. Curhat di rumah saja sembari memutuskan rantai penyebaran virus corona hanya bisa dilakukan dengan Tuhan. Curhat antar manusia sulit dilakukan pada masa pandemi ini.
Tuhan yang selama ini terlupakan, tiba-tiba dicari oleh setiap agama untuk meminta perlindungan dari gempuran covid-19. Tuhan yang selama ini dilupakan, tiba-tiba dimintai pertangungjawaban terhadap wabah dunia oleh segelintir orang.
Tuhan itu memiliki kekuasaan tanpa batas. Dia berkuasa menentukan segala sesuatu, oleh karena itu bawahlah penderitaan yang kita alami dan dunia alami kepada-Nya. Apalagi saat ini adalah bulan Ramadan. Ini adalah sebuah moment yang sangat tepat untuk curhat dengan Tuhan. Jadi, jangan ragu-ragu untuk curhat dengan-Nya.
Tuhan itu juga disebut-sebut dalam setiap agama bahwa Dia adalah maha pengasih dan penyayang. Bila demikian maka mustahil bila Tuhan membiarkan curhat kita berakhir tanpa jawab. Hal ini tentu berbeda dengan curhat antar manusia yang belum tentu curhat kita didengar dengan telinga apalagi 'listening by your self'.
Tuhan tidak pernah merasa jenuh dan bosan untuk mendengar. Hal ini pun berbeda dengan partner curhat yang cepat bosan ketika sesi curhat baru berjalan 30 menit.
Singkatnya, Tuhan adalah tempat curhat terbaik dalam setiap situasi apa pun. Tuhan adalah segalanya. Sayangnya, kita baru mengingatnya ketika penderitaan itu tiba. Dalam situasi normal, kita dengan mudah melupakan Dia.
"Dialah yang telah menurunkan ketenteraman (perasaaan) di dalam hati orang-orang yang beriman supaya bertambah keimanannya di samping keimanan yang telah ada..." (QS Al Fath, 48:4).
Mari, pada bulan puasa ini kita mengarahkan seluruh diri kita kepada-Nya. Sudah saatnya untuk kita berbenah dan kembali pada-Nya. Curhatlah kepada-Nya tentang penderitaan kita, tentang kesedihan dunia. Yakinlah bahwa curhat kita pada bulan suci ini tidak berakhir mengecewakan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H