Â
Nasib masyarakat adat
Hadirnya pertambangan berpotensi memiliki dampak terhadap ekologis, kawasan konservasi seperti kepualauan wayag akan terancam limbah tambang yang nantinya jatuh ke laut. Tentu bukan hanya ekosistem yang terdampak dari kerusakan lingkungan, tetapi akan berimbas luas kepada kehidupan masyarakat adat pemilik ulayat. Masyarakat secara sosial akan terancam, aktivitas masyarakat yang sebagian besar nelayan tidak akan bisa melaut lagi karena ekosistem yang rusak.
Hal ini perlu menjadi atensi serius bagi NGO untuk mendampingi masyarakat adat dalam menjaga alamnya, dan juga  pemerintah daerah sebagai representasi masyarakat perlu untuk bersuara pada negara tentang nasib masyarakat adat yang berhadapan dengan dampak pertambangan bagi ekologisnya.
Selain itu juga para pelaku usaha pariwisata pun akan terdampak karena kawasan wisata yang akan berubah jika ekosistemnya terganggu. Dan mungkin benar, bahwa Raja Ampat sebagai daerah Pariwisata akan hanya tinggal nama.
Pariwisata kah Tambang?
Ini menjadi pertanyaan besar bagi pemerintah daerah dalam melihat potensi yang ada, dengan mempertimbangkan hal-hal yang berkaitan bagi masyarakat adat dan orang banyak yang mendiami Raja Ampat. Apakah Raja Ampat akan tetap menjadi daerah konservasi yang berfokus pada pengelolaan Pariwisata atau menjadi daerah pertambangan sesuai dengan potensi yang ada? Bagi orang banyak ini mungkin akan menjadi pro-kontra, karena kita tahu bahwa pertambangan memiliki peluang untuk menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat sekitar tetapi di lain sisi alam itu akan terancam dan mati secara perlahan.
Oleh : Richard Mnsen
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H