Mohon tunggu...
Richa Miskiyya
Richa Miskiyya Mohon Tunggu... Administrasi - Penulis

Perempuan biasa dengan kehidupan biasa, namun selalu menganggap jika kehidupannya itu luar biasa

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Menjadi Ibu, Cahaya Pertama untuk Anakku

6 Desember 2020   23:55 Diperbarui: 8 Desember 2020   10:35 221
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Biasanya saya langsung terhenyak dan kemudian sadar bahwa salah satu tugas ibu adalah menjadi pendengar yang baik untuk anaknya. Karena menjadi pendengar yang baik ini, saya akhirnya tahu apa saja yang anak saya suka dan tak suka, apa yang anak saya mau dan cita-citakan, dan apa yang anak saya tak ingin lakukan.

Tak hanya menjadi pendengar yang baik ketiika berbicara, sebagai ibu saya juga berusaha untuk mengapresiasi sekecil apapun usaha anak.

Saya sangat tahu bagaimana rasanya direndahkan dan pekerjaan yang kita lakukan tidak dihargai, maka dari itu, sebisa mungkin saya tak melakukan itu pada anak.

Anak saya sekarang sangat hobi menggambar. Apa saja akan ia gambar, saya selalu bilang kalau gambarnya bagus, saya juga tak pernah mengintervensinya ketika ia memulaskan warna biru ke daun-daun pohon yang digambarnya.

Dari apresiasi yang saya berikan, sekarang anak saya semakin semangat untuk menggambar, apa saja yang ia lihat akan digambarnya. Pernah suatu ketika saya bertanya kenapa ia mewarnai bintang dengan warna biru?

"Nanti kalau aku kasih warna kuning bintangnya enggak kelihatan, Ma." Begitu argumennya, karena menurutnya warna kuning tak akan terlalu terlhat ketika dipulaskan di kertas warna putih, ia ingin bintangnya bercahaya dengan warna yang terlihat. Saya tersenyum dan mengangguk menerima argumennya.

Saya Bukan Ibu yang Sempurna

Saya sadar, bahwa saya bukanlah ibu yang sempurna. Saya masih sering marah, masih sering emosi, hingga tak jarang berteriak padanya. Biasanya setelah itu saya akan menangis sambil memeluknya dan minta maaf.

Anak saya akan menghapus air mata saya dan berkata, "Iya, iya, aku juga minta maaf ya, Ma udah bikin Umma marah." Di situlah saya belajar bahwa anak terkadang bisa lebih bijak dari orang tuanya.

Sejak menjadi ibu saya belajar bahwa anak tak selalu ingin mainan baru, ia hanya ingin ditemani ketika bermain. Kemarahannya adalah caranya menunjukkan rasa kesepiannya, dan tangisannya adalah caranya untuk menunjukkan bahwa ia merasa sedih dan kesakitan.

Menjadi ibu memang tidak mudah, karena saya merasa selalu ada pelajaran baru yang bisa saya ambil setiap harinya. Setiap hari saya berusaha untuk selalu belajar dan mencari ilmu dari buku-buku dan artikel parenting, karena pekerjaan ibu bukan sekadar memasak atau membacakan buku sebelum tidur.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun