Sederhana, tekun, dan pantang menyerah, adalah tiga kata yang bisa menggambarkan sosok Agus Ja’far, seorang pemuda yang lahir dengan fisik tak sempurna, namun ia memiliki semangat dan kesempurnaan hati untuk terus berbagi pada sesama.
Agus, begitu ia sering disapa memang terlahir dengan kekurangan pada indra penglihatannya. Agus menderita low vision, mata sebelah kirinya tak berfungsi, sedangkan mata kanannya hanya memiliki jarak pandang yang pendek.
Ketidaksempurnaan pada penglihatannya memang membuat Agus harus berjuang lebih keras dalam menjalani kehidupan, salah satunya ketika ia ingin menggapai cita-citanya di bidang pendidikan.
Pekik peringatan hari kemerdekaan yang menyambutnya ketika terlahir ke dunia pada 17 Agustus 1991, seolah memberikan kekuatan bagi Agus untuk terus gigih memperjuangkan cita-citanya.
Pemuda yang berasal dari Kabupaten Batang ini sempat terancam tidak bisa melanjutkan sekolahnya ke jenjang SMP karena keterbatasan ekonomi keluarganya. Ayahnya sudah meninggal dunia sejak ia berusia 3 tahun, sehingga Agus hanya tinggal bersama ibu, dan tiga orang kakak yang dua diantaranya juga menderita low vision. Meski ada banyak kerikil dalam menggapai cita-citanya, namun Agus masih menyimpan harapan, keyakinan, dan doa bahwa ia akan segera bisa melanjutkan pendidikan.
Harapan dan doa Agus untuk bisa melanjutkan sekolah akhirnya dikabulkan Tuhan, ada dermawan yang menyekolahkan Agus hingga lulus SMP di tahun 2008. Namun, lagi-lagi ekonomi menjadi kendala untuk melanjutkan ke jenjang SMA, hingga Agus harus rela vakum sekolah selama 2 tahun.
Selepas SMP, Agus pergi ke Bandung, ia mendaftar ke SMA-LB, di Kota Kembang tersebut, namun karena ada kendala, Agus tak jadi masuk SMA-LB, dan akhirnya ia masuk Panti Sosial Bina Netra Wyata Guna-Bandung, sebuah panti rehabilitasi khusus tunanetra. Delapan bulan berada di panti sosial terbesar dan tertua ini membuat Agus banyak belajar tentang arti kehidupan dan belajar bagaimana menjadi manusia yang berguna bagi sesama.
Tahun 2010, dengan bantuan biaya dari kakak-kakaknya yang bekerja sebagai Tukang Pijat Tunanetra, akhirnya Agus bisa kembali melanjutkan sekolah di tingkat SMA. Meski ketika di awal masuk SMA Agus sempat merasa minder dan rendah diri, namun kakak-kakak dan ibunya selalu memotivasinya untuk tidak lelah berjuang mewujudkan cita-cita. Perjuangan dan dukungan dari keluarga yang begitu besar itu membuat Agus tak ingin mengecewakan keluarganya, ia pun belajar dengan giat dan tekun sehingga ia tak pernah lepas dari peringkat 3 besar di sekolahnya.
Menembus Batas untuk Medali Emas
Selepas lulus dari SMA, Agus berhasil lolos lewat SBMPTN dan ia juga menjadi salah satu peraih beasiswa Bidikmisi. Pada tahun 2013, ia pun resmi menjadi mahasiswa Jurusan Pendidikan Luar Sekolah Universitas Negeri Semarang.
Menjadi mahasiswa, membuat Agus semakin bersemangat meraih cita-cita, meski jalan yang ia lalui begitu berliku, namun hal itu justru membuat Agus semakin kuat dan tegar dalam menghadapi semua tantangan.
Bagi orang lain, Agus memang memiliki keterbatasan dan bisa jadi banyak orang yang meragukan kemampuan Agus. Namun, Agus berhasil menembus semua batas-batas keraguan itu dan menunjukkan pada dunia bahwa ia mampu meraih mimpi dan cita-citanya.
[caption caption="Agus meraih medali emas dan medali perak PIMNAS 2015"][/caption]
Satu per satu prestasi gemilang diukirnya, dari prestasi di tingkat provinsi hingga tingkat nasional. Pada tahun 2013, Agus berhasil meraih Medali Perunggu dan Medali Perak dalam National Paralimpik Comite Jawa Tengah di Cabang Lompat Jauh dan Cabang Lari 100 Meter.
Selain berprestasi di bidang olahraga, Agus juga berprestasi di bidang akademik dan pendidikan. Ini terbukti dari keberhasilannya lewat program kreativitas mahasiswa dengan pelatihan soft skill pijat refleksi yang akhirnya meraih Medali Emas dan Medali Perak dalam Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS) ke-28 Tahun 2015 oleh Kementerian Riset, Penelitian, dan Pendidikan Tinggi.
Lewat beragam prestasi yang diraihnya ini pula, Agus Ja’far juga berhasil menjadi nominasi 3 (tiga) besar Penerima Penghargaan Pemuda Indonesia 2015 oleh Kementerian Pemuda dan Olahraga.
Berbagi Cahaya untuk Sesama
Rencana Tuhan memang begitu indah, manusia tidak pernah tahu ada takdir apa di masa depan, karena sesungguhnya segala sesuatu yang terjadi di dunia ini saling berkaitan dan memiliki hubungan sebab akibat, begitu juga dengan apa yang dialami oleh Agus.
Agus memang gagal masuk di SMA-LB Bandung, namun ia justru mendapatkan banyak pembelajaran kehidupan ketika ia tinggal dan menempa diri di Panti Sosial Bina Netra Wyata Guna-Bandung.
Pengalamannya selama di PSBN Wyata Guna inilah yang menjadi salah satu pendorongnya untuk tak berhenti berbagi pada sahabat-sahabatnya penyandang tunanetra.
[caption caption="Pelatihan Pijat Refleksi di Purbalingga"]
Perlahan tapi pasti, Agus Ja’far terus meniti tangga impiannya dengan cahaya ilmu yang digenggamnya, namun ia tak ingin memiliki cahaya itu seorang diri, sehingga ia pun tak lupa untuk berbagi cahaya untuk sesama lewat kegiatan-kegiatan kemanusiaan yang ia lakukan.
Mahasiswa berprestasi yang memiliki tinggi badan 191 cm ini berhasil mendirikan Komunitas Peduli Kaum Difabel ketika ia menjadi salah satu fungsionaris Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ilmu Pendidikan Tahun 2014.
Tak terbatas di lingkungan kampusnya saja, tapi ia juga mengembangkan kiprahnya untuk membantu sesama lewat pelatihan soft skill pijat refleksi bagi tunanetra di Kabupaten Purbalingga.
Mahasiswa semester 5 peraih IPK 3,65 ini ternyata tak hanya membatasi diri pada kegiatan untuk kaum difabel semata, namun ia juga tak segan untuk berbagi pada teman-teman di kampung halamannya.
Pemuda yang memiliki cita-cita menjadi dosen ini menggagas pendirian Taman Baca Masyarakat di desanya. Bersama rekan-rekannya sesama mahasiswa Kabupaten Batang ia juga menggagas dan menyelenggarakan Bimbingan Belajar Gratis untuk seleksi masuk perguruan tinggi bagi siswa SMA sederajat se-Kabupaten Batang.
“Saya dulu masuk ke UNNES lewat jalur SBMPTN, melalui bimbel gratis yg diselenggarakan oleh sebuah yayasan bernama Yayasan Mata Air, dari situlah saya juga ingin berbagi apa yang telah saya dapat dulu dengan menyelenggarakan bimbel gratis bersama teman-teman untuk siswa persiapan SBMPTN,” tutur Agus.
Lewat kegiatan yang dilakukan Agus Ja’far dan teman-temannya ini, banyak siswa di Kabupaten Batang yang bisa lolos SBMPTN sehingga bisa masuk ke universitas-universitas yang diidamkan.
Meski memiliki keterbatasan, Agus Ja’far dapat membuktikan bahwa ia bisa berbagi pada sesama lewat keahlian dan ilmu yang dimilikinya, maka tak salah pula jika Agus Ja’far menerima penghargaan sebagai Mahasiswa Inspiratif 2015 Universitas Negeri Semarang serta menjadi Tokoh Pemuda Inspiratif Peringatan Hari Sumpah Pemuda Koran Suara Merdeka edisi 28 Oktober 2015. Sepak terjang Agus Ja’far juga tertulis di buku “50 Muda Inspirasi dan Berkarya” dalam peringatan HUT Universitas Negeri Semarang ke 50 tahun.
Muara dari Rasa Syukur
“Saya ingin membawa ibu ke Tanah Suci, selain itu saya juga ingin terus berbagi dan melakukan sesuatu yang bermanfaat untuk orang lain.” tutur Agus Ja’far ketika ditanya tentang harapannya di masa depan.
Agus Ja’far memang terlahir dalam ketidaksempurnaan fisik, namun ia telah membuktikan bahwa keterbatasan yang ia miliki bukanlah penghalang untuk menebarkan cahaya kebaikan untuk masyarakat pada umumnya dan penyandang disabilitas tunanetra pada khususnya.
Bagi Agus, berbagi kebaikan merupakan muara dari rasa syukurnya atas segala anugerah Tuhan, oleh karena itu ia ingin bisa terus berbagi meski dengan segala keterbatasan yang ia miliki. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H