Mohon tunggu...
Richa Miskiyya
Richa Miskiyya Mohon Tunggu... Administrasi - Penulis

Perempuan biasa dengan kehidupan biasa, namun selalu menganggap jika kehidupannya itu luar biasa

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

[FFA] Bapakku Pahlawanku

20 Oktober 2013   23:02 Diperbarui: 8 Agustus 2015   00:09 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

No. Peserta : 438

 

Didit berjalan gontai sepulang sekolah, wajahnya yang biasanya ceria, siang ini terlihat muram. Didit masih memikirkan rencana teman-temannya di kelas tadi.


Tahun ini Didit naik ke kelas 6, dan tadi Joni, ketua kelas mengusulkan suatu rencana untuk belajar bersama keliling ke semua rumah teman-teman sekelas setiap hari minggu. Joni beralasan belajar bersama karena untuk persiapan ujian kelulusan nanti dan sebelum lulus sekolah, kita semua harus tahu rumah semua teman sekelas agar persahabatan tidak terputus setelah lulus sekolah nanti.

Akhirnya Didit sampai di depan rumahnya, sebuah gubug sederhana di tepi jalan dekat areal persawahan yang agak jauh dengan pemukiman lain. Didit merasa malu jika teman-temannya tahu ia yang sering meraih bintang kelas hanyalah anak seorang tukang tambal ban.

 

Bapak Didit memang seorang tukang tambal ban, dulu bapak Didit adalah buruh pabrik, tapi kemudian diPHK dan akhirnya beralih menjadi seorang tukang tambal ban.

 

Didit mengucapkan salam dan mencium tangan bapaknya yang masih menambal ban motor yang kempes. Didit kemudian masuk rumah dan meletakkan tasnya di atas tempat tidur, satu-satunya tempat tidur yang ada di rumahnya.

 

“Sudah pulang, Dit?” tanya emak.

 

“Iya, Mak,” Didit pun mencium tangan emak.

 

“Ganti baju sana, sholat, terus makan, Emak masak sayur bayam dan tempe goreng,” ucap emak sambil mengusap lembut kepala Didit.

 

Didit hanya mengangguk kecil dan kemudian melaksanakan apa yang dikatakan Emak. Setelah makan, Didit masih terlihat lesu, tapi ia tidak menceritakan hal ini pada Emak, ia tak ingin membuat Emak sedih karena Didit malu jika teman-temannya tahu bapaknya seorang tukang tambal ban.

 

***

 

Malam harinya seusai belajar, Didit bertanya pada emaknya yang sedang melipat baju-baju dari jemuran yang sudah kering,“Emak, sampai kapan Bapak akan bekerja jadi tukang tambal, ya?”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun