Mohon tunggu...
Richa Miskiyya
Richa Miskiyya Mohon Tunggu... Administrasi - Penulis

Perempuan biasa dengan kehidupan biasa, namun selalu menganggap jika kehidupannya itu luar biasa

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Kisah Anak Desa dan Mimpinya Keliling Dunia

5 Desember 2014   06:35 Diperbarui: 17 Juni 2015   16:00 325
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Delapan belas tahun lalu, di sebuah desa kecil daerah Grobogan – Jawa tengah, ada seorang anak perempuan berteriak ke arah langit seraya melambai-lambaikan tangannya. Rambutnya yang dipotong pendek dengan poni menutupi dahinya bertiup seiring tiupan angin. Di sekitarnya ada beberapa teman laki-lakinya yang juga melakukan hal serupa, berteriak ke arah langit sambil melambaikan tangan dengan riang.

Gadis kecil itu dan beberapa kawannya bukan sedang memanggil burung dara yang sedang terbang rendah, bukan pula sedang memanggil angin untuk menerbangkan layang-layang mereka. Tetapi, mereka sedang berteriak dan melambaikan tangan pada pesawat yang terbang ratusan kilometer di atas mereka.

Anak-anak kecil itu terus berteriak hingga pesawat yang mereka lihat hilang dari pandangan, mereka menganggap orang-orang di pesawat itu akan mendengar teriakan mereka kemudian berharap ada yang melemparkan uang atau permen. Meski akhirnya tak ada uang atau permen yang mereka dapat, tapi mereka tetap senang melambai ke arah pesawat, tetap selalu berseru bersama suara pesawat yang menderu.

Setelah pesawat itu menghilang di balik awan, gadis kecil dan kawan-kawannya kembali memunguti layang-layang yang mereka tinggalkan demi melambai ke arah langit. Mereka pun kembali menerbangkan layang-layang di tengah hamparan sawah kering. Semakin lama layang-layang mereka semakin tinggi, serupa mimpi-mimpi mereka, termasuk mimpi gadis kecil itu yang diam-diam menanam mimpi suatu saat bisa terbang bersama burung besi keliling Indonesia dan keliling dunia.

Gadis kecil yang suka bermain layang-layang dan selalu senang melambaikan tangan ke langit itu adalah aku, yang hingga bertahun-tahun kemudian masih suka bermimpi dan selalu merapalkan mimpinya di tiap doa dan harapnya, berharap suatu saat akan terwujud, entah bagaimana cara Tuhan nanti akan mewujudkannya.

Ya, setelah belasan tahun mimpi itu tersimpan rapat, akhirnya aku bisa mewujudkan mimpiku untuk pertama kalinya pergi ke luar pulau Jawa dan pergi ke luar negeri.

Bagaimana mimpi-mimpi itu akhirnya terwujud? Ya, Tuhan selalu memiliki cara dan jalan agar hambaNya bisa mewujudkan mimpinya, tapi tergantung bagaimana hambaNya itu mau menempuh jalan yang telah disediakan itu ataukah tidak, dengan gerakan yang cepat ataukah lambat dalam menempuh jalan itu.

Sesungguhnya ada banyak peluang di dunia ini, dan di antara banyak peluang itu pastilah ada jalan untuk mewujudkan mimpi kita. Akan tetapi kita tidak pernah tahu peluang mana yang akan menjadi jalan kita mewujudkan mimpi, oleh karena itu tak ada salahnya kita mencoba setiap peluang yang ada selama kita mampu.

Memanfaatkan segala peluang yang ada di depan mata, ya, itulah yang selalu saya lakukan. Termasuk ketika saya mendapat kesempatan terbang ke luar Pulau Jawa, tepatnya saya terbang ke Pulau Kalimantan secara gratis, tanpa mengeluarkan biaya sedikitpun.

Satu minggu sebelum saya terbang ke Kalimantan itu, saya melihat sebuah pengumuman lomba menulis di media sosial twitter dengan hadiah jalan-jalan ke tempat pendulangan intan di Pulau Kalimantan. Lomba tersebut disponsori oleh sebuah penerbit buku di Jakarta dan Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olahraga Kota Banjarbaru-Kalimantan.

Saya baru mengetahui info lomba tersebut beberapa hari sebelum deadline lomba, dan tanpa pikir panjang lagi, saya pun segera membuat naskah, saya kirim, dan kemudian saya ditelpon panitia yang mengabarkan kalau hasil tulisan saya menjadi Juara 1 dan berhak atas hadiah jalan-jalan ke Kota Banjarbaru-Kalimantan.

Dan yang lebih membuat saya bahagia, saya tak hanya sekadar jalan-jalan ke tempat pendulangan intan, tapi saya juga diundang untuk mengisi acara Ulang Tahun Kota Banjarbaru ke-15 yang mana di acara tersebut saya membacakan naskah yang saya ikut sertakan lomba di depan Gubernur Kalsel, Walikota Banjarbaru, para pejabat daerah, dan ribuan masyarakat Kota Banjarbaru. Sungguh benar-benar pengalaman yang tak akan pernah bisa saya lupakan seumur hidup.



Tuhan memang Maha Kasih, ketika saya mau memanfaatkan peluang itu dengan cepat, Tuhan tak hanya mewujudkan mimpi saya, tapi juga memberikan banyak bonus yang menyertai mimpi saya tersebut.

Di Tahun 2014 ini, selain akhirnya mimpi saya keliling Indonesia mulai terwujud dengan menginjakkan kaki ke Pulau Borneo, mimpi saya keliling Dunia pun mulai saya wujudkan dengan bisa pergi ke Singapura dan Malaysia.

Bagaimana saya bisa memiliki kesempatan pergi ke Singapura dan Malaysia? Berbeda dengan pengalaman saya ketika pergi ke Kalimantan karena peluang sebuah lomba, maka kepergian saya ke Singapura dan Malaysia karena saya mengambil peluang beasiswa kuliah di Universitas Diponegoro-Semarang.

Awal tahun 2013, ketika saya sedang iseng membuka facebook, saya mendapati kakak kelas saya ketika S1 dulu menshare sebuah info beasiswa. Dalam hitungan detik, saya berpikir dan memiliki keyakinan bahwa bisa jadi ini adalah jalan yang telah dibukakan Tuhan untuk saya, karena dari info kakak kelas saya, saya mengetahui bahwa beasiswa tersebut adalah sebuah beasiswa double degree. Tanpa pikir panjang, saya pun langsung mendaftar beasiswa tersebut.

Alhamdulillah, setelah menjalani serangkaian tes bersama puluhan pendaftar lain, nama saya pun masuk ke dalam salah satu nama dari 15 mahasiswa yang diterima dan mendapatkan beasiswa unggulan di Universitas Diponegoro-Semarang.

Setelah menjalani 2 semester perkuliahan, saya mendapat kabar bahwa ada kemungkinan double degree tidak bisa dilaksanakan, karena kakak angkatan saya pun tidak berangkat. Namun, kemudian Ketua Prodi mengabarkan memang double degree tidak dilaksanakan, akan tetapi tetap harus diganti dengan short course selama 3 hari di Singapura dan Malaysia. Subhanallah, akhirnya mimpiku untuk bisa menjelajah negeri lain terlaksana juga.

Dari 2 (dua) pengalaman saya untuk mewujudkan mimpi-mimpi saya sejak kecil, saya mendapati bahwa peluang yang ada di depan mata tidaklah boleh diremehkan, sekecil apapun itu. Saya juga memaksimalkan potensi saya di bidang tulis menulis dan akademis untuk mendapatkan peluang-peluang yang ada di depan mata. Saya tidak tahu apa jadinya jika saya ragu-ragu dan akhirnya tidak jadi mengambil peluang lomba dan tawaran beasiswa tersebut, bisa jadi saya akan selamanya hanya menjadi pemimpi yang tak berani mewujudkan mimpinya.

Selain adanya peluang juga harus ada gerak cepat untuk mencapai dan memanfaatkan peluang itu? Ingat, peluang tidak datang dua kali, dan dalam meraih peluang itu tentunya ada banyak usaha yang dilakukan. Oleh karena itu ketika melihat peluang di depan mata, kita harus gerak cepat, gerak tangkas, dan gerak cerdas.

Peluang yang ada, selama itu baik harus dimanfaatkan semaksimal mungkin, jangan sampai kita menyesal dikemudian hari karena tidak memanfaatkan peluang yang ada. Bagi saya sendiri, saya memanfaatkan peluang yang ada, bukan hanya soal bagaimana peluang itu bisa mewujudkan mimpi-mimpi saya, tetapi juga bagaimana saya berani memanfaatkan peluang dan menghadapi tantangan, dan apa yang saya hasilkan pun saya anggap sebagai bonus dari Tuhan.

Gerak cepat tak hanya tentang bagaimana kita menghadapi sebuah peluang, tapi juga bagaimana sikap kita dalam usaha untuk menyelesaikan apa yang sudah menjadi tanggung jawab kita. Seringkali kita menunda pekerjaan karena merasa waktu yang kita miliki masih sangatlah panjang, hingga kita lupa bahwa dalam waktu yang kita sia-siakan ada banyak peluang yang ikut tersia-siakan.

Berikut ini adalah beberapa alasan mengapa kita harus melakukan gerak cepat, baik itu ketika berhadapan dengan peluang dan tantangan, juga ketika kita memiliki sebuah tanggung jawab.

1.Menunda Pekerjaan = Menumpuk Pekerjaan

Masyarakat Jepang dikenal sebagai masyarakat yang memiliki etos dan semangat kerja yang tinggi. Kemajuan yang dimiliki Jepang saat ini pun tak bisa dilepaskan dari peran masyaratnya yang juga selalu bergerak cepat di segala kondisi. Bagi masyarakat Jepang, menunda pekerjaan sama dengan menumpuk pekerjaan. Itulah mengapa Jepang selalu menjadi negara yang masuk jajaran terdepan di segala aspek perekonomian dan kemajuan bangsa.

2.Menghindari Rasa Capek

Pernahkah kita merasa capek saat banyak tugas kantor atau tugas kuliah? Apa yang biasanya kita lakukan untuk pertama kalinya? Mengeluh! Ya, itulah kebiasaan buruk yang terus kita ulang-ulang tanpa kita sadari bahwa keluhan itu justru yang membuat kita semakin capek. Karena sebenarnya yang membuat capek itu bukan apa yang sedang kita kerjakan, tetapi apa yang kita tidak kerjakan padahal kita harus kerjakan. Oleh karena itu, kita harus bergerak cepat dan tepat dalam menyelesaikan suatu pekerjaan.

3.Waktu Tidak Berjalan Mundur

Kita semua hidup di dunia nyata, dan bukan berada di dalam dunia animasi semacam Doraemon yang bisa kembali ke masa lalu dengan mesin waktunya. Ingat, waktu tidak berjalan mundur, ia selalu bergerak maju, oleh karena itu kita harus gerak cepat mengambil semua kesempatan yang ada. Jangan sampai apa yang kita lewatkan kemudian akhirnya kita sesali di masa depan.

4.Berkarya Selagi Mampu

Erros Djarot, seorang seniman senior pernah mengatakan, “Berkaryalah selagi mampu, Kamu tak pernah tahu kapan waktu akan menelanmu.” Manusia hidup pastilah harus berkarya dan memanfaatkan potensi yang ada, karena dengan karyanya itulah seseorang akan dikenal sebagai seorang manusia, entah itu berkarya dalam karirnya, keluarganya, atau masyarakatnya. Akan tetapi manusia seringkali mengatakan menyia-nyiakan kesempatan untuk berkarya demi mendapatkan waktu untuk bersantai ria, hingga tak terasa waktu bergulir dan menelan kita tanpa kita mampu mencegahnya.

5.‘Seandainya’ itu Bukan Solusi

Pernahkah kita mengatakan “Seandainya dulu aku ikut lomba itu pasti aku akan menang.” Atau “Seandainya aku dulu tidak malas kuliah, tentunya aku tidak akan jadi mahasiswa abadi di kampus.” Begitulah, banyak kata ‘seandainya’ yang sering kita ucapkan sebagai refleksi penyesalan karena kita tidak bergerak cepat dalam mengerjakan sesuatu atau mengambil sebuah peluang yang ada. Ingat, sisa usia yang ada harus digunakan dengan berkarya, bukan dengan ungkapan-ungkapan penyesalan. “You don’t wanna spend your entire life with ‘what if’ question”.

Demikian tulisan saya mengenai gerak cepat dalam meraih peluang yang ada dan gerak cepat dalam menyelesaikan sebuah tanggung jawab. Semoga bermanfaat dan dapat mengubah persepsi kita mengenai bagaimana kita harus bersikap dan bergerak cepat demi hidup yang lebih baik. (*)

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun