Mohon tunggu...
Richad Ade Sastra
Richad Ade Sastra Mohon Tunggu... Petani - Mahasiswa

FST UNAIR

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Tesla Bukan Satu-satunya Solusi untuk Indonesia

26 Februari 2021   10:44 Diperbarui: 2 Maret 2021   20:23 1400
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pengaturan pembatasan emisi karbon sudah tidak menjadi rahasia publik lagi. Deklarasi besar telah dilakukan oleh dunia ketika dibubuhkannya komitmen bersama dalam menjaga emisi gas karbon bumi dalam perjanjian Paris (Paris Agreement) pada 22 April 2016 yang lampau. 

Tak bisa dipungkiri lagi bahwasannya adanya emisi gas karbon begitu memengaruhi jalannya kehidupan manusia di bumi, tepatnya pada perubahan iklim yang ada di dunia di masa mendatang. 

Selain membuat lapisan ozon semakin menipis dan berlubang, keberadaan emisi karbon juga tidak baik bagi kesehatan manusia. Emisi karbon sendiri didapat dari aktivitas kehidupan manusia sendiri, antara lain yaitu aktivitas industri hingga yang paling besar adalah bidang transportasi dengan bahan bakar fosil hidrokarbonnya. 

Transportasi memang sudah menjadi kebutuhan pokok di masa yang serba penuh dengan mobilisasi ini. 

Penggunaan transportasi merupakan salah satu penyumbang emisi karbon terbesar dengan pembakaran bahan bakar minyak dari fosil yang menghasilkan karbonmonoksida pada umumnya (pembakaran tidak sempurna).

Akselerasi kemajuan teknologi cukup deras pada masa millennium saat ini. Salah satunya adalah penerapan teknologi yang ramah dengan lingkungan (Green Energy), yang memang bermuara pada pengurangan produksi emisi karbon. 

Banyak inovasi yang telah ditawarkan oleh berbagai macam lapisan masyarakat, mulai dari lembaga penelitian, kampus, komunitas, LSM hingga aktivis perorangan. 

Kegiatan pemantik berbasis pembaruan teknologi ramah lingkungan pun sudah banyak diselenggarakan baik untuk kelas mahasiswa hingga umum untuk masyarakat secara luas dan Indonesia menjadi salah satu Negara yang serius untuk memerangi emisi karbon. 

Salah satu program yang tersohor dan kemudian diangkat menjadi sebuah rancangan produk hukum oleh pemerintah RI adalah Rancangan Undang-Undang Energi Terbarukan (RUU EBT) yang pada rencananya akan disahkan pada akhir tahun 2021 mendatang. 

EBT merupakan salah satu inovasi yang diharapkan mampu menekan produksi gas karbon yang dihasilkan dari berbagai macam sektor di Indonesia. Banyak yang mewacanakan bahwa target konkrit pemerintah RI adalah mencapai bauran EBT sebesar 25% pada kurun waktu 4 tahun kedepan (2025). 

Pada teknisnya, EBT bisa meliputi banyak hal antara lain pemanfaatan geothermal, tenaga surya, bahan bakar nabati hingga penggunaan kendaraan bertenaga listrik (batrei). 

Sejalan dengan hal tersebut, Indonesia tentu didahapkan dengan banyak pilihan dan prioritas yang tepat dalam pengembangan EBT, tentunya dengan menyesuaikan keberadaan sumber daya yang dimiliki.

Awal tahun 2021 memunculkan sejumlah topik diskusi yang menarik, dan salah satunya adalah tagline "Tesla dan Elon Musk lebih memilih India ketimbang Indonesia". 

Ya, siapa yang tak kenal dengan Musk? Sosok yang cukup mencuat dengan berbagai macam inovasinya di bidang sains dan teknologi. Tokoh yang dikenal dengan perusahaan Tesla dan SpaceX ini selalu menawarkan inovasi yang banyak memperbaiki permasalahan masyarakat yang ada di dunia. 

Terbaru, adalah tawaran kerja sama pemerintah RI dengan Tesla milik Elon Musk untuk mendirikan perusahaan mobil listrik yang berbasis batrei nikel di Indonesia. 

Proyek ini bisa dibilang sangat strategis melihat sumber daya nikel yang cukup melimpah di Indonesia. Dilansir melalui Badan Geologi KESDM pada Oktober 2020 lalu, Indonesia menempati peringkat pertama produsen nikel di dunia dengan produksi sekitar 800 ribu ton dengan kemudian diikuti oleh Filipina dan Rusia di peringkat kedua dan ketiga dengan masing-masing jumlah produksi sebesar 420 ribu ton dan 270 ribu ton.

Tesla memang menjadi perusahaan yang mencuat dengan teknologi batrei lithium sebagai penampung energi khususnya untuk digunakan pada mobil listrik. 

Indonesia menjadi salah satu Negara yang juga punya tanggung jawab besar dalam mereduksi emisi gas karbon, dan salah satu langkah yang menjadi opsi pemerintah adalah bekerja sama dengan perusahaan yang memiliki basis produksi mobil listrik. 

Wacana untuk menerapkan kendaraan listrik tentu sudah tak pertama kali naik daun di Indonesia, pasalnya pada 2016 silam juga pun pernah keluar wacana penggantian kendaraan berbahan bakar fosil dengan mesin konverter listrik. 

Pada kesempatan dua tahun yang lalu juga Indonesia sempat berpeluang besar untuk bekerja sama dalam pengadaan teknologi kendaraan berbasis listrik, tetapi terkendala karena tidak dipunyainya industri lithium untuk mengolah batrei sebagai sumber penyimpan energi, kemudian dilanjutkan pada 2021 ini.

Melalui data KESDM Indonesia bermaksud untuk kembali melakukan "bargain" inovasi teknologi kendaraan listrik dengan menawarkan kelimpahan nikel sebagai alternatif penunjang batrei penyimpan energi. 

Pada akhirnya Indonesia melalui kemenko maritim dan investasi mencoba menggaet Elon Musk dengan Tesla untuk mengembangkan proyek pendirian pabrik batrei penyimpan energi untuk kendaraan listrik. 

Tetapi rilis mengejutkan diterima rentan tanggal 19-21 Februari yang sontak mengejutkan banyak pengamat energi juga, bahwa Tesla yang digadang-gadang akan segera meletakkan tiang pancang proyek pabrik batrei berbasis nikel malah merilis bahwa akan segera berlabuh ke India untuk mengerjakan investasi yang sama. 

Sungguh amat menggelitik sekali, ditambah nyinyiran netizen yang menyatakan bahwa India lebih menarik ketimbang Indonesia untuk ditanami investasi hehe.

Tetapi satu hal yang perlu digaris bawahi bersama, yaitu inkonsistensi Indonesia dalam mengupayakan bauran EBT secara nasional. Pasalnya, pada kesempatan yang tak lama dari trending Tesla, adalah suksesnya perusahaan plat merah menemukan bahan bakar berbasis nabati dan mampu diproduksi secara massal bahkan teknologi penunjangnya juga yang menemukan adalah anak bangsa sendiri. 

Iya, siapa yang tak kenal dengan inovasi Green Diesel (D100) pada kesempatan yang lalu sempat menggemparkan jagad, karena dibuat asli dengan tangan anak bangsa sendiri pula dengan sumber daya alam (sawit) milik tanah Indonesia sendiri. 

Berbincang tentang energi terbarukan, seharusnya Indonesia adalah Negara yang sangat ditakuti karena keberadaan agro resources yang begitu melimpah. Telah banyak bukti konkrit perkembangan EBT yang berbasis nabati seperti biodiesel (B30), Green Diesel (D100), Biogassoline, hingga Bio Avtur. 

sumber: mobecls.com
sumber: mobecls.com
Mayoritas bahan yang digunakan adalah Crude Palm Oil (CPO) dari kelapa sawit dan Bioethanol yang didapatkan dari limbah pabrik gula (tebu). Cukup jelas bahwa potensi agraris Indonesia sangat bisa dikembangkan untuk menekan emisi karbon yang menjadi musuh bersama. 

Kemudian adalah teknologi proses (kilang) yang dimiliki, Indonesia sendiri pula melalui insan akademika di Perguruan Tinggi yang mencetuskan teknologi katalis merah putih, yaitu teknologi yang digunakan untuk mendapatkan bahan bakar nabati berbasis minyak kelapa sawit. 

Secara efektifitas emisi memang bisa dikatakan kendaraan berbasis listrik sangat nihil risiko emisi karbon, tetapi ketika kita cermati bersama ke belakang, maka dengan dilakukannya transformasi kendaraan berbasis listrik maka akan menuntut PLTU untuk mengepul lebih ugal lagi, dan kemudian batu bara yang akan menjadi komoditas yang hilang terkikis padahal kita semua mengetahui bahwa batu bara merupakan resources yang tak terbarukan. 

Begitulah mungkin ketika inkosistensi tetap dimiliki pemerintah dan semua stakeholder bangsa, seharusnya Tesla bukan satu-satunya solusi untuk Indonesia, tetapi bagaimana kita mengembangkan apa yang lebih berpotensi dan kiranya lebih memberikan efek postiti bagi bangsa secara menyeluruh. Semoga bermanfaat.

Sumber :

Katadata.co.od

ESDM.go.id

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun