Mohon tunggu...
Richa AbrilliaAlmaliki
Richa AbrilliaAlmaliki Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Brawijaya

Seni Budaya

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Peran Suami dalam Fenomena Baby Blues

17 Oktober 2023   14:46 Diperbarui: 18 Oktober 2023   09:48 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Melahirkan merupakan proses yang tidak mudah bagi setiap ibu. Tidak jarang, dijumpai beberapa ibu mengalami perubahan emosional setelah melahirkan. Fenomena tersebut biasa dikenal dengan istilah baby blues syndrome.

Menurut Saleha (2009), baby blues syndrome atau postpartum blues merupakan suatu gangguan psikologis sementara yang ditandai dengan memuncaknya emosi pada minggu pertama setelah melahirkan. Baby blues syndrome umumnya memuncak pada hari ke tiga sampai hari ke lima setelah melahirkan dan dapat berlangsung hingga dua minggu. Ibu yang menderita baby blues syndrome akan mengalami perubahan emosional seperti marah, menangis, tersinggung, gelisah, dan yang paling sering dijumpai adalah perasaan cemas serta sedih yang berlebihan.

Menurut data yang dikutip dari World Health Organization, sebanyak 50℅ hingga 70℅ ibu di Indonesia mengalami baby blues syndrome setelah melahirkan. Selain itu, Maria Ekowati, ketua komunitas perempuan dari Wanita Indonesia Keren (WIK) juga mengungkapkan jika kasus baby blues syndrome di Indonesia menempati urutan ketiga di Asia. Dari data-data di atas dapat disimpulkan jika kasus baby blues syndrome di Indonesia sangat tinggi, tingginya kasus baby blues syndrome  memunculkan pertanyaan mengapa fenomena itu sering terjadi?
 
Baby blues syndrome umumnya disebabkan karena perubahan hormon setelah melahirkan serta ibu yang mengalami kelelahan akibat mengurus bayi seorang diri. Sudah menjadi rahasia umum di Indonesia jika pasca melahirkan, ibu akan dituntut untuk menjaga bayinya seharian penuh.Tidak tanggung-tanggung jika bayi sedang sakit, haus, rewel, atau sedang lapar, bahkan dimalam hari pun, ibu juga yang akan menjadi orang pertama untuk mengurus sang bayi. Belum lagi masalah pekerjaan rumah, beruntung jika sang suami cukup dalam hal materi, maka ibu akan sedikit terbantu dengan adanya jasa dari asisten rumah tangga. Akan tetapi, sebaliknya jika sang suami tidak cukup dalam hal materi atau bahkan cukup namun keluarga tidak mengizinkan memakai jasa orang lain, maka ibu sendirilah yang akan turun tangan untuk mengerjakan pekerjaan rumah sekaligus mengurus bayi.

Lalu, dimanakah peran dan tanggung jawab suami? Di Indonesia, budaya patriarki masih sangat kental. Banyak diantara kita tau fenomena ini dapat terjadi karena sosok suami yang masih dianggap sebagai otoritas utama dalam keluarga. Suami dianggap sudah mengemban perannya dalam menafkahi keluarga sehingga tidak perlu lagi ikut serta dalam mengurus bayi. Mengurus bayi seolah-olah sudah melekat dalam diri ibu, bukan semata-mata karena sudah melahirkan, ibu pula yang harus bertanggung jawab pada bayi seorang diri. Padahal, ibu juga perlu merawat dirinya sendiri untuk memulihkan tubuh pasca melahirkan. Apalagi jika baru pertama kali memasuki fase kehamilan dan melahirkan, ibu masih sangat membutuhkan arahan dan bantuan dari lingkungan sekitar. Ibu juga perlu menyesuaikan dirinya dengan perubahan yang ada. Peran suami sangat dibutuhkan agar ibu tidak mengalami ketegangan fisik dan mental. Suami bisa memberikan dukungan pada si ibu lewat keikut sertaannya dalam mengurus bayi. Selain itu, suami juga bisa menjadi pendengar yang baik bagi sang istri untuk mencurahkan segala keluhan dan isi hati selama hamil dan melahirkan.

Baby blues syndrome tidak menyerang semua ibu pasca melahirkan. Namun, baby blues syndrome bukanlah sesuatu yang bisa dianggap sepele dan perlu diwaspadai. Apabila ibu mulai menunjukkan gejala yang merujuk pada baby blues syndrome,  maka keluarga, terlebih lagi suami harus segera bertindak dan memeriksakan kondisi ibu ke dokter terkait, karena jika seorang perempuan yang sudah mengalami baby blues  tidak diberikan dukungan sosial yang cukup dari orang-orang terdekatnya, maka tahap ini akan terus berlanjut menjadi depresi bahkan dapat mencapai tahapan psikotik, yaitu membunuh bayinya tanpa sadar (Susanti, 2016).

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun