Mohon tunggu...
Ricardo Nanuru
Ricardo Nanuru Mohon Tunggu... pegawai negeri -

simple man..

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Meretas Jalan Damai (Ambon Update, Selasa, 13/09/11 – Rabu, 14/09/11)

15 September 2011   12:21 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:56 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setibanya di Ambon, segera saya bergabung kembali dengan rekan-rekan yang telah menyelesaikan percakapannya dengan rekan peneliti dari Jakarta. Kami telah bersepakat untuk kembali melakukan pertemuan “provokasi damai” di wilayah lain hari itu; dan tempat yang kami pilih adalah warung ikan bakar yang berderet sepanjang daerah sekitar Ambon Plaza. Disana saya temukan beberapa teman wartawan telah bergabung untuk mewawancarai kami, maupun untuk mengklarifikasi beberapa data yang mereka miliki. Percakapan lepas diselingi wawancara berlangsung santai, diselingi joke-joke khas Maluku yang membuat suasana semakin mengasyikan. Selain melanjutkan klarifikasi issue dan data-data lain, kami secara serius membicarakan model intervensi bagi beberapa wilayah pinggiran yang tidak terimbas konflik, namun yang memiliki tingkat ketegangan tinggi diantara masyarakatnya. Wilayah-wilayah itu antara lain di sekitar Poka, Rumah Tiga, Wayame dan Kota Jawa. Dirasa perlu untuk melakukan intervensi program di wilayah-wilayah ini, dengan mempertimbangkan percampuran masyarakat lintas agama yang tinggal disitu. Akhirnya kami tiba pada kesepakatan untuk membuat design program dalam waktu beberapa hari ke depan, serta mengupayakan pembiayaannya. Lembaga Antar Iman Maluku (LAIM) diharapkan membuat design intervensinya dengan didukung oleh teman-teman lainnya.

Selepas makan bersama, kami memutuskan untuk melanjutkan percakapan di kantor Litbang GPM, dengan mengajak lebih banyak teman lainnya. Beberapa teman telah lebih dahulu menunggu disana ketika kami tiba. Percakapan dimulai setelah kami menonton display foto-foto suasana konflik pada beberapa wilayah di Kota Ambon. Kumpulan foto-foto ini diperoleh dari teman-teman lintas agama, yang mengabadikan setiap peristiwa konflik dari sudut-sudut pengambilan gambar yang berbeda. Dengan begitu kami memperoleh gambaran yang cukup utuh, baik dari sudut pandang wilayah Muslim maupun Kristen, disaat terjadinya benturan masa sejak konflik pada hari Minggu lalu. Berdasarkan kajian foto kami melakukan analisa lanjutan dan berbagi pengalaman bersama tentang peristiwa demi peristiwa pada komunitas kami masing-masing. Tak terkesan ada informasi yang disembunyikan. Semua rekan mengemukakan versi ceritanya terhadap peristiwa yang sama dari sudut pandang yang berbeda.

Beberapa orang diantara sahabat-sahabat Kristen kami yang hadir dalam percakapan dimaksud, adalah mereka yang juga korban pembakaran rumah, dan yang saat ini turut mengungsi bersama keluarganya. Menariknya, tak terkesan sedikitpun dendam atau kemarahan berlebihan yang mendistorsi jalannya percakapan kami; bahkan teman-teman yang menjadi korban ini turut memberikan sumbangan pemikiran, dan ide-ide konstruktif untuk mengembangkan dialog dan perdamaian. Sementara itu teman-teman Muslim dengan gamblang mengemukakan analisa-analisanya, sambil saling melengkapi detail data dengan teman-teman Kristen. Sesekali percakapan kami terpotong dengan telpon atau SMS yang meminta klarifikasi terhadap issue-issue yang berkembang. Salah satu issue yang sempat kami klarifikasi malam ini adalah beredarnya informasi di kalangan warga Kristen daerah Talake, bahwa salah seorang pengendara sepeda motor beragama Kristen yang mencoba melintasi wilayah Waihaong, kemudian terjatuh dan dibantai disana oleh komunitas Muslim Waihaong. Segera setelah menerima SMS itu, teman-teman Muslim melakukan klarifikasi ke Waihaong dan memperoleh informasi bertentangan. Menurut teman-teman di Waihaong, adalah benar bahwa ada seorang pengendara motor yang terjatuh disitu, namun ia diselamatkan segra oleh aparat keamanan yang bertugas disitu. Selanjutnya ia diantar pulang tanpa bersentuhan dengan satupun warga Muslim Waihaong. Informasi ini kemudian diteruskan kembali kepada komunitas warga Kristen Talake, dan mereka menerimanya dengan sukacita.

Percakapan berlangsung terus dengan penuh semangat tentang berbagai peristiwa yang terjadi. Rekan-rekan Muslim dengan gamblang bercerita bagaimana mereka berhasil mengidentifikasi dan menemukan salah seorang pemuda Muslim yang melakukan provokasi di media sosial FB. Sementara itu teman-teman Kristen mengemukakan kecurigaan mereka terhadap beberapa pemuda Kristen yang disinyalir turut memprovokasi masyarakat untuk berkonflik. Berdasarkan percakapan yang terjadi, kami menyepakati untuk merevisi struktur tabel pendataan kronologis kejadian, dimana setiap rekan diminta mengisinya dari hari ke hari. Dengan begitu kami bisa dilengkapi dengan sejumlah data yang cukup otentik, untuk melakukan analisa lanjutan secara bersama.

Selain mendiskusikan format pendataan, kami membicarakan juga pengembangan dinamika berbagai kelompok yang teridentifikasi melakukan upaya-upaya “provokasi perdamaian.” Bila memungkinkan, kami merencankan untuk menganyam kelompok-kelompok ini melalui beberapa kegiatan; namun salah satu persoalan yang kemudian muncul adalah bagaimana kami membiayai proses-proses bersama ini, apabila kegiatan-kegiatan ini memiliki konsekwensi pembiayaan. Sejauh ini, semua kami bekerja secara sukarela berdasarkan idealisme dan keterpanggilan setiap teman untuk membangun perdamaian. Menyadari tantangan ini, teman-teman lalu menyepakati bahwa kami perlu membatasi diri dulu, dengan melakukan kegiatan-kegiatan yang tidak memiliki konsekwensi pembiayaan. Dengan begitu intensitasnya bisa terjaga tanpa harus menggantungkan diri pada pembiayaan. Diakhir percakapan malam ini, kami meminta salah satu teman peneliti, yang datang dari Salatiga, untuk melakukan sedikit pembedahan terhadap dinamika dialog lintas agama, serta pemetaan ideologi kelompok-kelompok konservatif agama. Percakapan pada sesi terakhir ini menarik karena teman peneliti (yang sedang melakukan penelitian tentang konflik Maluku bagi disertasi doktornya) ini mengemukakan beberapa hasil penelitiannya, yang diantaranya memperhadapkan kami dengan fakta, bahwa kapasitas dialog dan apresiasi lintas agama di Maluku masih berada pada level yang rendah. Banyak orang bisa dengan gamblang memperlihatkan sikap toleran, dan respek yang tinggi terhadap kemajemukan agama, bilaman ia hadir dalam ruang publik. Sebaliknya ketika ia kembali ke ruang private, ia menjadi orang-orang yang sangat konservatif dan intoleran. Suatu fakta yang tentunya menarik, dan menjadi tantangan bersama, bagi teman-teman yang sungguh-sungguh bekerja bagi perdamaian dan dialog lintas agama di Maluku saat ini. Dalam percakapan ini kami juga secara gamblang mengulas fenomena berkembangnya radikalisasi agama di Ambon dan sekitarnya diantara kelompok-kelompok anak muda. Hal yang sangat menantang tentunya untuk disikapi.

Percakapan hangat kami malam itu terputus dengan ketukan pintu yang terdengar beberapa kali. Ternyata setelah dibuka, kami menemukan Wakil Walikota/wawali Ambon dan beberapa temannya telah berdiri disitu. Mereka kami persilahkan masuk dan bergabung dalam percakapan bersama, sehingga kami bisa juga mengetahui sikap dan strategi pemerintah Kota Ambon untuk menangani konflik ini. Percakapan bersama wawali dan teman-temannya berlangsung lebih kurang 45 menit sebelum mereka meninggalkan ruang. Kami menyepakati untuk melakukan tanggung jawab kami masing-masing dan bersinergi untuk meningkatkan dinamika perdamaian di Kota Ambon. Satu hal yang digaransi wawali malam ini, bahwa ia telah mencoba “mengunci” pemain-pemain lokal lama konflik Maluku, untuk tidak melibatkan diri dalam dinamika konflik saat ini; namun yang dikhawatirkan bilamana kelompok-kelompok dari luar Maluku berdatangan ke Ambon, dan kembali meningkatkan militansi konflik. Terhadap kekhawatiran itu, pemerintah kota telah mengambil sikap untuk melaklukan razia identitas secara ketat terhadap semua pendatang yang memasuki Ambon saat ini. Tentunya kami berharap langkah ini bisa membuahkan hasil yang baik untuk mereduksi dinamika konflik, dan mengembangkan dinamika damai secara maksimal. Sebelum meninggalkan ruang, kami bersepakat untuk meningkatkan koordinasi bersama terkait upaya-upaya damai yang dilakukan pihak pemerintah Kota Ambon.

Seluruh percakapan diselesaikan sekitar jam 11pm, sebelum teman-teman Muslim kembali ke rumah masing-masing. Sementara teman-teman Kristen memutuskan untuk begadang semalaman dan mengisi tabel kronologis, atau juga melakukan “provokasi damai” secara online. Saat update berita ini diselesaikan pada jam 7am, 15/09/11, beberapa teman sudah tergeletak tidur beralaskan bangku, atau bahkan melonjorkan badan di lantai seadanya. Kasur mereka adalah mimpi indah tentang merebaknya perdamaian yang langgeng bagi Ambon dan Maluku.

Apa yang kami lakukan secara strategis sesungguhnya merupakan hal sangat sederhana yang kerap dilupakan banyak orang. “Provokasi Perdamaian” dilakukan dengan memanfaatkan “jaringan pertemanan” yang digandakan, dan diperbesar lingkarannya dari hari ke hari. Pertemanan individu digandakan dengan harapan terjadinya pertemanan kelompok. Kami menyadari bahwa pertemanan yang tulus tak membutuhkan banyak duit. Begitu pula tak diikat oleh agenda-agenda politik, atau bertujuan mencari keuntungan-keuntungan tertentu dibalik setiap kegiatan bersama. Militansi pertemanan menjadi semakin kokoh, ketika disadari bersama bahwa di dalam membangun relasi pertemanan setiap orang harus saling menyelamatkan. Konflik adalah tantangan besar yang akan menghancurkan pertemanan kami, bilamana tak dikelola dengan baik. Dengan sendirinya mengelola konflik secara strategis, merupakan upaya saling menjaga diantara teman, demi keselamatan bersama ke depan. Begitulah yang kami lakukan dengan sadar, sambil berharap dengan sungguh-sungguh, bahwa upaya-upaya kecil ini bisa mentransformasikan energi negatif konflik menjadi energi positif damai. Semoga teman-teman tetap bertahan untuk mengelola hal-hal kecil ini dengan konsisten dalam suatu proses panjang, sambil memanen sukacita moral disaat jalan perdamaian mulai teretas.

Jacky Manuputty

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun