Mohon tunggu...
Ricard Radja
Ricard Radja Mohon Tunggu... -

karyawan swasta, peduli pada masalah sosial, tinggal di Kupang\r\n

Selanjutnya

Tutup

Politik

Papua bukan Timor Timur

4 Mei 2012   19:22 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:42 2765
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berdirinya Timor Leste (yang dulunya bernama Timor Portugis, kemudian menjadi Timur Timur) menjadi sebuah negara baru yang berdaulat tahun 2000 lalu, sedikit banyak ikut memotivasi para aktivis Papua untuk terus ‘memerangi’ kebijakan-kebijakan Pemerintah RI yang bertujuan memacu pertumbuhan dan kemajuan Papua.

Mereka lupa bahwa Papua bukan Timor Timur. Mengapa?

Pertama, Timor Timur adalah jajahan Portugal (Portugis), sedangkan Papua yang dulu bernama West Nieuw Guinea adalah jajahan Belanda. Berdasarkan azas hukum internasional Uti Possedetis Juris, maka Papua otomatis terbebaskan dari daerah jajahan Belanda dan  beralih statusnya menjadi bagian wilayah Republik Indonesia sejak saat kemerdekaan Indonesia diproklamasikan. Karena azas Possedetis Juris mengatur bahwa batas wilayah negara bekas jajahan yang kemudian merdeka, mengikuti batas wilayah sebelum negara tersebut merdeka.

Kedua, berbeda dengan Timor Timur, Papua tidak pernah diinvasi oleh Indonesia atau dikoloni oleh Indonesia. Justru sebaliknya, Indonesia adalah korban kolonial dan karenanya dalam konstitusi Indonesia secara tegas mengutuk dan menuntut penjajahan harus dihapuskan dari muka bumi karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.

Ketiga, ketika Indonesia menggabungkan (integrasi) Timor Timur ke dalam wilayah kedaulatan NKRI, sebagian besar masyarakat dunia menentangnya, sementara integrasi Papua menjadi bagian RI melalui proses diplomasi yang sah.

Belanda yang ingin memisahkan Papua dari NKRI dengan mendeklarasikan Kemerdekaan Papua 1 Desember 1961 (atau 16 tahun setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya dengan wilayah kedaulatan mulai dari Sabang sampai Merauke) tak mampu melawan gempuran kutukan negara-negara Asia-Afrika, hasil diplomasi Republik muda Indonesia.

Agar Belanda tidak kehilangan muka dari Republik muda Indonesia, pada 1962 di PBB disepakati untuk "mengembalikan" Papua di bawah Indonesia, namun menurut persetujuan PBB, masa depan Papua harus ditentukan melalui plebisit penduduknya. Plebisit dimaksud adalah PEPERA (Penentuan Pendapat Rakyat) yang dilaksanakan tahun 1969 oleh sebuah badan netral (UNTEA) dibawah pengawasan langsung PBB. Hasil akhir Pepera, masyarakat Papua memilih bergabung dengan NKRI.

Hal yang samapun berlaku dalam kasus Timor Timur. Plebisit atau Referendum di bekas provinsi ke-27 Indonesia itu dilaksanakan oleh UNTAET di bawah pengawasan langsung PBB. Mayoritas masyarakat Timor Timur memilih Merdeka, dan Indonesiapun menghormatinya.

Rasa hormat yang sama juga ditunjukan Indonesia dalam kasus Papua. Kendati sejak 1 Mei 1963 secara resmi Papua telah bergabung kembali dengan NKRI, namun Pemerintahan tetap berada di bawah kendali pemerintahan sementara UNTEA. Secara simbolis hal itu ditunjukkan dengan pengibaran bendera Merah Putih berdampingan dengan bendera UNTEA.

Baru setelah hasil PEPERA disahkan oleh Majelis Umum PBB dengan Resolusi No. 2504 tanggal 19 November 1969, bendera UNTEA diturunkan. Ini adalah simbol bahwa pemerintahan efektif di Papua sejak saat itu telah diserahkan sepenuhnya oleh PBB kepada Pemerintah Indonesia.

Singkat cerita, integrasi Papua kembali ke pangkuan NKRI, sudah FINAL. Jika masih ada aktivis Papua yang mempersoalkannya, dan mengatakan bahwa PEPERA ilegal,itu hanya ekspresi kecewa mereka lantaran melihat pembangunan di kampung halamannya masih jauh tertinggal ketimbang daerah-daerah lainnya di bumi Nusantara ini.

Mudah-mudahan UP4B bisa bekerja maksimal untuk membenahi kesalahan di masa lalu dalam mengejawantahkan kebijakan Otonomi Khusus untuk mensejahterakan masyarakat Papua.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun