Ketiga adalah mengembangkan arsitektur hijau. Prinsip arsitektur hijau tidak hanya menonjolkan artistik semata, melainkan juga fungsi ekologisnya. Beberapa bentuk arsitektur bangunan yang dapat dipertimbangkan seperti atap rumah yang cerah, atap dilapisi tumbuhan, penggunaan pagar dengan tanaman, dan lainnya.
Keempat adalah meningkatkan aksesibilitas dan utilitas ramah lingkungan. Kawasan permukiman padat perlu diupayakan terpenuhinya jaringan jalan masuk yang memadai, karena akan berguna banyak ketika misalnya terjadi kebakaran. Jalan juga semestinya dilengkapi dengan tanaman perindang, sarana drainase, dan peresapan air hujan. Pada lingkungan rumah dan permukiman juga dilengkapi fasilitas limbah komunal, tempat sampah dengan pemilahan, tamanisasi, dan lainnya.
Gambaran upaya peremajaan di atas hanya tinggal konsep di atas kertas saja, jika dalam palaksananaan tidak dilakukan secara terpadu. Kebijakan pemerintah saja tidak cukup, meskipun kemauan politis pemerintah serta penegakan hukum menjadi ujung tombaknya. Yang paling mendasar perlu dijiwai dengan pemberdayaan sosial budaya. Semua hendaknya dilakukan melalui partisipasi masyarakat.
Salah satu pendekatan partisipatif yang dapat dilakukan adalah konsep pembangunan berbasis masyarakat (community-based development). Pembangunan berbasis masyarakat dapat dimaknai sebagai co-management (pengelolaan bersama), yakni pembangunan yang dilakukan oleh masyarakat bersama-sama dengan pemerintah setempat. Tujuannya untuk melibatkan masyarakat lokal secara aktif dalam pembangunan.
Pengembangan masyarakat (community development) adalah suatu upaya perubahan terencana (planned change) yang dilakukan secara sadar dan sungguh-sungguh melalui usaha bersama masyarakat untuk memperbaiki keragaan sistem kemasyarakatan (Chambers, 2006). Arah perubahan akan sesuai dengan kesepakatan yang telah dirumuskan bersama. Pada intinya instrumen yang digunakan dalam community development adalah pemberdayaan (empowerment). Partisipasi yang tinggi terhadap pembangunan akan menimbulkan rasa ikut memiliki dari masyarakat atas semua sumber daya yang bersifat open acces dan common property di lingkungannya.
Pendekatan partisipatif perlu ditempuh karena masyarakat lokal adalah orang-orang yang paling tahu kondisi sosial budaya setempat. Setiap kegiatan pembangunan harus memperhatikan nilai-nilai sosial budaya pembangunan. Setiap langkah keputusan perencanaan harus mencerminkan keaktifan masyarakat lokal yang ikut terlibat di dalamnya. Pelibatan masyarakat sejak awal akan lebih menjamin kesesuaian program pengembangan dengan aspirasi masyarakat karena adanya rasa memiliki yang kuat. Konsep pendekatan ini akan menjamin tingkat keberlanjutannya.
Orientasi penyejahteraan masyarakat juga mesti dititikberatkan tanpa mengorbankan kelestarian lingkungan. Pelestarian lingkungan kota dapat diupayakan agar menggerakkan sektor-sektor perekonomian. Apabila ini dilakukan secara sistematis dan terpadu, bukan hal yang sulit kiranya untuk memenuhi target nasional terbebas dari kawasan kumuh pada tahun 2020 nanti.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H