Mohon tunggu...
Ribut Lupiyanto
Ribut Lupiyanto Mohon Tunggu... Konsultan - Pecinta Lingkungan dan Keadilan

Pecinta Lingkungan dan Keadilan I @ributlupy I www.lupy-indonesia.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Revitalisasi Kota Yogyakarta

6 Oktober 2014   19:36 Diperbarui: 17 Juni 2015   22:10 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Dalam rangka mangayubagya HUT Ke-258 Kota Yogyakarta sekaligus memperingati Hari Habitat Sedunia di setiap hari Senin pertama bulan Oktober, berikut saya tampilkan kembali uneg-uneg sederhana saya. Tulisan ini juga pernah dimuat di KORAN MERAPI Edisi 4 September 2014:

Yogyakarta terus menerima otokritik terkait kualitas kenyamanan perkotaan yang semakin menurun. Bukti terbaru adalah gagalnya Kota Yogyakarta mempertahankan posisi teratas sebagai kota nyaman untuk ditinggali (Indonesian Most Livable City Index) tahun ini.

Ikatan Ahli Perencanaan Indonesia (IAP) meliris daftar kota di Indonesia yang dianggap nyaman untuk ditinggali (Indonesian Most Livable City Index) tahun 2014 antara lain Balikpapan, Yogyakarta, Malang, Yogyakarta, Makasar, Palembang, dan Bandung. Hasil ini merupakan tamparan keras mengingat dalam dua periode sebelumnya Yogyakarta selalu menjadi juara.

Kota Yogyakarta penting segera berbenah dengan target selanjutnya dapat kembali menempati peringkat pertama. Jika perbaikan tidak terus dilakukan dan kalah dengan dinamika permasalahan, maka nasib kurang baik akan terus menimpa dan terus terpuruk.

Salah satu upaya perbaikan kualitas perkotaan adalah dengan revitalisasi, khususnya permukiman. Revitalisasi pada hakekatnya merupakan proses yang terintegrasi antara pemberdayaan kekuatan-kekuatan sosial, kekuatan-kekuatan ekonomi dan kekuatan-kekuatan lingkungan fisik dalam menunjang kehidupan masyarakat. Karakteristik suatu kawasan akan sangat menentukan konsep, strategi dan bentuk penanganan dalam revitalisasi (Yunus, 2006). Secara umum, revitalisasi dapat dilakukan secara vertikal maupun horisontal.

Revitalisasi Kota

Kota Yogyakarta sebagian besar sudah sarat muatan. Daya dukung lahan permukiman di Kawasan Perkotaan Yogyakarta berdasarkan penelitian Brontowiyono dan Lupiyanto (2014) menunjukkan terdapat 41 desa/kelurahan (60,60%) berkategori aman bersyarat dan 11 desa/kelurahan (16,67%) sudah defisit.

Salah satu penyikapan melalui revitalisasi vertikal adalah mengembangkan rumah susun. Prioritas penanganan dapat diarahkan pada kawasan-kawasan kumuh yang dapat diakses oleh kaum miskin kota.

Beberapa pertimbangan dalam memilih lokasi rumah susun dintaranya adalah tidak melanggar tata ruang (seperti bebas dari penetapan garis sempadan sungai), kemungkinan mendapat sinar matahari sangat besar, dekat dengan fasilitas umum lingkungan, serta mendapatkan nilai efisensi yang besar dalam penggunaan lahan.

Jenis rumah susun yang dapat dipilih antara lain rumah susun sistem sewa (rusunawa) atau rumah susun hak milik (rusunami). Rusunami lebih direkomendasikan, karena akan lebih optimal pencapaian misi perbaikan kawasan permukiman. Dengan rusunami, rumah-rumah yang semula didiami warga dapat dikembangkan sebagai ruang terbuka hijau (RTH) atau fungsi konservasi lain.

Guna mendukung revitalisasi vertikal perlu pula dilakukan revitalisasi horisontal, yakni dengan penataan lingkungan biofisik.

Revitalisasi horisontal diarahkan untuk meningkatkan kualitas lingkungan dan mendukung terciptanya kualitas kehidupan yang lebih baik. Akan lebih optimal jika dilakukan bersama-sama dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari revitalisasi vertikal. Beberapa prinsip perlu diperhatikan dalam penataan horisontal.

Pertama adalah membatasi, bahkan hingga melarang penambahan bangunan baru. Pembatasan ini hendaknya dilakukan dengan proses pendidikan masyarakat secara terus menerus. Disamping itu perlu ditegakkan peraturan sebagai instrumen pengendali pembangunan, misalnya Izin Mendirikan Bangunan (IMB).

Kedua adalah meningkatkan kualitas dan kuantitas ruang terbuka. Ruang terbuka mesti dipahami sebagai aset yang bernilai tinggi bagi kehidupan. Ruang ini dapat diwujudkan dalam bentuk ruang kehidupan sosial, misalnya ruang terbuka untuk berkumpul dan bermain atau sebagai instrumen mekanisme alam dalam menjaga kualitas lingkungan, misalnya ruang terbuka hijau.

Ketiga adalah mengembangkan arsitektur hijau. Prinsip arsitektur hijau tidak hanya menonjolkan artistik semata, melainkan juga fungsi ekologisnya. Beberapa bentuk arsitektur bangunan yang dapat dipertimbangkan seperti atap rumah yang cerah, atap dilapisi tumbuhan, penggunaan pagar dengan tanaman, dan lainnya.

Keempat adalah meningkatkan aksesibilitas dan utilitas ramah lingkungan. Kawasan permukiman padat perlu diupayakan terpenuhinya jaringan jalan masuk yang memadai, karena akan berguna banyak ketika misalnya terjadi kebakaran. Jalan juga semestinya dilengkapi dengan tanaman perindang, sarana drainase, dan peresapan air hujan. Pada lingkungan rumah dan permukiman juga dilengkapi fasilitas limbah komunal, tempat sampah dengan pemilahan, tamanisasi, dan lainnya.

Gambaran upaya revitalisasi di atas hanya tinggal konsep di atas kertas saja, jika dalam palaksananaan tidak dilakukan secara terpadu. Kebijakan pemerintah saja tidak cukup, meskipun kemauan politis pemerintah serta penegakan hukum menjadi ujung tombaknya. Yang paling mendasar perlu dijiwai dengan pemberdayaan sosial budaya. Semua hendaknya dilakukan melalui partisipasi masyarakat. (*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun