[caption id="attachment_370989" align="aligncenter" width="624" caption="Sekjen DPP PPP Romahurmuziy bersama sejumlah pengurus harian DPP PPP saat menggelar jumpa pers sebelum Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) III PPP di Hotel Aryaduta, Jakarta, Minggu (14/9/2014). Rapimnas III ini dikuti 35 pengurus harian PPP dan 29 pengurus harian DPW PPP. (kompas.com/dani prabowo)"][/caption]
Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Kubu SDA menyelenggarakan Muktamar Tandingan pada 30 Oktober- 2 November 2014. Sebelumnya Kubu Romi menyelenggarakan Muktamar pada 15-18 Oktober 2014 di Surabaya. Kondisi ini menjadikan PPP berada pada dualisme kepemimimpinan.
Awal konflik PPP adalah ketika menentukan koalisi jelang Pilpres 2014. Surya Dharma Ali (SDA) selaku ketua umum memilih ke Kubu Prabowo, sedangkan Romahurmuzy (Romi) selaku Sekjen dan beberapa pengurus condong ke Kubu Jokowi. Aksi saling pecat sempat terjadi dan akhirnya terjadi kesepakatan islah dengan tetap berpihak ke Koalisi Merah Putih (KMP).
Konflik PPP memuncak dalam pemilihan pimpinan DPR, MPR, alat kelengkapan DPR, serta pengisian kabinet pemerintah baru. Kedua faksi sempat bersepakat membersamai Koalisi Indonesia Hebat (KIH) saat pemilihan pimpinan MPR namun kalah. Dinamika memanas kembali dan puncaknya kini terjadi kepemimpinan ganda. Kondisi ini mengantarkan PPP berada di ujung tanduk perpecahan.
Perjuangan Panjang
PPP yang berdiri sejak 5 Januari 1973merupakan partai tua kaya pengalaman politikdi Indonesia. Tekanan orde baru mampu dilewati dengan baik. Memasuki orde reformasi, PPP mengalami degradasi eksitensi. Jumlah kursi yang didapatkan mengalami penurunan drastis. PPP pada Pemilu 1999 mendapatkan 58 kursi (peringkat 3), Pemilu 2004 mendapat 58 kursi (peringkat 4), Pemilu 2009 mendapat 38 kursi (peringkat 6), dan Pemilu 2014 mendapat 39 kursi (peringkat 8).
Capaian perjuangan PPP tidak bisa dikatakan gagal. Hal ini mengingat kerasnya persaingan kontestasi demokrasi multi partai sejak bergulirnya era reformasi. PPP pernah menempatkan kadernya yaitu Hamzah Haz sebagai Wakil Presiden mendampingi Megawati Soekarno Putri. Setelah itu PPP juga sukses menjadi bagian pemerintahan Presiden SBY selama dua periode.
Survivalitas PPP sejauh ini terbukti baik. Sayangnya kini diuji oleh konflik internal yang mengkhawatirkan. PPP menjadi korban kanibalisme bipolarisasi politik yang menyebabkan praktik tarik ulur dukungan.
Konstelasi tarik ulur dukungan koalisi acap mengarah pada praktik kanibalisme politik. Kanibalisme politik adalah praktik saling memangsa di antara aktor-aktor politik dalam perebutan sumber daya ekonomi-politik, untuk kepentingan melanggengkan kekuasaan atau pertarungan merebut kekuasaan (Alhumami, 2014). Perilaku ini mencerminkan mentalitas primitif, sebagaimana doktrin kuno Herbert Marcuse, yaitu homo homini lupus(man is a wolf to man)-manusia adalah serigala pemangsa manusia lain. Kanibalisme politik dalam konteks koalisi terjadi antar politisi dalam satu parpol atau antar parpol. Saling jegal dan saling hantam berpotensi terjadi jika kesepakatan tidak tercapai.
Fenomena kekinian menunjukkan pembagian kekuasaan tidak hanya di eksekutif atau koalisi pemerintahan, tetapi juga berada di kubu opisisi. Dinamika pemilihan pimpinan DPR dan MPR beberapa waktu lalu membuktikannya. KMP selaku opisisi faktanya adalah mayoritas di parlemen sehingga mampu menguasai pimpinan dan diprediksi hingga alat kelengkapan. Kondisi ini menjadi iming-iming yang semakin memperuncing konflik internal yang terjadi di PPP.
Resolusi Konflik
Konflik parpol yang berujung perpecahan sering menyebabkan terjadinya pendirian parpol baru yang identik dengan label perjuangan. Misalnya saya pecahnya PDI memunculkan PDI Perjuangan (PDIP), PPP sendiri sebelumnya pernah pecah dan memunculkan Partai Bintang Reformasi (PBR), faksi Partai Golkar telah melahirkan Partai Hanura dan Partai Nasdem, konflik PKB melahirkan PKBI, dan lainnya. Potensi perpecahan PPP dan terbentuknya PPP Perjuangan atau partai baru cukup tinggi. Satu-satunya jalan adalah resolusi konflik berbasis islah politik.
Mahkamah PPP yang diketuai KH. Maimun Zubair telah memutuskan bahwa Muktamar VIII yang sah adalah yang diselenggarakan Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PPP hasil Muktamar VII pada 2011 di Bandung. Artinya Muktamar harus ditandatangai SDA selaku Ketum dan Romi selaku Sekjen. Faktanya hingga kini kedua pihak tidak ada yang mau mengalah.
Kubu SDA dan Romi penting mengubur egoisme kelompok masing-masing. Masa depan PPP benar-benar di ujung tanduk dan membutuhkan penyelamatan bersama. Mahkamah PPP dapat kembali memediasi islah politik dari kedua kubu. Jika titik temu tetap tidak tercapai, langkah darurat dapat ditegakkan misalnya Mahkamah PPP mengambil alih kepemimpinan eksekutif hingga penyelenggaraan Muktamar VIII yang sah.
Upaya islah selalu buntu lantaran setiap kubu mengkhawatirkan kubu lain berkuasa ke depannya. Situasi ini penting memunculkan sosok yang diterima kedua pihak dan mampu merangkul keduanya. Sosok internal tersebut mesti dapat melakukan power sharing yang adil terhadap kedua kubu.
Pihak eksternal mesti menjaga sikap menghormati PPP agar secara independen menyelesaikan sendiri urusan dapurnya. Tarik ulur dukungan koalisi penting dijalani secara ksatria dan mengindari intervensi politik parpol lain. Parpol atau politisi sebaiknya menahan diri ikut campur atau berkomentar demi menjaga netralitas.
Langkah Menkumham baru, Yasonna H Laoly yang notabene dari KIH sangat disayangkan. Yaitu mengeluarkan Keputusan Kemenkumham Nomor M.HH-07.AH.11.01 Tahun 2014 tertanggal 28 Oktober 2014 yang mengakui kepengurusan Kubu Romi. Kecenderungan politik dapat dimaknai publik lebih kentara dibandingkan langkah kepastian hukumnya. Banyak pihak mengemukakan bahwa langkah ini menyalahi UU Parpol, dimana konflik internal parpol mestinya diselesaikan lebih dahulu oleh Mahkamah Partai. Presiden Jokowi penting turun menunda SK menkumham ini hingga ada keputusan final Mahkamah PPP.
PPP adalah aset bangsa yang masih diharapkan perannya dalam penguatan demokrasi di Indonesia. Partai Islam ini penting membuktikan kearifan Islam yang cinta damai. Konflik internal yang berkepanjangan dapat menjadi bom waktu bagi kemunduran eksistensi PPP. Semoga badai cepat berlalu. Amien....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H