Hajatan akbar kesenian Kota Pekalongan tak lama lagi bakal digelar. Tepatnya, tanggal 30 Juli -- 3 Agustus 2024. Ini kali kedelapan agenda tahunan pesta kesenian itu dilaksanakan oleh Dewan Kesenian Kota Pekalongan (DKKP). Suatu capaian yang patut diapresiasi. Sebab, untuk mewujudkan hajatan akbar ini bukan saja tidak mudah, melainkan mesti menghadapi berbagai tantangan berat.
Mulai dari upaya yang dilakukan jajaran DKKP di dalam menyamakan persepsi tentang ruang apresiasi seni, mempersatukan keberagaman pandangan untuk merumuskan visi dan misi kesenian, sampai pada persoalan dukungan berbagai pihak. Semuanya butuh waktu, pemikiran, dan tenaga ekstra.Â
Butuh keberanian pula untuk mengambil keputusan di tengah-tengah situasi yang belum sepenuhnya mapan. Terlebih-lebih, setelah dalam beberapa tahun sebelumnya kehidupan kesenian di Kota Pekalongan nyaris tak berdenyut.Â
Lain dari itu, kepengurusan Dewan Kesenian Daerah nyaris vakum. Hal itu pula yang membuat Pemerintah Kota Pekalongan di bawah kepemimpinan Wali Kota Saelany Mahfuz---yang melanjutkan tampuk kepemimpinan almarhum Ahmad Alf Arslan Djunaid---mendesak sejumlah penggiat kesenian untuk segera membentuk kepengurusan baru. Walau begitu, jalan untuk menuju pembentukan pengurus baru tak cukup mulus.Â
Ada saja persoalan yang sebenarnya tidak terlalu prinsipil menjadi potensi gangguan. Sebagian penggiat seni menilai bahwa desakan itu menciderai independensi Dewan Kesenian Daerah. Demikian pula dengan independensi para seniman yang terlibat dalam pembicaraan serius mengenai kehidupan kesenian Kota Pekalongan itu dipertanyakan.Â
Di lain pihak, ada pula yang menilai bahwa intervensi kepala daerah boleh saja dilakukan. Pertimbangannya, kondisi yang mendesak dan tidak ditemukan cara lain untuk memperbaikinya, kecuali dengan intervensi. Selain itu, intervensi tersebut boleh-boleh saja terjadi karena di dalam upaya menciptakan kehidupan kesenian di suatu daerah, kepala daerah memiliki wewenang untuk membuat semacam cetak biru bagi pembangunan, pengelolaan, dan pengembangan kesenian sejalan dengan visi misinya. Dengan begitu, Dewan Kesenian Daerah didudukkan sebagai mitra bagi pemerintah daerah di dalam merumuskan program kesenian.Â
Munculnya permasalahan-permasalahan itu sempat membuat pembicaraan itu terjeda untuk beberapa lama. Hal itu tentu menjadi preseden buruk bagi upaya untuk menghidupkan kembali kesenian Kota Pekalongan. Sampai-sampai, Wali Kota Saelany mengambil sikap tegas. Ia menunjuk beberapa seniman yang ditugasi untuk merumuskan formasi kepengurusan baru melalui Komite Sembilan.Â
Meski begitu, komite ini juga sempat mengalami stagnasi. Sampai pada akhirnya Wali Kota Saelany kembali menghimpun mereka yang tergabung dalam komite. Membicarakan ulang apa-apa yang bisa dijadikan langkah taktis agar pembentukan pengurus baru DKKP dapat disegerakan. Hasilnya, ia tak segan-segan memberi mandat kepada Suci Harsana Ragil untuk mengomandoi DKKP.Â
Singkat cerita, setelah mendapatkan mandat itu, Pak Ragil segera menghimpun para penggiat seni Kota Pekalongan. Ia jalankan tugas pertamanya, membentuk kepengurusan baru DKKP. Sekalipun begitu, hembusan angin makin kencang menerpa. Ada saja isu-isu baru yang menyertai langkah itu.Â