bedah buku yang diselenggarakan Komunitas Omah Sinau. Buku yang dikaji tidak lain adalah buku karya anak-anak Omah Sinau. Buku itu berkisah tentang cerita-cerita rakyat yang ada di desa mereka, Wonokerto.
Tanggal merah tak selalu menjadi hari libur. Seperti Senin, 25 Desember yang lalu. Sementara kebanyakan orang berlibur, saya malah asyik dengan acaraDesa itu merupakan bagian dari wilayah Kecamatan Bandar, Kabupaten Batang. Dari Alun-alun Kota Pekalongan, letak desa ini mengarah ke tenggara, sejauh 26 km, di ketinggian 400 mdpl. Kalau ditempuh dengan sepeda motor, butuh waktu sekitar 40 menit. Tapi, jangan khawatir, kondisi jalannya baik. Jadi, tak terlalu sulit untuk mencapai desa ini. Hanya, butuh kehati-hatian saat melintasi tanjakan. Beberapa titik tanjakan cukup curam.
Karena cukup tinggi, tentu desa ini masih cukup adem. Kondisi alamnya masih bisa dinikmati. Terutama, bagi mereka yang sehari-harinya dihadapkan dengan ingar-bingar kota.
Itu pula yang menjadi alasan saya menerima ajakan untuk hadir di acara bedah buku itu. Selain turut mengkaji buku karya anak-anak Desa Wonokerto, sekaligus berlibur walau barang sehari. Tak hanya itu, saya juga berkesempatan untuk nyambung paseduluran, merekatkan silaturahmi dengan seluruh penggiat komunitas di Bandar.
Sayang, kedatangan saya di acara tersebut sangat terlambat. Undangan menyebutkan, acara dimulai pukul 08.00. Tetapi, saya baru terbangun dari tidur pukul 09.12. Maklum, ada pekerjaan yang harus saya lembur pada malam sebelumnya. Yaitu, menyiapkan bahan-bahan untuk siaran di Radio Kota Batik, pada Senin malam. Pekerjaan itu baru selesai tepat pada waktu Subuh.
Sedianya, saya ingin menahan diri untuk tidak memejamkan mata. Akan tetapi, agaknya hal itu akan membuat badan terasa lebih lelah. Apalagi saya baru saja melakoni perjalanan jauh dari Ciamis, sehari sebelumnya. Tentu, saya butuh mengistirahatkan badan.
Sebelum berisirahat, sempat pula saya meminta bantuan kawan seperjuangan di Omah Sinau SOGAN, Mas Andika Nugraha Firmansyah. Saya meneleponnya dan meminta agar ia membangunkan saya lewat telepon pula. Di rumah tak ada orang. Istri dan anak-anak saya sedang berlibur di rumah nenek mereka.
Ketika lelap tidur, rupanya saya lupa mengaktifkan nada dering hp saya. Walhasil, meski Mas Andika menelepon saya berkali-kali, saya sama sekali tak berkutik. Terjadilah peristiwa itu. Kejadian yang membuat saya kelabakan.
Begitu terbangun, saya lekas-lekas bangkit dan menuju kamar mandi. Saat mandi pun saya tak bisa berlama-lama. Serba singkat dan cepat. Tujuannya, agar keterlambatan itu tak menjadi-jadi. Dan, benar saja. Saya hanya memerlukan waktu 10 menit untuk semua keperluan. Mandi, ganti baju, dan nyemil. Setelah itu, berangkat ke lokasi acara.
Walau begitu, rupanya masih ada yang harus saya penuhi. Janji saya untuk mengajak serta mas Andika menghadiri acara itu. Saya mesti menjemput mas Andika di rumahnya. Kebetulan rumah Mas Andika satu arah dengan tempat acara. Juga tak terlalu jauh.
Pukul 09.30 saya lajukan sepeda motor bikinan negeri Sakura itu dengan kecepatan sedang. Menelusuri jalan-jalan, menaiki tanjakan, dan meningkah kelokan jalan. Alhamdulillah, perjalanan lancar. Jalanan tak begitu padat, sehingga membuat leluasa bergerak.