Tetapi, hitungan itu tak selamanya menetap. Sebab waktu terus bergulir tanpa henti. Jarak antara kapal pesiar dan ombak itu kian memendek. Setiap detik jarak mereka terus memendek.Â
Satu detik bagi laju ombak sama artinya sembilan meter lebih mendekati kapal. Satu detik bagi kapal sama artinya tujuh meter lebih makin dekat dengan gulungan ombak. "Limapuluh empat detik sisa waktu tak lebih sekadar hitungan yang sia-sia," batin sang nakhoda.
Seluruh awak kapal yang berada di sekeliling nakhoda pun tercekat. Diam tanpa satu kata pun tersuara. "Jarak kita sesungguhnya hanya enampuluh tiga meter. Itu artinya kita punya waktu sembilan detik untuk berdoa," ucap lirih sang nakhoda.Â
Sambil menggenggam erat dadanya, sang nakhoda menunduk berdoa. Ia menekan dengan sangat dadanya, menekan agar airmatanya tak menetes. Berusaha tegar dan lapang menerima kenyataan. Lalu, dalam sekelebat, angannya melayang. Dalam gambaran ruang imajinya, ia melihat pintu rumahnya. Dibukanya dan terdengar suara teriakan yang penuh riang.
"Selamat ulang tahun Ayaaah....." seru si kecil yang tiba-tiba muncul dari ruang tengah. Dengan membentangkan tangannya ia berlari mendekati sang ayah, nakhoda hebat itu. Senyumnya lebar, matanya berbinar.Â
Sorot mata kerinduan yang begitu mendalam. Lalu, dipeluknya erat-erat tubuh sang ayah. Sebuah pelukan cinta yang amat tulus dari seorang anak pada ayahnya. Kemudian, dicium pula tubuh ayahnya yang masih berseragam seorang pelaut.
Dari balik pintu yang menjadi batas antara ruang tamu dan ruang tengah, muncul pula istrinya. Ia tampak tersenyum bahagia. Seketika itu pula, imajinasinya meloncat menuju masa yang lebih lama.Â
Saat keduanya terlibat dalam sebuah pertengkaran hebat. Tanpa sadar, bibir sang nakhoda itu berucap lirih, "Ya Allah, aku mohon, sampaikan permohonan maafku padanya. Aku belum sempat mengatakannya."
Seketika itu, kapal pesiar yang dinakhodainya dihantam gulungan ombak yang amat dahsyat. Kapal itu berguling-guling di telan ombak. Terombang-ambing oleh badai.
Ini baru kisah pertama. Aku pastikan kau akan mendapatkan kisah lainnya. Kisah yang mungkin akan membuatmu semakin mengerti. Hidup itu hanya soal bahasa.Â
Sekarang, kau boleh kemasi barang-barang bawaanmu, masukkan ke dalam tas, lalu tinggalkan ruangan kelasmu. Tetapi, aku tak memaksa jika engkau masih ingin tinggal di dalam ruang kelasmu.