Tetapi, artikel-artikel itu seolah tak punya daya untuk menyuarakan harapannya agar menjadi kenyataan. Para pembaca artikel-artikel itu sesekali memahami maksud dan tujuan topik yang dibahas. Akan tetapi, untuk menjalankan rekomendasi yang ditulis, agaknya tak mudah.
Kendati begitu, apakah gejala kikisnya kebiasaan mendongeng hanya menjadi kegelisahan di era sekarang? Ternyata tidak. Kebiasaan mendongeng itu bahkan sudah pudar sejak puluhan tahun lalu. Ketika televisi merampas kebiasaan mendongeng, hal itu juga digelisahkan oleh para penulis artikel serupa.
Tetapi, yang membuat agak sulit dimengerti adalah bagaimana kemudian lomba mendongeng dengan peserta anak-anak dijadikan solusi? Betapa berat beban yang mesti ditanggung anak-anak. Mereka harus tampil di depan, mempersembahkan penampilan yang terbaik.Â
Sementara, jika merujuk pada artikel-artikel serupa, permasalahan utama yang dibahas berkali-kali dalam banyak judul artikel itu ada pada orang tua, orang-orang dewasa.Â
Lalu, mengapa tidak diselenggarakan saja lomba mendongeng bagi para orang dewasa? Sedang dewan jurinya adalah mereka, kelompok yang konon dalam berbagai artikel disebut sebagai yang membutuhkan dongeng, alias anak-anak. Bagaimana?
Tentu, tulisan ini bermaksud memberi tawaran kepada pembaca. Siapa tahu hal ini layak menjadi bahan diskusi atau sekadar gendu-gendu rasa.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI