lomba mendongeng"? Kalau yang muncul dalam benak Anda adalah seorang anak SD berdiri di atas panggung membawakan dongeng di hadapan juri, maka benak Anda masih sangat umum. Begitu pula ketika benak Anda memunculkan sosok seorang guru TK atau guru SD berlagak sebagai kanak-kanak yang tengah bercerita di hadapan juri. Itu juga masih sangat umum.
Apa yang ada dalam benak Anda ketika mendengar atau membaca frasa "Mengapa hal itu dapat dianggap umum? Sebab, di hampir setiap penyelenggaraan lomba mendongeng, peserta yang disasar oleh panitia selalu siswa SD atau guru TK/SD. Sementara, di luar kedua kategori itu nyaris tak terdengar.
Lalu, apa sebenarnya yang membuat keadaannya demikian? Ini baru pertanyaan! Apakah karena anggapan yang berlaku selalu menempatkan bahwa dunia dongeng adalah dunia kanak-kanak? Kalau hal ini yang berlaku, maka pemandangan tersebut bisa saja dianggap wajar dan sah-sah saja.
Tetapi, mari kita cermati dengan saksama. Siapa para penulis dongeng? Apakah seluruhnya anak-anak? Ternyata tidak. Lebih banyak, penulis dongeng adalah orang-orang dewasa.
Jika demikian, apakah tidak mungkin lomba mendongeng diselenggarakan bagi orang-orang dewasa (non-guru)? Pasti, Anda akan menjawab mungkin! Tetapi, mengapa sangat jarang lomba mendongeng dengan peserta orang-orang dewasa (non-guru) jarang dilakukan?
Untuk pertanyaan yang terakhir, mungkin ada sekian banyak alasan. Jika diraba-raba lagi, alasan yang paling dianggap masuk akal adalah kesibukan. Orang-orang dewasa, khususnya para orang tua, mesti menjalankan fungsinya sebagai pengelola kebutuhan rumah tangga.
Memang faktanya demikian. Para orang tua telah disibukkan dengan berbagai aktivitas. Pikiran mereka sudah harus dibagi-bagi untuk banyak hal. Bahkan, saking sibuknya, bisa jadi aktivitas mendongeng untuk anak-anak mereka tak tercatat dalam buku agenda. Artinya, mendongeng dipandang sebagai aktivitas yang tidak terlalu prioritas.
Tetapi, mari kita cermati lagi saat peringatan kemerdekaan. Ada banyak lomba di hari-hari itu. Mulai dari makan kerupuk sampai balap karung. Dari tarik tambang sampai panjat pinang. Para orang dewasa begitu riang menikmati ajang lomba-lomba itu, berebut untuk menjadi pemenang. Mereka tenggelam dalam arena penghiburan yang dibanjiri tawa. Di saat bersamaan, rutinitas kerja mereka bisa dihentikan sementara. Digantikan dengan aneka lomba itu.
Dan, dari sekian banyak perlombaan yang diselenggarakan, tak pernah muncul di dalamnya lomba mendongeng untuk orang-orang dewasa. Mungkin Anda masih bisa berkilah, momentumnya tidak tepat. Atau, mungkin Anda akan beralasan, lomba mendongeng bukan bagian dari tradisi lomba tujuhbelasan. Yang jelas, apapun bisa menjadi alasan.
Sementara, ketika membaca berbagai artikel tentang lunturnya tradisi mendongeng, kerap disinggung betapa orang tua di zaman now sebagian besar sudah mulai melupakan kebiasaan mendongeng untuk anak-anak mereka. Konon, dalam artikel-artikel itu menyebutkan, selain disibukkan dengan pekerjaan, para orang tua juga disibukkan dengan gawai.
Diperkuat dengan teori tentang pentingnya mendongeng bagi pendidikan anak dan orang tua, artikel-artikel itu mengungkap begitu rupa mafaat besar mendongeng bagi masa depan anak.Â