Demikian halnya dengan Arief Dirhamzah. Direktur operasional LPPL Radio Kota Batik ini juga makin tertantang untuk mencari sumber-sumber literatur lain. Upaya ini dilakukannya sebagai kesungguhannya menelusuri jejak masa lalu kota kelahirannya, Pekalongan.
Hal serupa juga dilakukan kawan-kawan lainnya yang tergabung dalam diskusi Sinau Sejarah. Mereka juga melakukan pencarian dan pendalaman dengan metode yang beragam. Tentu, upaya ini dilakukan untuk saling melengkapi satu sama lain.
Kelahiran buku pertama karangan Agus Suistyo yang diterbitkan Pandagan, selain berbuah gelombang besar mengenai kajian-kajian sejarah, juga berimbas pada upaya untuk membukukan sejarah Kabupaten Pekalongan. Lewat tangan dingin Anis Rosidi, yang saat itu memiliki kedudukan strategis di Pemerintah Kabupaten Pekalongan, buku Babad Kabupaten Pekalongan terlahir.
Terbit sebagai dokumen penting bagi Pemkab Pekalongan, buku tersebut juga mendapatkan respon yang tidak main-main. Bahkan, dalam gelaran peluncuran buku yang dilangsungkan di Pendopo Kabupaten Pekalongan di Kajen, buku ini mendapatkan tanggapan yang serius dari sejumlah pihak. Malah, sempat pula terbesit untuk dijadikan sebagai buku pengkayaan materi pelajaran di sekolah-sekolah.
Lahirnya dua buku tersebut, rupanya tak berhenti sampai di situ. Dampaknya masih dapat dirasakan betul oleh banyak pihak. Tak terkecuali, yang dirasakan oleh Pemerintah Kota Pekalongan. Waktu itu, Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Pekalongan berinisiasi untuk menyusun buku tentang asal-usul nama kelurahan.
Adalah Agung Tjahjana, salah seorang staf di Dinas Perpustakaan Kota Pekalongan yang intens mengikuti diskusi. Ia rupanya tergerak untuk segera merealisasikan proyek penyusunan buku tersebut. Meski sebenarnya terlambat, karena nama-nama kelurahan saat itu telah diganti akibat kebijakan penggabungan kelurahan di Kota Pekalongan. Namun, kegigihannya membuahkan hasil pula. Buku Asal-Usul Nama Kelurahan pun berhasil diterbitkan lewat Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Pekalongan.
Tak berhenti di situ, gaung diskusi Sinau Sejarah ini juga membuat banyak pihak yang pada gilirannya turut serta melirik dan melongok masa lalu. Mereka mulai menggeliatkan forum-forum serupa. Bahkan, dalam berbagai bentuk karya kreatif lainnya.
Dari situlah, tampaknya diskusi tentang kesejarahan menjadi oase yang didambakan banyak pihak. Apalagi di tengah-tengah zaman yang makin kompleks. Terutama, ketika wacana-wacana politik praktis yang semakin "diruncingkan". Wacana tersebut, tidak bisa tidak, membuat masyarakat terninabobokan hingga akhirnya mengalami titik jenuh. Dalam keadaan jenuh itu pula tidak bisa dielak bahwa masyarakat punya peluang untuk lupa pada masa lampau. Lupa pada perjuangan bangsa ini untuk merebut kemerdekaannya yang dirampas oleh penjajahan.
Penjajahan bukan sekadar bentuk kungkungan kekuasaan bangsa asing. Akan tetapi, penjajahan juga bisa berupa mental yang terjajah. Oleh sebab itu, upaya untuk terus membangkitkan semangat melawan penjajahan dan keterjajahan menjadi sangat dibutuhkan. Salah satunya dengan memelihara ingatan masa lalu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H