Mohon tunggu...
Ribut Achwandi
Ribut Achwandi Mohon Tunggu... Penulis - Penyiar radio dan TV, Pendiri Yayasan Omah Sinau Sogan, Penulis dan Editor lepas

Penyuka hal-hal baru yang seru biar ada kesempatan untuk selalu belajar.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Remaja Masjid, Hidup Segan Mati pun Enggan

30 Mei 2023   02:57 Diperbarui: 30 Mei 2023   02:58 324
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seekor burung, sekalipun memiliki sepasang sayap, apabila sayap itu tak dikepakkan mana mungkin ia akan bisa terbang. Begitu juga dengan sebuah harapan. Tanpa jerih payah, mustahil akan dapat diwujudkan.

Tak ingin seperti burung yang tak mengetahui fungsi sepasang sayapnya itu, para tokoh Nahdlatul Ulama Kota Pekalongan, khususnya yang berada di jajaran Lembaga Takmir Masjid (LTM) NU Kota Pekalongan, tengah bermantap hati untuk mewujudkan cita-cita mereka. Yaitu, menanamkan paham kepada generasi muda, agar hati mereka bersemayam di masjid.

Mengapa perlu? Seperti diungkap Ustaz Fatkhur Rohman, anak muda yang hatinya bersemayam di masjid merupakan salah satu golongan yang akan mendapatkan anugerah nikmat berupa surga. Sebab, ketika anak-anak muda sudah mencintai masjid, maka peran dan fungsi masjid bisa lebih hidup lagi. Bisa lebih dapat menjangkau ke segala lini.

Masjid bisa lebih semarak, bisa lebih makmur. Oleh karena, anak-anak muda masih memiliki energi yang lebih besar jika dibandingan dengan yanng sudah sepuh. Daya kreasi dan inovasi anak muda bisa lebih dikembangkan. Tentu, dalam koridor yang tidak menyalahi aturan main.

"Selama ini kan sudah dibentuk tuh remaja-remaja masjid di hampir seluruh masjid yang ada di Kota Pekalongan. Namun, aktivitas mereka masih bersifat parsial. Baru akan bergerak hanya ketika ada kegiatan-kegiatan besar atau kegiatan-kegiatan rutin mereka. Tapi, juga ada remaja masjid yang sekadar ter-SK-kan. Sementara kegiatan mereka bisa dibilang tidak ada," ujar Ustaz Fatkhur saat hadir sebagai narasumber di program Obrolan Seputar Agama Islam yang disiarkan lewat FM 91,2 Radio Kota Batik, Pekalongan.

Kenyataan itu cukup disayangkan memang. Anak muda yang notabene kaya akan gagasan dan kreativitas justru kontribusinya masih belum tampak di lingkungan masjid. Oleh sebab itu, LTM NU Kota Pekalongan, seperti diungkap Ustaz Fatkhur, berupaya mendorong remaja-remaja masjid agar lebih proaktif dan punya inisiatif dalam menjalankan peran mereka. "Minimal, sejalanlah dengan kami. Sehingga, bisa menghidupkan masjid," tukas pria yang memiliki segudang aktivitas itu.

Diakui pula oleh penggiat literasi di kawasan Pringrejo ini, kurang maksimalnya peran remaja masjid dipengaruhi oleh banyak faktor. Menurutnya, tiap-tiap masjid memiliki permasalahan yang berbeda-beda. Akan tetapi, pada umumnya permasalahan utama yang menghambat kinerja remaja masjid adalah faktor sumber daya manusianya.

Di lain hal, perkembangan teknologi yang berjalan demikian pesat juga dipandang sebagai tantangan yang oleh LTM NU Kota Pekalongan perlu dijawab. "Kemajuan teknologi saat ini sudah membuat anak-anak remaja terlena. Bahkan, tidak hanya malas ke masjid, membaca buku, membaca Al Qur'an pun sudah sangat jarang dilakukan. Ini permasalahan yang juga mesti disikapi," kata Ustaz Fatkhur.

Dengan sedikit pancingan ide, saya lantas mengajukan usul yang asal saja sebenarnya. Usul saya, "Bagaimana jika pengelola masjid menyelenggarakan turnamen game online di halaman masjid? Ya, setidaknya sebagai langkah awalan untuk mengajak mereka supaya mau ke masjid dan meramaikan masjid. Sambil nanti diberi bekal pengetahuan atau juga semacam siraman rohani agar mereka tersadar begitu."

Kontan, pertanyaan itu disambut tawa ringan saja. Sebab, memang sepertinya tidak mungkin bisa dilaksanakan. Terlebih, kecil kemungkinan hal itu akan mendatangkan manfaat. Lebih besar kemungkinannya untuk mendatangkan mudarat.

Game online boleh dibilang merupakan candu yang justru memacu anak-anak remaja untuk selalu berambisi memenangkan permainan. Mereka bisa saja malah akan asyik main game di area masjid, sementara kegiatan-kegiatan yang lebih besar manfaatnya bisa saja mereka abaikan. Walhasil, harapan untuk mengumpulkan mereka dan membuat mereka aktif di masjid bisa saja ditelan angin.

"Tapi, memang perlu kita dengar suara mereka," tandas Ustaz Fatkhur, "kita kumpulkan mereka. Kita tanyakan apa keinginan mereka. Dan kami siap memfasilitasi mereka. Kami juga telah menyiapkan formula baru. Tiap-tiap masjid akan kami tarik dua anak muda untuk kita beri bekal tentang bagaimana mengelola media sosial sebagai sarana mensosialisasikan masjid."

Wah, kalau ide ini tentu boleh dibilang cukup brilian. Mengingat, era media sosial merupakan era persebaran informasi yang begitu deras via media sosial. Saya membayangkan, gagasan ini akan membuat media sosial makin marak dengan informasi-informasi positif mengenai beragam kegiatan remaja di masjid. Hanya, yang perlu dipikirkan ulang adalah bagaimana format dan pola komunikasi yang dibangun.

Sebab, sebagaimana ditanyakan kawan saya yang bareng ngehost di program OSA Islam, Ozy, apakah ada anggota atau pengurus takmir di masjid-masjid di Kota Pekalongan ini yang masih tergolong usia remaja? Pertanyaan itu tak keliru untuk disampaikan, menurut saya. Apalagi jika yang diinginkan adalah mendengarkan suara anak-anak muda.

Dengan jujur, Ustaz Fatkhur mengakui, selama ini takmir masjid mayoritas masih dipegang oleh kaum tua. "Memang seperti itu. Kondisi kita memang seperti itu. Jadi, sudah 60 ke atas, sudah usia lanjut. Mayoritas. Makanya, akan kami sosialisasikan program masjid pelopor moderasi ini dan akan kami bicarakan bagaimana baiknya. Saya kira, kalau orang tua memberikan kesempatan kepada anak-anak muda itu bagus sekali. Karena, toh yang akan melanjutkan mereka yang sudah sepuh itu adalah anak-anak muda juga," tutur Ustaz Fatkhur Rohman.

Meski begitu, permasalahan generasi tua dan muda ini agaknya masih perlu diurai terlebih dahulu. Sebab, tidak menutup kemungkinan jika keengganan anak-anak muda untuk turut menghidupkan masjid juga dipengaruhi oleh pertentangan cara pandang antara generasi tua dan generasi muda. Oleh Ustaz Ghofur, hal itu masih akan dikaji lebih mendalam guna mencari titik temu. Ia berharap, gagasan-gagasan baru yang mendukung pelaksanaan program masjid pelopor moderasi tidak sampai melahirkan permasalahan baru. Sebab, antara pemikiran kaum tua dan gagasan anak muda yang masih segar itu memiliki tujuan yang sama, yaitu memakmurkan masjid.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun