Mohon tunggu...
Ribut Achwandi
Ribut Achwandi Mohon Tunggu... Penulis - Penyiar radio dan TV, Pendiri Yayasan Omah Sinau Sogan, Penulis dan Editor lepas

Penyuka hal-hal baru yang seru biar ada kesempatan untuk selalu belajar.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Sastra yang Diasingkan dari Bangku Sekolah

21 Mei 2023   23:57 Diperbarui: 24 Mei 2023   02:23 511
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mengapa saya katakan fix? Karena sebelum mereka dipertemukan dalam satu ruang kelas di almamater mereka yang sekarang, mereka berasal dari berbagai SMP.

Memang, tidak bisa penjelasan itu digeneralisasikan. Bisa saja penjelasan itu hanya dialami oleh yang bersangkutan. Akan tetapi, bagaimana jika keterangan yang diberikan berlaku sama pada tiap kelompok belajar?

Pertanyaannya kemudian, mengapa hal itu bisa terjadi dan dialami seluruh siswa kelas 10 SMA itu? Apakah karena pengajaran sastra tidak lagi diperlukan? Ataukah karena pengajaran sastra dirasa tidak terlalu praktis? Lalu, kemana penelitian-penelitian yang telah disusun oleh para akademisi bidang ilmu sastra yang kerap menyuguhkan topik-topik pembelajaran sastra di sekolah? 

Adakah penelitian-penelitian itu termanfaatkan? Atau sekadar jadi pajangan yang memenuhi rak-rak buku perpustakaan kampus? Atau pula sekadar jadi "sampah" yang melayang-layang di jurnal-jurnal ilmiah online yang notabene dijadikan syarat utama bagi para dosen dan guru untuk mendapatkan pengakuan dari negara tentang keprofesionalan mereka?

Saya benar-benar belum mengerti bagaimana menjawab pertanyaan-pertanyaan itu. Yang saya rasakan, hanya keprihatinan. Bagaimana di kemudian hari, anak-cucu kita belajar tanpa mengerti pentingnya mempelajari sastra. Saya tak bisa membayangkan, jika kelak mereka tumbuh menjadi manusia yang kehilangan kisah-kisah. 

Padahal, dalam teori yang disepakati oleh banyak ilmuwan di dunia menyebutkan, bahwa manusia adalah makhluk pengisah. Manusia memerlukan kisah. Manusia memerlukan cerita. Agar pertumbuhan dan kematangan berpikir mereka tidak terlepas dari pertalian sejarah asal-usul mereka. Bahkan, dalam setiap kitab suci agama apapun, kisah-kisah itu diceritakan dan dituliskan dalam bahasa yang sastrawi.

Akankah mereka yang sekarang tengah tumbuh didewasakan oleh ruang-ruang kelas sekolah itu kehilangan kisah-kisah itu? Lalu, bagaimana jadinya mereka kelak?

Mari kita renungkan bersama.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun