Janis Joplin tak terlalu menuntut banyak pada dirinya. Kalaupun ia mendapatkan julukan sebagai Queen of Blues, itu semata-mata apresiasi atas karyanya. Ia sendiri tak pernah memimpikannya. Baginya, musik adalah dunia tempatnya menyuarakan apa saja yang mengganggu pikiran. Musik bisa jadi sebuah katarsis bagi semua yang menjerat hidupnya. Dan benar, ia berhasil.
Obsesi satu-satunya, hanya ingin menunjukkan kepada kedua orang tuanya yang kolot, bahwa apa yang ia pilih sebagai jalan hidup tidak seburuk dalam pandangan mereka. Itu saja. Selebihnya, ia hanya berusaha menyetiai kata hatinya.
Ia juga tidak terlalu peduli anggapan orang-orang tentang sikapnya yang dipandang jauh dari ukuran normal. Sebaliknya, ia merasa bahwa kenormalan itu tidak bisa diukur hanya dengan melihat apa yang diyakini oleh banyak orang. Kenormalan, baginya, juga bentuk ketidaknormalan. Sebab, pada hakikatnya, tiap-tiap individu itu berbeda.
Janis Joplin sepertinya menggugah semangat pemberontakan saya tumbuh kembali. Begitulah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H