Jelang bersiaran Senin malam (9 Januari 2023) lalu, Pakdhe Ragil datang ke studio. Sebuah kejutan, saya kira. Tumben-tumbenan beliau muncul di studio. Biasanya, beliau baru akan muncul di studio kalau ada keperluan.
Di ruang belakang, akhirnya kami berkumpul. Ada Opix partner saya bersiaran di program Wedangan, Pakdhe Ragil, dan tentu saja saya. Karena waktu tak banyak obrolan singkat kami lakukan. Berharap obrolan itu berkualitas.
Meski begitu, tidak membuat kami kehilangan selera berbasa-basi. Itu sangat diperlukan. Maka, kami buka obrolan itu dengan menu pembuka seputar sepakbola. Maklum sedang musim bola. Setelah bulan lalu disuguhi Piala Dunia, awal tahun ini Piala AFF. Dan, malam itu tim Indonesia tak sampai mengungguli lawannya, Vietnam.
Kabar itu jadi bahan pembasah bibir. Jelang memasuki ruang studio saya sempat menanyakan kabar Dewan Kesenian Kota Pekalongan yang masih hangat. Terutama, formasi pengurus DKKP periode tugas 2023-2025.
Saya mendapatkan informasi itu dari postingan instagram @teaterkitapkl pada Minggu malam. Lantas saya unggah ulang dengan ucapan selamat kepada pengurus baru DKKP. Tidak lain karena saya menyambut gembira hal itu.
Ada banyak nama yang segar. Termasuk, nama partner siaran saya Opix yang duduk sebagai Komite Sinematografi (mungkin kalau di Dewan Kesenian Jakarta, Komite Film). Oke, mungkin sebaiknya saya menghindari memasalahkan penggunaan istilah antara film dan sinematografi. Supaya catatan saya fokus.
Lanjut. Nah, lewat penyegaran personel ini saya punya keyakinan, ke depan DKKP akan memiliki gagasan dan wacana yang segar pula bagi pengembangan seni dan budaya Kota Pekalongan. Apalagi setelah Pemerintah Kota Pekalongan memiliki Peraturan Daerah tentang Pemajuan Kebudayaan (Perda No. 14 Tahun 2018). Tercantum pada pasal 5 dalam Perda tersebut, objek Pemajuan Kebudayaan meliputi: batik, tradisi lisan, manuskrip (pernaskahan), adat istiadat, ritus (tata cara upacara keagamaan), seni, bahasa, permainan rakyat, olahraga tradisional, dan kuliner. Jelas, DKKP memiliki kepentingan dalam hal ini. DKKP yang merupakan representasi masyarakat kesenian punya peran besar di dalam menentukan rumusan Pemajuan Kebudayaan. Sayangnya, pada Perda tersebut tidak muncul satu pasal atau ayat pun yang menyebut DKKP sebagai lembaga yang memiliki tugas dan fungsi itu.
Kendati begitu, saya kira, hal itu tak cukup menjadi kendala. Justru sebaliknya, patut menjadi pelecut semangat bagi kawan-kawan seniman yang berkiprah di DKKP untuk mendorong upaya pelaksanaan Perda tersebut. Syukur, dengan personel yang segar ini DKKP mampu mengusulkan perubahan atau perbaikan Perda Pemajuan Kebudayaan Kota Pekalongan itu. Tentu, dengan memasukkan DKKP sebagai bagian penting dari pelaksana Perda tersebut. Artinya, pekerjaan Dewan Kesenian Kota Pekalongan tak sekadar membuat kegiatan pentas-pentas seni, melainkan pula merumuskan pemikiran tentang upaya pemajuan seni dan budaya masyarakat Kota Pekalongan.
Nah, kalau itu gol, kemujuranlah bagi lembaga pembina dan pengembang kesenian Kota Pekalongan ini. Sepak terjang DKKP bisa sangat mungkin lebih dari apa yang sudah-sudah dilakukan. Sangat mungkin bagi DKKP untuk turut andil dalam membangun konsep dan wacana pengembangan budaya Kota Pekalongan.
Wah, sangat indah rasanya jika itu terlaksana. Saya tak bisa membayangkan akan seperti apa kota pesisir ini dengan segala masa lalu, masa kini, dan masa depannya.
Mengkhayalkan itu membuat saya tak sabar menantikan DKKP tampil dengan gagah dan penuh kewibawaan. Bahkan, saking tak sabarnya, tanpa sadar, dalam obrolan itu ujug-ujug muncul pertanyaan kepada Ketua DKKP yang baru saja terpilih dalam Musyawarah Daerah DKKP bulan lalu. Saya tanyakan kepada beliau, kapan pengurus DKKP akan dilantik.
Jawab beliau, "Kita santai saja. Nggak harus cepet-cepet dilantiknya." Lalu, beliau sampaikan keluh kesah beliau tentang hal-hal yang tak bisa saya catatkan di sini. Sebab, apa yang beliau sampaikan itu bukan wilayah publik. Bahkan, bukan wilayah saya.
Apapun itu, saya tentu harus bersikap hormat pada setiap jawaban. Hal-hal yang tak perlu, tidak akan saya masukkan ke dalam pikiran saya, juga tak perlu untuk saya ungkap. Yang jelas, dengan jawaban itu, saya berpikir, beliau saat sekarang ini sedang serius merumuskan formula yang tepat untuk memajukan kesenian dan kebudayaan Kota Pekalongan. Itu saja.
Memang, tak mudah membuat sebuah rumusan. Butuh waktu dan energi besar. Akan tetapi, saya meyakini, seluruh pengurus DKKP adalah para pemikir handal. Mereka terbiasa dengan dunia pemikiran, selain berkesenian tentunya. Mereka juga tidak mungkin hanya mengikuti arah angin bertiup. Mereka pasti akan mengepakkan sayap, terbang, dan mampu memainkan angin.
Seperti yang dialami Kota Pekalongan saat ini. Kota ini sudah melesat jauh, menjadi bagian dari dunia setelah berhasil menduduki salah satu bangku keanggotaan Jejaring Kota Kreatif UNESCO. Sebuah usaha yang tak main-main.
Jelas dan pasti, hal itu membawa konsekuensi besar bagi kota yang sekarang ini menjadi perhatian dunia karena masalah alamnya; penurunan tanah dan limpasan air laut yang terus saja naik permukaannya. Apa konsekuensinya? Tak lain adalah bagaimana upaya pemajuan kebudayaan, khususnya di bidang kesenian ini mampu berbicara di tingkat internasional. Dan itu adalah PR besar sekaligus tantangan bagi DKKP.
Tanpa keraguan, saya meyakini, DKKP di bawah kendali Pakdhe Suci Harsana Ragil ini bisa melakukan itu. Sangat mungkin. Kita tengok saja prestasi DKKP. Sudah enam kali DKKP menggelar acara Pekalongan Art Festival. Dari segi nama acara saja jelas DKKP ingin menunjukkan kepada dunia bahwa di Kota Pekalongan ada agenda kesenian yang akbar. Nama itu juga menjadi undangan, tak hanya bagi pelaku seni di daerah sendiri melainkan pula kepada pelaku seni dari berbagai negara.
Obrolan kami rupanya tak sampai tuntas. Lagu terakhir yang diputar sudah sampai pada titian nada terujung. Saya terpaksa meninggalkan ruang belakang, menuju studio. Sementara Pakdhe Ragil tengah asyik bercengkerama dengan partner saya, Opix di belakang.
Saya sibuk bercuap-cuap di depan mikrofon sambil memainkan dua komputer dan mikser. Mengawal acara Wedangan, melayani penelepon ngobrol ngalor-ngidul. Sekalipun begitu, saya punya harapan besar kepada DKKP, bahwa DKKP akan mendapat dukungan penuh dari masyarakat. Sebab, DKKP adalah milik masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H