Saya yakin, banyak orang menilai bahwa Ken Arok adalah seorang penjahat yang memberontak kepada raja. Keyakinan ini saya dapatkan dari kisah-kisah yang selama ini dibaca oleh banyak orang. Ken Arok, mula-mula digambarkan sebagai seorang perampok yang tak jelas asal-usulnya.
Lalu, bergabung ke dalam kerajaan yang dipimpin Tunggul Ametung menjadi seorang prajurit. Ia terpesona oleh kecantikan Ken Dedes, istri sang raja.Â
Kemudian, bersiasat licik untuk membunuh sang raja agar ia bisa memperistri Ken Dedes dan naik tahta sebagai raja. Mulus siasat yang dijalankannya dengan mengorbankan Mpu Gandring dan Kebo Ijo. Ia berhasil membuat Tunggul Ametung terbunuh dan menaiki tahta.
Begitulah, lebih kurang kisah tentang Ken Arok. Kerap didengungkan, bahkan tak jarang dipanggungkan dalam seni pertunjukan. Wajar jika pandangan masyarakat pun demikian. Menilai Ken Arok sebagai penjahat kelas kakap.
Pun pada sosok Pramoedya Ananta Toer. Lewat roman karyanya, Arok Dedes, Pram menampilkan Ken Arok sebagai sosok politik yang begitu piawai memainkan peran politiknya dengan segala macam keculasan. Ken Arok digambarkan sebagai sosok yang haus akan kekuasaan, hingga rela menumpahkan darah demi merebut kekuasaan dari tangan Tunggul Ametung.
Fix! Ken Arok adalah seorang bajingan. Begitulah, pada akhirnya simpulan kebanyakan orang. Bagaimana dengan Anda?
Sebelum saya lanjutkan tulisan ini, mohon izin saya seruput kopi saya terlebih dahulu. Saya tak ingin membiarkan kopi saya dingin. Rasanya kurang mantap jika kopi tubruk saya dingin. Ah!
Kalau boleh saya menduga, mungkin Anda termasuk orang yang memiliki pandangan yang sama dengan kebanyakan orang. Tidak masalah. Dan, boleh-boleh saja. Sebab, memang tidak ada larangan untuk urusan itu. Sangat bisa dimaklumi pula.
Tetapi, bagaimana jika ada sebuah tawaran yang berbeda dari pandangan Anda? Apakah Anda akan segera menolaknya, kemudian mengatakan bahwa pandangan itu keliru? Atau Anda akan menerimanya begitu saja? Atau malah Anda akan merasa diperkaya dengan keragaman cara pandang? Tentu, Anda yang bisa menjawabnya.
Sementara, saya akan berupaya menyodorkan kepada Anda pandangan yang barangkali tidak banyak orang yang menyepakati. Bagi saya, pandangan ini tidak kalah pentingnya dengan apa-apa yang kadung diamini. Sekurang-kurangnya, untuk menambah bekal pengetahuan dan memperluas wawasan Anda dan saya; kita.
Seperti yang telah saya singgung pada dua tulisan saya sebelumnya, bahwa proses peralihan kekuasaan pada masa kerajaan-kerajaan Nusantara Kuno berjaya dilakukan secara damai dan bermartabat. Perebutan kekuasaan pun tidak ada. Yang ada hanyalah regenerasi kekuasan. Yang ada hanyalah proses yang terus berjalan secara berkesinambungan dan berkelanjutan. Demikian pun yang terjadi pada kerajaan Kadiri dan Tumapel.
Artinya, apa yang dilakukan Ken Arok terhadap Tunggul Ametung tidak bisa begitu saja dianggap sebagai kudeta berdarah. Tidak pula bisa disebut bahwa Ken Arok adalah penjahat yang tidak memiliki asal-usul jelas. Lalu apa?
Romo Manu (sapaan karib K.R.T. Manu J. Widyasaputra) mengungkapkan, bahwa sesungguhnya Ken Arok bukanlah orang asing di kerajaan Tunggul Ametung. Sejak semula Ken Arok adalah bagian dari keluarga bangsawan. Bagian dari istana kerajaan Tumapel. Ia adalah raja bawahan dari kerajaan yang dirajai Tunggul Ametung. Sementara Tunggul Ametung adalah raja utama.
Nah, tesis ajuan Romo Manu ini sudah pasti membuat Anda membelalakkan mata dan bertanya-tanya. Apa iya begitu? Sepertinya itu mustahil!
Oke, Anda boleh bilang begitu. Tetapi, sekali lagi, cukuplah kita dengan keheranan. Kita harus kembali pada aturan main. Bahwa tulisan ini ingin menghadirkan wacana yang berbeda tentang sosok Ken Arok dan kerajaannya.
Sekali lagi, Romo Manu bukan sembarang orang pastinya. Ia mampu menyatakan itu karena keilmuannya. Pakar filologi Sanskerta dan Jawa Kuno ini telah menggeluti naskah-naskah kuno yang usianya sudah ratusan bahkan ribuan tahun. Tentu, literasi naskah kunonya kuat.
Kembali lagi ke sosok Ken Arok. Dalam pandangan Romo Manu, sejatinya yang terjadi pada Tumapel saat itu bukanlah peristiwa kudeta. Akan tetapi, yang dilakukan Ken Arok adalah proses regenerasi kekuasaan yang dilakukan dengan kesadaran tinggi, bahwa ranayaja tidak bisa dilaksanakan hanya atas dasar hasrat berkuasa.Â
Ranayaja mesti dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab, tidak boleh menjatuhkan martabat sang raja bahkan pantang pula menguasai kerajaan raja sebelumnya. Pengalihan kekuasaan adalah tugas berat, karena konsekuensinya adalah mendudukkan kekuasaan itu pada derajat yang lebih tinggi dari sebelumnya.
Seperti yang telah saya tulis pada bagian Bangsa yang Kehilangan Sejarah (Bagian 01) dan Bangsa yang Kehilangan Sejarah (Bagian 02), raja baru berkewajiban menaikkan strata kekuasaan untuk mencapai tujuan akhir dari kekuasaan itu sendiri. Yaitu, menuju pada kekuasaan yang berwatak Dewa Yaja. Tentu, tak sembarang orang sanggup melakukan itu. Apalagi perang dalam konteks raja-raja dahulu dilakukan sebagai dharma.
Maka, sebagaimana diungkap Romo Manu, Singhasari (atau Tumapel) berdiri sebagai kelanjutan dari Kadiri. Singhasari tidak berdiri sebagai kerajaan baru yang mengubur kerajaan terdahulu. Tugasnya, melanjutkan etape kekuasaan menuju pada capaian yang lebih tinggi.
Tersebab itulah, Romo Manu menyatakan jika tampilnya Ken Arok bukan sebagai seorang penguasa yang ingin mencaplok kekuasaan raja sebelumnya. "Yang dilakukan Ken Arok bukan kuthayudha. Itu adalah dharmayudha. Tujuannya, agar kerajaan Tumapel naik stratanya," terang Romo Manu penuh kehati-hatian.
Dengan kata lain, Ken Arok tidaklah seperti yang digambarkan Pram maupun Saini KM. Tetapi, Ken Arok adalah seorang ksatria yang mumpuni. Ia bukan rampok, bukan pula preman yang tiba-tiba saja ingin berkuasa dengan menghalalkan segala cara. Ia adalah orang yang cerdas dan memiliki jiwa ksatria.
Apakah Anda setuju? Kembali lagi pada diri Anda sendiri. Yang jelas, serial tulisan Bangsa yang Kehilangan Sejarah masih akan saya lanjutkan lagi. Semoga ada kesempatan yang lebih baik lagi untuk menyajikannya untuk Anda. Semoga berkenan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H