Mohon tunggu...
Ribut Achwandi
Ribut Achwandi Mohon Tunggu... Penulis - Penyiar radio dan TV, Pendiri Yayasan Omah Sinau Sogan, Penulis dan Editor lepas

Penyuka hal-hal baru yang seru biar ada kesempatan untuk selalu belajar.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Memaknai Istirahat dalam Ngaso

25 Juli 2022   14:15 Diperbarui: 25 Juli 2022   21:38 8386
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tubuh manusia itu ternyata ringkih. Nggak ringkih gimana coba, wong diserang makhluk renik saja bisa ambruk. Bahkan bisa saja sampai meringkuk di atas dipan berbayar dengan gelang kertas bernomor pasien.

Seperti yang saya alami beberapa hari terakhir. Saya tidak tahu seperti apa wujud virus influenza, tetapi begitu bersin-bersin dan hidung meler, seketika itu kepala rasanya berat dan sulit untuk diajak bekerja. Walhasil, saya memilih untuk ngaso.

What is ngaso? Ngaso is resting alias beristirahat. Tetapi, dari mana sesungguhnya kata ngaso itu?

Sudah jelas, kata ngaso berasal dari bahasa Jawa. Kata dasarnya, aso. Sementara bunyi ng pada bagian awal kata tersebut boleh jadi merupakan bentuk ater-ater anuswara atau alomorf. Tetapi, apa sebenarnya aso?

Dalam Kamus Bahasa Jawa Kuna yang disusun Zoetmulder, kata aso diasumsikan sebagai alih suara dari kata asu (anjing). Dalam kamus tebal itu, kata asu memiliki beberapa variasi makna, yaitu (1) anjing [turunannya, kata angasu yang diartikan sebagai sifat rendah, keji, dan hina (seperti anjing)]; (2) angsu/angasu yang artinya menimba, mengambil air; (3) suh [dengan variasi kata turunan angasu, inasu] yang diartikan mengikat menjadi satu; (4) aswa, aso yang diartikan ingin sekali.

Ngaso dalam konteks mengistirahatkan tubuh dan pikiran, boleh jadi lebih dekat dengan makna ketiga. Yaitu, mengikat menjadi satu. Dengan begitu, ngaso bisa dimaknai sebagai upaya untuk mengutuhkan diri sebagai manusia yang paripurna. Mempertemukan kembali jiwa, raga, akal, dan hati menuju pada kemanunggalan rasa yang hakiki.

Maka, di dalam ajaran ngaso dibutuhkan sebuah pengakuan, bahwa di dalam diri seorang manusia terdapat hasrat yang apabila tidak dikendalikan ia akan membuat kedudukan atau derajat manusia menjadi rendah, sebagaimana seekor anjing. Di sinilah, lantas ngaso memiliki fungsi sebagai pembelajaran penting bagi setiap orang tentang kehidupan. Maka, ngaso bisa dikaitkan pula sebagai upaya untuk angsu (menimba/mengambil air) dari kedalaman sumur.

Wah, kalau begitu ajaran ngaso boleh jadi memiliki makna tinggi. Terutama ketika dilandasi dengan kesadaran manusia sebagai hamba, sebagai makhluk, sebagai bagian dari alam semesta. Ngaso bisa jadi merupakan usaha manusia untuk mengutuhkan alam semesta dengan mengikatkan diri sang manusia sebagai bagian dari alam. Sebagaimana dalam tata kosmos Jawa, bahwa manusia hanya mikro kosmos (jagad cilik) di tengah makro kosmos (jagad gedhe).

Maka, segala yang diderita tubuh yang kemudian disebut sebagai penyakit pada tubuh manusia, boleh jadi merupakan usaha alam untuk mengingatkan manusia tentang kesadaran itu. Bahwa manusia hanyalah bagian dari alam semesta yang sangat luas ini. Manusia memiliki banyak keterbatasan. Manusia boleh jadi pula makhluk yang rendah. Karena di dalam diri manusia banyak hal yang membuatnya selalu ingin.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun