Lalu, saya diskusikan dengan teman saya. Saya katakan padanya, jika untaian kalimat dalam paragraf ini digambarkan ke dalam bentuk film, maka gambarnya susah dicerna. Meloncat-loncat dan keberlanjutan antargambar tidak terjaga. Malah bisa bikin mata sakit dan kepala pusing.
Teman saya ngakak sembari menimpal, "Makanya, saya bilang apa. Novel kayak gini susah dinikmati bagi orang yang ingin menikmati kisah yang mau diangkat. Padahal, kalau baca judulnya sih keren. Ekspektasi pembaca pasti ingin mendapatkan kisah yang juga seru dan bikin penasaran."
Lantas, saya coba masuk lagi ke bagian lain. Saya baca dialog dan pengadegan yang disajikan novel itu. Saya baca dengan bersuara, teman saya makin ngakak. Menurutnya, novel itu gagal membuat efek dramatik. Dialog dan adegan yang dimunculkan masih sangat mentah.
Gara-gara obrolan itu, diam-diam saya membatin. Jangan-jangan tulisan panjang yang sedang saya garap juga akan mengalami nasib yang sama. Jadi bahan tertawaan teman saya yang satu ini. Blaik! Saya pun buru-buru mengoreksi lagi bagian awal, meneliti setiap kata yang saya bubuhkan. Berharap agar diksi yang saya gunakan memiliki daya untuk menghidupkan imajinasi pembaca.
Dan, teman saya benar. Menulis sebuah kisah panjang tidak bisa dilakukan dengan sekali jadi. Mesti telaten untuk memeriksa ulang setiap kata yang dihadirkan. Tentu, dalam upaya ini, saya perlu memosisikan diri sebagai pembaca.
Terima kasih yang tak terhingga saya sampaikan kepada teman saya, seorang penulis muda berbakat dari kawasan pesisir utara Pekalongan. Tawamu membuat saya berkesempatan untuk belajar lagi.Â
Ya! Kadang kritik tak selalu harus diungkapkan melalui forum yang serius. Bisa saja, kritik hadir dalam suasana cair dan lumer seperti tadi malam. Saat saya dan teman-teman tengah menyusun sebuah rencana untuk menguatkan media daring yang kami kembangkan, kotomono.co.
Selain itu, kritik juga tak mesti dimunculkan dari seseorang yang kelasnya sudah sangat ahli. Dari seorang yunior pun saya bisa mendapatkan kritik yang sangat saya butuhkan.
Baca juga: Kenapa Cerita Fiksi Perlu Dikaji?
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI