Mohon tunggu...
Ribut Achwandi
Ribut Achwandi Mohon Tunggu... Penulis - Penyiar radio dan TV, Pendiri Yayasan Omah Sinau Sogan, Penulis dan Editor lepas

Penyuka hal-hal baru yang seru biar ada kesempatan untuk selalu belajar.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Upaya Menelusuri Sejarah Batik Masih Sangat Diperlukan

2 Oktober 2021   05:38 Diperbarui: 2 Oktober 2021   05:44 224
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber foto: sketsamode.com

Proses pengajuan batik sebagai warisan budaya dunia yang dimiliki Indonesia ke UNESCO, kata beberapa kawan saya yang terlibat, sangat berdarah-darah. 

Delegasi Indonesia dituntut untuk mampu membuktikan bahwa Indonesia memiliki argumentasi yang kuat dan mampu mematahkan argumentasi dari negara-negara lain yang juga mengusulkan batik sebagai milik mereka.

Bagi orang awam seperti saya, tentu upaya itu tidak mudah dilakukan. Berbagai bahan argumentasi mesti disiapkan dengan sematang-matangnya, selengkap mungkin. 

Bahan-bahan itu lantas dikaji berkali-kali. Agar, argumentasi yang dibawakan di hadapan UNESCO tak sekadar mengesankan, melainkan pula sangat meyakinkan.

Saya tak bisa membayangkan, bagaimana kemudian pengajuan itu lolos dan diterima UNESCO. Akan tetapi, jika membaca beberapa sumber informasi, khususnya berkait dengan sejarah batik, rasa-rasanya usaha delegasi ini sangat berat. Boleh dibilang, nyaris mustahil pengajuan itu diluluskan UNESCO.

Beberapa literatur menyebutkan, seni mewarnai kain dengan menggunakan lilin malam merupakan bagian dari peradaban kuno.

Khususnya, di Mesir Kuno pada abad ke-4 SM dengan dibuktikan penemuan lembaran kain pembungkus mumi yang dilapisi malam untuk membentuk pola-pola tertentu. 

Di Tiongkok, teknik serupa batik telah dikenal pada masa Dinasti Tang (618-907M). Demikian pula di India dan Jepang semasa Periode Nara (645-794M).

Sementara di Afrika, suku Yoruba di Nigeria telah mengenal teknik serupa. Begitu pula pada suku Soninke dan Wolof di Senegal. 

Dan di Indonesia, dalam beberapa literatur menyebutkan bahwa batik sudah ada di zaman Majapahit. Sumber lain juga ada yang menyebut batik sudah digunakan di era Sriwijaya, abad ke-7 hingga 9 M.

Jika semata-mata mengacu pada sumber literatur yang demikian, tentu diplomasi budaya yang dimainkan delegasi Indonesia mudah saja dipatahkan. Batik di Indonesia tergolong masih sangat muda dibandingkan dengan Mesir, misalnya. Mereka juga punya bukti.

Dalam seni berdiplomasi, pantang bagi seorang negosiator atau diplomat membalikkan badan tanpa membawa apa-apa untuk negara yang diwakilinya. Urusan diplomasi, apalagi sekaliber dunia, adalah urusan harga diri bangsa. Kalah atau menang harus dihadapi secara ksatria. Segala daya diupayakan. Segala kemampuan dikerahkan.

Alotnya perdebatan dan sikap objektif UNESCO, sebagaimana tercantum dalam rekaman dokumen resmi UNESCO, menunjukkan betapa diplomasi budaya itu benar-benar sebuah usaha yang tidak mudah dilakukan. UNESCO punya standar dan pertimbangan yang tidak sembarangan. 

Lembaga dunia ini tidak mau jika suatu ketika prasasti yang mereka berikan kepada suatu negara justru akan berdampak buruk, baik terhadap apa yang diusulkan, negara pengusul, dunia, maupun citra UNESCO di mata negara-negara dunia.

Meski begitu, ada hal yang agak melegakan delegasi Indonesia selama mengikuti persidangan di UNESCO. Bahwa ternyata, aspek kesejarahan batik di semua negara pengusul dinyatakan masih sangat lemah. Terlebih, dalam kaitannya dengan fungsi sosial budaya dan elemen-elemen yang masih ada saat ini.

Sejarah yang dikemukakan oleh negara-negara pengusul itu hanya menunjukkan rincian mengenai fragmen-fragmen atau potongan-potongan masa lalu. Tetapi, tidak mampu memberikan gambaran yang detil mengenai periodisasi sejarah yang juga menunjukkan keterhubungannya dengan masa kini.

Rincian itu, menurut UNESCO sangat diperlukan, terutama berkenaan dengan esensi warisan budaya nonbendawi. Sejarah tidak semata dipandang sebagai potongan-potongan masa lalu. 

Akan tetapi, di dalam sejarah pun memiliki elemen-elemen yang dapat memperlihatkan ketersambungan dan keberlanjutan dari masa lalu hingga kekinian.

Keberadaan elemen-elemen itu ditunjukkan melalui fungsi sosial budayanya. Dalam perkara ini, upaya menggali pemanfaatan elemen-elemen yang dilakukan generasi ke generasi menjadi pertimbangan yang sangat penting untuk dideskripsikan. Tentu, hal ini juga akan mendorong bagi upaya penciptaan identitas kelompok atau komunitas.

Pertimbangan ini, sebagaimana disebutkan UNESCO, akan memunculkan pula bagaimana komunitas-komunitas itu terbentuk dari masa ke masa. 

Sehingga, deskripsi mengenai kemunculan kelompok atau komunitas pada tiap-tiap era menjadi sangat memungkinkan bagi dinamisasi sejarah batik. Dari sini pula dapat diurai bagaimana perkembangan yang dialami, ruang lingkup dan batasannya pun dapat dideskripsikan dengan jelas.

Agaknya, dengan salah satu catatan yang diberikan UNESCO ini perlu kiranya upaya yang lebih serius lagi untuk mengurai kajian sejarah batik. 

Tentu, kajian itu sudah dimulai bahkan sedang berjalan. Seperti yang telah diberitakan di beberapa media tentang upaya penelusuran manuskrip kuno tentang batik yang dilakukan oleh Putri kelima Sri Sultan Hamengkubuwono X, GKR Bendoro.

Beliau meneliti 72 naskah kuno tentang batik yang ditulis pada era Hamengkubuwono II. Usaha ini patut diapresiasi, mengingat studi tentang batik masih memerlukan langkah panjang untuk menjadikannya sebagai ilmu. 

Jika itu dikehendaki. Terlebih, karena anugerah yang diberikan UNESCO terhadap batik Indonesia dititiktekankan pada aspek nilainya, bukan bendanya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun