Dalam seni berdiplomasi, pantang bagi seorang negosiator atau diplomat membalikkan badan tanpa membawa apa-apa untuk negara yang diwakilinya. Urusan diplomasi, apalagi sekaliber dunia, adalah urusan harga diri bangsa. Kalah atau menang harus dihadapi secara ksatria. Segala daya diupayakan. Segala kemampuan dikerahkan.
Alotnya perdebatan dan sikap objektif UNESCO, sebagaimana tercantum dalam rekaman dokumen resmi UNESCO, menunjukkan betapa diplomasi budaya itu benar-benar sebuah usaha yang tidak mudah dilakukan. UNESCO punya standar dan pertimbangan yang tidak sembarangan.Â
Lembaga dunia ini tidak mau jika suatu ketika prasasti yang mereka berikan kepada suatu negara justru akan berdampak buruk, baik terhadap apa yang diusulkan, negara pengusul, dunia, maupun citra UNESCO di mata negara-negara dunia.
Meski begitu, ada hal yang agak melegakan delegasi Indonesia selama mengikuti persidangan di UNESCO. Bahwa ternyata, aspek kesejarahan batik di semua negara pengusul dinyatakan masih sangat lemah. Terlebih, dalam kaitannya dengan fungsi sosial budaya dan elemen-elemen yang masih ada saat ini.
Sejarah yang dikemukakan oleh negara-negara pengusul itu hanya menunjukkan rincian mengenai fragmen-fragmen atau potongan-potongan masa lalu. Tetapi, tidak mampu memberikan gambaran yang detil mengenai periodisasi sejarah yang juga menunjukkan keterhubungannya dengan masa kini.
Rincian itu, menurut UNESCO sangat diperlukan, terutama berkenaan dengan esensi warisan budaya nonbendawi. Sejarah tidak semata dipandang sebagai potongan-potongan masa lalu.Â
Akan tetapi, di dalam sejarah pun memiliki elemen-elemen yang dapat memperlihatkan ketersambungan dan keberlanjutan dari masa lalu hingga kekinian.
Keberadaan elemen-elemen itu ditunjukkan melalui fungsi sosial budayanya. Dalam perkara ini, upaya menggali pemanfaatan elemen-elemen yang dilakukan generasi ke generasi menjadi pertimbangan yang sangat penting untuk dideskripsikan. Tentu, hal ini juga akan mendorong bagi upaya penciptaan identitas kelompok atau komunitas.
Pertimbangan ini, sebagaimana disebutkan UNESCO, akan memunculkan pula bagaimana komunitas-komunitas itu terbentuk dari masa ke masa.Â
Sehingga, deskripsi mengenai kemunculan kelompok atau komunitas pada tiap-tiap era menjadi sangat memungkinkan bagi dinamisasi sejarah batik. Dari sini pula dapat diurai bagaimana perkembangan yang dialami, ruang lingkup dan batasannya pun dapat dideskripsikan dengan jelas.
Agaknya, dengan salah satu catatan yang diberikan UNESCO ini perlu kiranya upaya yang lebih serius lagi untuk mengurai kajian sejarah batik.Â