Kenyamanan, barangkali hanya soal selera. Tiap orang boleh saja berbeda mengenai cara atau tempat yang nyaman untuk melakukan segala hal. Termasuk, urusan tulis-menulis.
Teman saya yang suka menulis pernah bilang, ia baru bisa benar-benar menulis kalau di tempat yang sepi. Makanya, ia akan mencari tempat yang jauh dari rumah, yang benar-benar sepi.Â
Biasanya, ia akan pergi ke suatu desa yang jauh dari kebisingan kota. Ia bisa saja berhari-hari menginap di desa itu.
Lalu, apakah cara itu salah? Tidak juga. Orang punya gayanya sendiri-sendiri. Tidak bisa dipaksa harus sama.Â
Malahan dengan gaya yang berbeda-beda itu semakin banyak pula warna yang digoreskan dalam mengisahkan kebiasaan menulis.Â
Makin banyak ragam gaya, makin banyak pula pilihan yang bisa dipelajari oleh siapapun yang sedang belajar menulis. Termasuk saya.
Pengalaman teman saya yang penulis itu pernah pula saya coba. Memang, begitu menyenangkan. Ketika saya menemukan tempat untuk nyepi, agar bisa berkonsentrasi penuh pada tulisan saya, rasa-rasanya itu sebuah pengalaman yang sangat berkesan.
Selain saya bisa mencurahkan perhatian sepenuhnya pada tulisan yang saya bikin, hati dan pikiran saya terasa damai dan tenteram. Apalagi ketika saya menemukan tempat yang blank signal. Rasanya saya seperti menemukan harta karun yang terpendam ribuan tahun.
Cara lain yang pernah saya jalani adalah dengan 'menciptakan' ketenangan. Saya menulis di rumah---kebetulan rumah saya berada di sebuah perkampungan yang padat dan bising---tetapi saya meminta semua orang yang ada di rumah agar tidak mengeluarkan suara apapun. Jika perlu, kentut pun tak boleh bersuara.
Hasilnya, lumayan juga. Saya bisa berkonsentrasi menulis. Tentang apa saja.