Mohon tunggu...
Ribut Achwandi
Ribut Achwandi Mohon Tunggu... Penulis - Penyiar radio dan TV, Pendiri Yayasan Omah Sinau Sogan, Penulis dan Editor lepas

Penyuka hal-hal baru yang seru biar ada kesempatan untuk selalu belajar.

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Menulis, Antara Berpikir dan Sikap Mental

7 September 2021   03:17 Diperbarui: 7 September 2021   03:42 316
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber foto: https://keltevetech.com/

Sebuah catatan pernah ditorehkan oleh mendiang Budi Darma. Catatan itu mengungkap masalah, mengapa menulis itu dianggap sulit. Sekalipun memang, catatan itu boleh saja dianggap usang karena ditulis pada tahun 1983, akan tetapi catatan itu terasa masih sangat relevan dengan keadaan sekarang.

Pada lembar catatan itu, beliau menulis, bahwa ternyata kesulitan menulis telah menjangkiti seluruh negeri ini. Tak hanya pada masyarakat awam, warga kampus-kampus kenamaan juga mengalami hal serupa, kala itu. Memrihatinkan memang. Apalagi jika saya mengenang sepenggal kalimat Martin Luther, "If you want to change the world, pick up your pen and write".

Tak ayal jika keadaan kita saat ini hanya menjadi orang-orang yang diubah oleh keadaan. Bukan sebagai orang yang mampu mengubah dunia. Kita cukup berbangga dengan sekadar menjadi user atau follower. Masyarakat pengguna dan pengekor.

Padahal, dengan menulis---seperti dinyatakan Anton Kurnia---setiap kita dapat menyumbangkan gagasan untuk kebaikan umat manusia, berbuat baik bagi kehidupan dan kemanusiaan. Pandangan ini dipertajam pula oleh Sindhunata, bahwa sebuah tulisan pada hakikatnya merupakan sebuah upaya kita untuk mengingatkan diri sendiri tentang kedangkalan kita. Semakin banyak yang kita tulis, sesungguhnya semakin dangkal pula kita. Dengan cara ungkap lain, menulis boleh jadi merupakan sebuah kegiatan refleksi diri.

Tetapi, apa sesungguhnya yang membuat menulis jadi sulit? Budi Darma mengungkapkan, faktor utama kesulitan dalam menulis adalah kurangnya kemampuan kita berpikir kritis. Seseorang yang tidak dapat berpikir kritis, menurut Budi Darma, dengan sendirinya tidak dapat mengidentifikasikan dan memilah-milah persoalan dengan baik. Daya analisisnya juga rendah. Persepsinya pun kerap kabur.

Kekurangmampuan berpikir kritis juga berdampak pada keterbatasan seseorang dalam menuliskan permasalahan. Biasanya, orang yang kemampuan berpikir kritisnya tumpul, ia akan cenderung sekadar menceritakan ulang pengalamannya, atau apa yang pernah ia pelajari.

Pertanyaan berikutnya, mengapa kemampuan berpikir kritis bisa tumpul? Salah satu penyebabnya adalah ketidakmampuan seseorang mengorganisasikan pikiran. Wah, mungkin agak susah ya memahami yang satu ini. Baiklah, saya ambil satu contoh, dalam kehidupan sehari-hari kadang kita menjumpai orang yang pandai berbicara tetapi ia lemah dalam menulis.

Bukan berarti kepandaian berbicara itu tidak penting. Akan tetapi, melalui tulisan, pemikiran seseorang akan diuji dan dapat dipertanggungjawabkan. 

Nah, masalah ini akan menemukan keseruannya ketika kita menjumpai status atau cuwitan di media sosial. Banyak orang menulis di akun medsos mereka. Yang mereka tulis sesungguhnya sebuah ujaran (bahasa lisan) dan cenderung "asal bunyi". 

Lantas, ketika ujaran itu bermasalah, ia pun akan segera kena dampak hukum. Parahnya lagi, si pelaku ini kadang tidak bisa membuktikan bahwa apa yang ditulis di media sosial itu sebuah fakta yang benar. Maka, jeruji penjara pun segera menyambut kedatangannya.

Di sinilah sebenarnya kita bisa membedakan, mana tulisan yang benar-benar tulisan, mana yang sekadar ujaran yang ditulis. Kita juga bisa membedakan, mana tulisan yang sungguh-sungguh ditulis dengan yang asal. Dengan kata lain, aktivitas berpikir sangat diperlukan dalam menulis.

Perihal berikutnya yang membuat menulis itu sulit adalah penguasaan kita terhadap keterampilan berbahasa. Sekalipun pelajaran bahasa sudah diberikan sejak SD, nyatanya tak banyak orang mampu menguasai penggunaan bahasa. Mengapa? 

Salah satu sebabnya adalah keengganan kita membaca. Terhadap masalah ini saya kerap diingatkan oleh seorang novelis Amerika, Stephen King. 

Beliau pernah menulis; "If you want to be a writer, you must do two things above all others: read a lot and write a lot". 

Seorang penulis yang baik, tentu bermula dari menjadi seorang pembaca yang baik. Tidak ada proses yang tiba-tiba jadi. Tetapi, untuk mampu menjalani proses itu, modalnya cuma satu; berani.

Pekalongan, 7 September 2021

R.A.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun