Mohon tunggu...
Ribut Achwandi
Ribut Achwandi Mohon Tunggu... Penulis - Penyiar radio dan TV, Pendiri Yayasan Omah Sinau Sogan, Penulis dan Editor lepas

Penyuka hal-hal baru yang seru biar ada kesempatan untuk selalu belajar.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sejarah Puisi Indonesia "Digugat"

25 Agustus 2021   04:54 Diperbarui: 3 Oktober 2021   01:13 529
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagaimana umumnya prasasti, bagian awal tulisan pada Yupa Muarakaman menyebut silsilah Raja Mulawarman. Disebutkan, bahwa Sri Maharaja Kudungga yang berputra Aswawarman yang mempunyai tiga orang anak. Di antara ketiga anak itu, Mulawarmanlah raja yang berperadaban baik kuat, dan berkuasa. Disebutkan pula bahwa yupa yang didirikan merupakan tugu untuk memperingati upacara selamatan bahusuwarnnakam.

//srimatah sri-narendrasya / kundungasya mahatmanah / putro svavarmmo vikhyatah / vansakartta yathansuman / tasya putra mahatmanah / trayas traya ivagnayah / tesan trayanam pravarah / tapo-bala-damanvitah / sri mulawarmma rajendro / yastva bahusuvarnnakam / tasya yajnasya yupo 'yam / dvijendrais samprakalpitah//

Berdasarkan kajian teks prasasti, ketiga peneliti dari Fakultas Ilmu Budaya Unpad ini menemukan sebuah fakta unik. Ternyata, terdapat pola tertentu yang sangat konsisten pada tiap bait teks prasasti Muarakaman. 

Menurut mereka, teks tersebut tersusun atas 8 suku kata tiap baitnya. Diperkuat dengan pendapat pada ahli yang menggolongkan teks tersebut sebagai puisi anushtub/ sloka (berpola 8-8-8-8) dan berima a-a-a-a (perhatikan ketiga teks di atas), mereka menduga bahwa teks prasasti Yupa Muarakaman sebagai bentuk puisi.

Hal ini berbeda dengan pendapat yang selama ini berlaku. Sebagian besar sejarawan atau arkeolog menggolongkan teks prasasti sebagai teks prosa atau semacam narasi. Terutama, pada saat teks tersebut diinterpretasikan ke dalam bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris.

The illustrious lord-of-men, the great Kundunga, had a famous* son, Agvavarman [by name], who, like unto Amcumant, * was the founder of a noble race. His were three eminent sons resembling the three sacrificial fires. Foremost * amongst these three and distinguished by austerity, strength, and self-restraint * was the illustrious Mlavarman, the lord-of-kings, who had sacrificed a Bahusuvarnaka * sacrifice. For that sacrifice this sacrificial post has been prepared by the chief amongst the twice-born.(Vogel)

Sang Maharaja Kundunga, yang amat mulia, mempunjai putra yang mashur, Sang Awawarmman namanja, jang seperti Sang Anuman = (dewa Matahari) menumbuhkan keluarga jang sangat mulia. Sang Awawarmman mempunjai putra tiga, seperti api (jang sutji) tiga.2) Jang terkemuka dari ketiga putra itu ialah Sang Mlawarmman, radja yang berperadaban baik, kuat dan kuasa. Sang Mlawarmman telah mengadakan kenduri (selamatan jang dinamakan) Emas-amat-banjak. Buat peringatan kenduri (selamatan) itulah tugu batu ini didirikan oleh para Brahmana. (Poerbatjaraka)

The illustrious lord of men, the mighty great of Kundunga, had a famous son Asvavarman (by name), who, like unto Amsumant, was the founder of a noble race. His were three eminent sons resembling the three sacrificial fires. Foremost amongst these three and distinguished by austerity strength and self-restraint was the illustrious Mulavarman, the lord of kings, who had performed a Bahusuvarnaka sacrifice. For that sacrifice this sacrifical post has been established by the eminent Brahmanas. (Chhabra)

Lewat naskah penelitian yang bertajuk "Teks Yupa Muarakaman: Puisi Indonesia Abad ke-5", ketiga peneliti Unpad ini menyayangkan teknik penerjemahan yang justru meninggalkan kaidah penulisan puisi yang terdapat pada teks prasasti Yupa Muarakaman. Hal itu dapat dimaklumi, mengingat  jarak bahasa yang terlampau jauh antara bahasa Sanskerta dengan bahasa Indonesia. Kendati begitu, mereka berusaha keras merekonstruksi penerjemahan teks prasasti tersebut dengan mempertahankan bentuknya, puisi. Yaitu, dengan menggunakan pola 8 sukukata per bait/barisnya.

Versi 1:

sri matah yang dipertuan, 8

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun