"Hallo"
"Oh, Sam. ada apa ? Kakak disini hanya sama Chiara. Natan masih dikantor. Saya sama Chiara baik-baik saja. Ada apa Sam ?" tanya mama curiga.
"Oh yasudah"
Lalu mama meletakkan gagang telepon ketempat semula. "kenapa ma?" tanyaku setelah Mama menutup telepon. "Paman Sam mau kesini" jawab mama. Aku khawatir mendengar suara mama "Ada apa sih ma? Kenapa semua orang mau kesini? Tadi tante Santi telepon dan dia juga mau kesini." "Mama juga gaktau Chi." Tiba-tiba bayangan Papa lewat dipikiranku, tanpa memikirkan panjang, aku langsung mengambil gagang telepon. "Kamu mau telepon siapa Chiara?" "Aku mau telepon Papa" "Jangan Chiara papa kamu sedang kerja. Kasihan kalau diganggu." Cegah Mama. Aku terdiam mendengar perkataan Mama tapi sedetik kemudian aku tidak memperdulikannya. Aku berusaha menghubungi hanphone Papa. Telepon tersambung tapi tidak diangkat. Mendadak aku menjadi penasaran, maka ku tekan tombol redial. Sekarang telepon diangkat. Ada perasaan lega didadaku. Tapi itu tidak lama, aku mulai khawatir saat kudengar bukan suara papa. "Hallo" kataku dengan tenang dan khawatir tidak ada yang menjawab. "Hallo Papa" teriakku. Lalu suara berikutnya yang kudengar adalah suara lelaki yang mengatakan "ini telepon dari anaknya" "sudah tutup saja" kata suara lelaki lain. "Hallo ini siapa ? Papa mana? Papa! Papa!" teriakku semakin keras. Lalu teleponnya terputus lagi, Aku mencoba menghubunginya lagi,sementara aku hiraukan omongan Mama yang bertanya-tanya kepadaku. Dan saat ini telepon yang tersambung ke voice mail. Bukan pertanda baik. Ketukan pintu membuat aku kaget, dengan setengah berlari mama membukakan pintu dan aku mengikuti Mama dari belakang. Kulihat tante Santi dan nenek. Seketika nenek merangkul mama. "Ada apa Bu?" Mama menatapnya dengan pandangan bertanya-tanya. "Sebenarnya ada apasih tante?" saat ini aku bertanya dengan nada tinggi. Tante Santi membisu dengan raut wajah yang berduka. "Papa kenapa tante?" "Tadi pagi.. saat papa kamu sedang persentasi..your Dad get a heart attack," ucap tante Santi terbata-bata. Bagaikan tersumbar petir aku mendengarnya. Aku berdiri terdiam dan menatap tante Santi. "Sekarang bagaimana keadaan Papa?" tanyaku dengan suara bergetar dan menahan nangis. Tante Santi tidak menjawabku. Dia hanya merangkulku ke dalam pelukannya. Sementara nenek memeluk Mama yang nangis histeris.
Aku berdiri di depan batu nisan, pemakaman telah selesai 2 jam yang lalu, tapi aku masih berdiri sendiri didepan pemakaman Papa. Air mataku terus mengalir, ada penyesalan yang sangat kuat dihati dan pikiranku. Penyesalan seumur hidup akan selalu mengikutiku. Mengapa tidak kuucapkan kalimat itu disaat aku punya banyak kesempatan untuk mengatakannya? Kini semuanya sudah terlambat, sebesar apapun penyesalan itu, tidak akan bisa mengembalikan Papa kesisiku. Sekarang Papa telah tertidur lelap dalam keabadian, damai dalam pelukannya. Permohonan maaf, rasa terimakasih dan kalimat "aku sayang papa" tidak sempat terucap. Aku menghirup napas dalam-dalam, aku mencoba menahan air mata yang mengalir deras lagi. Lalu dengan lembut dan hati-hati kuusap batu nisan dihadapanku yang tertulis nama Papa. Aku berusaha tersenyum dan kukatakan dengan semangat "AKU SAYANG PAPA"
-SAD ENDING-
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H