Mengenal Pemimpin Para Wanita Surga
Siapakah pemimpin para wanita surga? Pemimpin para wanita surga yaitu Sayyidah Fathimah, putri Rasulullah Saw. Sayyidah Fathimah lahir pada hari jumat, 20 jumadil akhir 5 tahun sebelum kenabian. Rasulullah Saw sangat senang ketika sayyidah Fathimah lahir. "Fathimah" artinya terhindar dari api neraka. Tambahan nama beliau banyak, seperti "assiddiqah" "al mubarakah" "al batul" "az zakiyah" tapi yang paling terkenal adalah "Azzahra" yang artinya bercahaya, bersinar terang.Â
Cahaya benderang beliau ini menerangi ahli sama' sebagaimana cahaya bintang gemintang menerangi ahli bumi. Maknanya, kemuliaan beliau bukan hanya untuk kita tapi ahli sama' artinya disanjung oleh para malaikat, disanjung oleh para makhluk Allah SWT. Karena begitu besar pengabdiannya kepada Allah, kepada ayah ibunya, itu menjadikan beliau wanita yang sangat istimewa.
Al batul artinya tidak pernah batal, beliau tidak pernah terhalang shalatnya karena hadast, bahkan setelah melahirkan beliau tidak keluar darah nifas, setelah melahirkan langsung bisa mandi dan beribadah.
Ciri-ciri fisik Sayyidah Fathimah sangat mirip dengan Nabi Saw. Salah-satu fisiknya rambut beliau hitam panjang dan kulitnya putih kemerah-merahan.
Bagaimana cara mengikuti Sayyidah Fathimah?
Cara kita bisa mengikuti Sayyidah Fathimah dengan cara mencintai beliau, karna kita tau beliau adalah pemimpinnya wanita di surga nanti. Orang yang bisa cinta yaitu orang yang tau tentang keistimewaan beliau. Cinta kepada beliau takkan sia-sia, akan bermanfaat sampai hari kiamat nanti. Cara mencintai beliau adalah dengan cara ittiba' yaitu mengikuti jalan beliau.
Rasulullah Saw pernah mengajarkan Sayyidah Fathimah tentang sesuatu yang tertulis di pelepah kurma (sebuah hadist) yang berbunyi: Barangsiapa yang beriman kepada Allah SWT dan hari akhir, hendaklah berbuat baik kepada tetangga, memuliakan tamu dan berkata baik atau diam. Ramah, lembut, tenang, anggun, teliti bila mengerjakan sesuatu, menjaga diri dan sifat malunya yang sangat tinggi.Â
Beliau tidak pernah bohong, selalu jujur walaupun pahit. Beliau melayani Nabi Saw sangat total, sehingga digelar "Ummu Abiha" artinya ibu ayahnya, karena beliau sangat total dalam berbakti kepada ayah beliau. Jadi, dari kecil beliau terbiasa khidmah di rumah, sudah terbiasa membantu orang tua beliau di rumah. Jadi, sifat malas bukanlah ciri-cirinya sayyidah Fathimah.
Sayyidah Fathimah membantu dakwahnya Nabi Saw, setia mendampingi seperti ibunya ketika masih hidup. Setelah mengalami masa-masa sulit dakwah di Mekkah, Nabi dan ahlul bait hijrah ke Madinah. Di Madinah dakwah sudah lebih ringan dibandingkan dakwah di Mekkah. Di sanalah Sayyidah Fathimah menikah dengan Sayyidina Ali Bin Abi Thalib.Â
Dalam rumah tangganya, beliau sangat sederhana dan pas- pasan, padahal beliau adalah putrinya Nabi, orang besar. Apalagi beliau pernah dibisikkan oleh ayahnya tentang berita dari Allah bahwa beliau nanti akan menjadi pemimpin wanita di surga. Tapi, kehidupan beliau di dunia ini sangat lah sederhana, bahkan susah. Beliau tak mampu membeli gandum yang sudah digiling, beli gandum harus ditumbuk sendiri dulu karena berbentuk biji gandum, sampai di rumahnya, sayyidah Fathimah lah yang menumbukkan hingga halus dan diolah menjadi roti. Beliau menumbuk gandum hingga tangannya pecah-pecah, kasar.
Suatu waktu Nabi Saw datang ke rumah Sayyidah Fathimah, saat itu beliau sedang menggiling gandum. Rasul pun kasihan melihat putri beliau yang bekerja sangat berat, maka Nabi Saw memintanya berhenti dan menyuruh batu gilingan itu menggiling, batu itupun menggiling gandum dengan sendirinya (salah-satu mukjizat Nabi Saw). Segitu beratnya pekerjaan sayyidah Fathimah, belum lagi beliau mengangkat air sendiri, tidak ada pembantu.
Suatu hari, Sayyidina Ali dan Sayyidah Fathimah meminta seorang tawanan perang kepada Nabi Saw untuk membantu meringankan beban beliau di rumah. Namun, Nabi Saw memberikan amalan sebelum tidur, yaitu tasbih 33 kali, tahmid 33 kali dan takbir 34 kali. Amalan ini keutamaannya adalah untuk menambahkan energi kita di pagi hari.
Sayyidah Fathimah menerapkan sifat sabar dalam rumah tangganya, beliau pun mengajarkannya kepada anak-anaknya. Pernah suatu ketika Sayyidina Husein sakit, maka beliau pun mengajak semua keluarganya untuk bernazar berpuasa saat Sayyidina Husein sembuh.
 Maka, setelah sembuh merekapun berpuasa, di hari pertama saat mau berbuka mereka hanya punya kurma dan air putih, tapi datanglah peminta-minta yang meminta makanan, merekapun memberi semua hidangannya, hari kedua dan ketiga pun begitu, selalu hadir orang yang meminta makanan mereka di saat akan berbuka puasa. Makanya Allah memberikan pahala yang luar biasa karena mereka sangat sabar di dunia. Di akhirat nikmatnya selamanya, di dunia hanya sementara. Selain sabar, beliau juga sangat dermawan, sering mendahulukan dan membantu orang lain. Beliau juga bersifat zuhud yaitu tidak mencintai dunia atau tidak meletakkan dunia dalam hatinya.
Sayyidah Fathimah mempunyai sifat malu. Sifat malunya itu melebihi rasa malunya wanita yang dipingit, begitu pula dengan sayyidah Fathimah, karena beliau adalah cerminan ayahnya. Beliau sangat pemalu, sehingga tercermin dalam kata-katanya yang halus, beliau sangat malu kepada Allah, bila beliau tidak qanaah, malu bila beliau tidak pandai bersyukur, malu bila mengeluh. Maka, sudah sepatutnya wanita zaman sekarang mengikuti beliau, memelihara sifat malunya, karna itulah tolak ukur kemuliaan diri seorang wanita.
Suatu saat Rasulullah saw sedang duduk bersama para sahabatnya, ketika itu beliau sedang membahas suatu masalah, kemudian di akhir pertemuan, Nabi Saw bertanya kepada para sahabatnya, "Siapakah wanita yang paling baik?" Para sahabat tidak ada yang bisa menjawab. Ali Bin Abi Thalib menanyakan kepada istri beliau, sayyidah Fathimah pun menjawab bahwa wanita yang paling baik adalah wanita yang "tidak dilihat dan melihat laki-laki yang bukan mahramnya". Esoknya, Ali Ra pun memberikan jawaban tersebut kepada Nabi Saw. Nabi Saw pun tersenyum puas mendengarnya dan mengecup kening sayyidah Fathimah.
Sayyidah Fathimah pernah merasa kebingungan dan sedih mengingat bila beliau meninggal beliau khawatir janazah beliau yang dibungkus akan dilihat lekuk tubuhnya oleh orang yang bukan mahram, maka sayyidah Asma' pun memberi saran untuk memakai penutup/keranda, beliau pun senang dengan saran tersebut. Begituah gambaran kehidupan beliau. Maka cintailah beliau, ikuti beliau. Dan setiap cinta itu pasti ada pengorbanannya, sejauh mana pengorbanan kita dalam mengikuti beliau, sejauh itulah cinta kita. Semoga kelak kita dikumpulkan bersama beliau di hari kiamat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H