Natura atau bahasa yang lebih familiar di masyarakat yang lebih mendekati adalah tunjangan non tunai, jadi Natura adalah tunjangan yang diterima oleh pegawia / karyawan dalam bentuk selain uang, bisa fasilitas, atau kenikmatan lain. Contoh paling mudah dan yang paling sering ditemui adalah makanan, minuman, tunjangan kosmetik untuk karyawati yang diberikan dalam bentuk produk, paket liburan, fasilitas rumah dinas yang disediakan oleh perusahaan, kendaraan dinas, asuransi kesehatan, member gym dan masih banyak contoh lain di sekitar kita. Lalu apa yang menyebabkan Natura  ini menjadi bahan perbincangan akhir – akhir ini?
Begini ceritanya, Pada tahun 2022 dan sebelumnya Natura ini merupakan tunjangan yang tidak dianggap sebagai penghasilan (bukan gaji atau penghasilan bagi pegawai), sehingga bagi pegawai, Natura hanyalah penerimaan Cuma – Cuma, tidak ada unsur pajak, tidak dipotong PPh 21. Disisi lain perusahaan yang memberikan natura, mengeluarkan uang atau biaya untuk memberikan natura ini, namun perusahaan tidak boleh membiayakan pengeluaran natura dalam pembukuan pajak, menurut Laporan Pajak pengeluaran natura bukanlah biaya wajib sehingga tidak bisa mengurangi pendapatan, tidak bisa mengurangi laba, sehingga tidak boleh mengurangi Pajak Penghasilan.
Lalu pada tanggal 27 Juni 2023 kemarin, ibu Menkeu kesayangan kita mengeluarkan peraturan baru, PMK No 66 Tahun 2023 yang mengatur mengenai Natura  ini. Berdasarkan PMK No. 66 Tahun 2023 ini, perusahaan boleh membiayakan natura ke dalam laporan keuangannya, mulai tahun ini, well di peraturan disebutkan mulai tahun 2022 namun lebih baik kita anggap mulai tahun ini, semua biaya natura bisa dibiayakan dalam Lapora Keuangan perusahaan, bisa mengurangi Laba perusahaan dan tentu saja bisa mengurangi pajak penghasilan bagi perusahaan sebagai pemberi natura, namun hal yang menjadi kehebohan adalah natura yang diberikan kepada pegawai bisa dianggap sebagai penghasilan dan harus dipotong Pajak Penghasilan. Namun tentu saja tidak semua natura akan menjadi objek Pajak Penghasilan, ada beberapa natura yang dikecualikan dari objek Pajak Penghasilan antara lain:
- Makanan dan minuman yang disediakan untuk karyawan di tempat kerja bukan merupakan objek pajak penghasilan, sedangkan klaim biaya makanan dan minuman untuk pegawai dinas luar maksimal Rp2.000.000,- (dua juta rupiah) per orang dalam satu bulan atau senilai makanan dan minuman yang diperoleh karyawan yang dikantor; artinya jika karyawan yang dikantor mendapatkan makanan dan minuman dalam satu bulan diatas Rp2.000.000,- maka pegawai dinas luar diperbolehkan mengajukan klaim senilai yang diperoleh setiap pegawai yang dikantor yang dibebaskan dari Pajak Penghasilan, namun jika pegawai yang dikantor dalam satu bulan memperoleh jatah dibawah Rp2.000.000,- per orang,maka pegawai dinas luar hanya boleh mengajukan klaim biaya makanan dan minuman maksimal sebesar Rp2.000.000,- yang dibebaskan Pajak penghasilan, selebihnya akan menjadi objek Pajak Penghasilan.
- Bingkisan Hari Raya Idul Fitri, Natal, Waisak, Nyepi dan Imlek tidak ada batasan nilai, namun untuk bingkisan lain misalnya hadiah ulang tahun, ucapan selamat dan lain – lain maksimal Rp3.00.000,- (tiga juta rupiah) per tahun per orang
- Fasilitas olahraga, misalnya member Gym, keikutsertaan dalam acara olehraga dan sebagainya, dikecualikan dari objek pajak dengan nilai maksimal RP1.500.000,- (satu juta lima ratus ribu rupiah) per orang dalam satu tahun, selebihnya merupakan objek pajak penghasilan; Olahraga Golf, Pacuan Kuda, Power Boating, terbang layang dan otomotif tidak termasuk ke dalam pengecualian.
- Fasilitas tempat tinggal Non komunal misalnya sewa apartemen, maksimal Rp2.000.000,- (dua juta rupiah) per bulan, selebihnya merupakan objek pajak penghasilan; Contoh : seorang pegawai mendapatkan fasilitas apartemen dari perusahaan dengan harga sewa apartemen per bulan sebesar Rp10.000.000,- (sepuluh juta rupiah), maka dari nilai tersebut Rp2.000.000,- bukan objek pajak penghasilan, sedangkan sisanya senilai Rp8.000.000,- dianggap sebagai penghasilan dan dipotong pajak penghasilan pasal 21, jika perusahaan belum memotong PPh maka penerima fasilitas (pegawai tersebut) harus menghitung dan menyetorkan PPh 21 terhutangnya.
- Fasilitas Tempat tinggal komunal (seperti asrama, mess pegawai dan sejenisnya) tidak ada batasan nilai
- Fasilitas standar keamanan, kesehatan dan keselamatan kerja misalnya seragam, apd, fasilitas antar jemput, obat – obatan, vaksin dll tidak ada batasan nilai
- Fasilitas yang diterima oleh pegawai yang bekerja di daerah tertentu. Daerah tertentu ini adalah daerah yang memiliki kriteria sarana dan prasarana yang tidak memadai misalnya daerah terpencil atau lokasi tambang yang masih sulit dijangkau
- Fasilitas kendaraan, bukan merupakan objek pajak selama penerima fasilitas bukan pemegang saham dan memiliki penghasilan bruto perbulan tidak melebihi Rp100.000.000,- (seratus juta rupiah).
- Fasilitas rumah ibadah
- Fasilitas iuran (misalnya dana pensiun yang dibayarkan oleh perusahaan)
- Peralatan dan fasilitas kerja (misalnya ponsel, laptop, camera, internet dll
- Fasilitas Pelayanan Kesehatan dan Pengobatan
Beberapa fasilitas lain yang belum disebutkan di peraturan namun bisa dibuktikan bahwa perusahaan membutuhkan bisa disesuaikan, seperti yang disampaikan oleh dirjen pajak pada saat briefing mengenai peraturan ini bahwa peraturan ini menganut azas kelayakan, sehingga pada prakteknya bisa disesuaikan sesuai dengan tingkat kelayakan yang berlaku di perusahaan.
Sebagai gambaran tentang efek Peraturan ini terhadap pajak perusahaan, saya berikan contoh penghitungan sederhana sebelum dan sesudah PMK 66 Tahun 2023 :
PT. Agency merupakan Perusahaan periklanan yang selama tahun 2023 mendapatkan omset sebesar Rp600.000.000,-. Selama tahun 2023 total biaya yang dikeluarkan sebesar Rp 450.000.000,- dari biaya tersebut terdapat di dalamnya biaya liburan 5 orang karyawan ke Bali senilai Rp45.000.000,-
Penghitungan Pajaknya adalah sebagai berikut:
- Sebelum terbit PMK No 60. Tahun 2023
Pendapatan Usaha      600.000.000,-
Biaya usaha              450.000.000,-
Laba Usaha              150.000.000,-
Koreksi Fiskal              (45.000.000,-)  atas biaya liburan karyawan
Laba Fiskal               195.000.000,-
PPh terhutang             21.450.000,-
- Setelah terbit PMK No 60. Tahun 2023
Pendapatan Usaha      600.000.000,-
Biaya usaha              450.000.000,-
Laba Usaha              150.000.000,-
Laba Fiskal               150.000.000,- tidak ada koreksi Fiskal
PPh terhutang             16.500.000,-
Dari segi perusahaan Peraturan ini menguntungkan karena biaya Natura bisa mengurangi laba dan bisa mengurangi Pajak Penghasilan yang harus ditanggung perusahaan, namun bagi penerima natura tertentu (yang tidak termasuk dalam pengecualian) bisa saja ini memberatkan, namun selama natura yang diterima masih dalam cakupan pengecualian maka tidak ada efek buruk bagi penerima Natura. Lalu bagaimanakah dari segi pajak? Tentu saja efeknya baru bisa diketahui setelah pelaporan SPT Tahunan  untuk Tahun Pajak 2023 nanti.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H