Mohon tunggu...
Ria Syahirah
Ria Syahirah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya merupakan mahasiswa aktif dan saya sangat menyukai hal yang berhubungan dengan bernyanyi.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Paradigma-paradigma dalam Teori Sosiologi Kontemporer

6 September 2022   12:51 Diperbarui: 6 September 2022   13:09 550
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Paradigma sosiologi merupakan bagian yang sangat melekat bagi para sosiolog dalam melihat fenomena sosial. Istilah paradigma pertama kali diperkenalkan oleh fisikawan Amerika Thomas Samuel Kuhn (1922-1996) yaitu dalam bukunya yang berjudul The Structure of Scientific Revolution (1962) dan kemudian dipopulerkan oleh Robert Friedrichs dalam bukunya Sociology of Sociology (1970). 

Menurut Kuhn paradigma adalah sebuah cara untuk mengetahui realita sosial yang dikonstruksi oleh mode of thought atau mode of inquiry tertentu yaitu mode of knowing yang spesifik. Mode of thought atau mode of inquiry dapat didefinisikan sebagai cara pandang yang dalam dan kemudian menghasilkan sebuah pengetahuan. 

Kemudian paradigma menjadi unit terluas dari konsensus atau kesepakatan dalam ilmu pengetahuan yang membedakan satu komunitas ilmuan dengan ilmuan yang lainnya. Oleh karena itu, paradigm sangat penting bagi satu entitas ilmu pengetahuan. 

Dalam bukunya, George Ritzer mengemukakan tiga faktor perbedaan dalam paradigm diantaranya: Perbedaan pandangan filsafat yang mendasari pemikirannya, konsekuensi logis dari pandangan filsafat yang berbeda dan menyebabkan teori - teori yang dibangun atau dikembangkan masing - masing komunitas ilmuwan juga akan berbeda, 

dan metode yang digunakan untuk memahami dan menjelaskan substansi ilmu berbeda antar komunitas ilmuwan lain. Sebagai contoh yaitu kemcetan, setiap ilmuan akan memiliki pandangan masing-masing sebagai fenomena tersebut. 

Ada yang berpandangan bahwa kemacetan adalah seni kehidupan dan adalah berpandangan bahwa kemacetan merupakan sbeuah fenomena sosial. Begitu juga ilmuan akan memandang sebuah paradigma dengan berbeda-beda.

Selain itu, terdapat paradigma dalam sosiologi yaitu:

Empirisisme / Positivism

Dalam Empirisme atau Positivism adopsi idel tentang sebuah ilmu alam. Positivism juga memandang bahwa sains sebagai sebuah ilmu pengetahuan tertinggi atau genuine. Selain itu, metode sains harus diperluas terhadap ilmu-ilmu sosial humaniora dan dalam pelaksanaan nya ilmu sosial berbasil sains dapat digunakan sebagai kontrol dan mengatur serta memprediksi perilaku aktor.

            Positivisme dalam sosiologi, diantaranya:

  • August Comte dan tahap pengetahuan
  • Emile Durkheim sebuah studi tentang bunuh diri
  • Relibilitas kuantitatif, objektifitas, dan aplikasi sebagaimana sains yang harus dimiliki oleh ilmu sosial.
  • Ontology: terdapat sesuatu yang sensible (panca indra)
  • Epistemology: pengetahuan dapat dicapai melalui observasi
  • Metodologi: kuantifikasi atau sebuah fakta sosial independen yang berperan sebagai objek

Sosiologi Interpretatif

  • Giddens berpendapat bahwa kehidupan manusia secara esensial dibangun oleh makna, bahasa, dan pemikiran atau komunikasi reflektif.
  • Weber mengungkapkan bahwa ilmu sosial mempelajari "Maningful Action As Oppose To Behaviour atau Social Action.
  • Weber's social actions yaitu tradisional, afektual, rasional, praktikal atau pencapaian tujuan.
  • Ontologi terdapat sesuatu yang dimaknai dalam bahasa.
  • Epistemology adalah sebuah ilmu pengetahuan yang didapat dalam proses interpretative.
  • Metodologi berupa empati, pengungkapan dimensi subjektif sedalam-dalamnya.

Kritisme/Realisme

  • Terdapat underlying structure dalam setiap fenomena.
  • Realitas terbagi dalam dua kedalaman yaitu Common Sense dan Realitas Saintifik.
  • Tugas pengetahuan adalah mengungkapkan underlying structure.

Menurut George Ritzer terdapat tiga paradigma dalam sosiologi, yaitu:

Bersumber dalam pemikiran Emile Durkheim dengan landasan karyanya yaitu "The Rules Of Sosiological Method (1895)" serta "Suicide (1897)". Emile Durkheim mengkritik sosiologi yang didominasi oleh Comte bahwa sosiologi dikaji berdasarka pemikiran dan bukan fakta nyata yang ada di lapangan. Teori-teori yang terdapat dalam paradigma ini yaitu Teori Fungsional Struktural, Teori Konflik, Teori Sosiologi Makro, dan Teori Sistem.

  • Definisi Sosial

Paradigma ini ditandai oleh analisa Weber tentang tindakan sosial atau social action. Jika Durkheim memisahkan antara struktur dan institusi sosial sebagai fenomena sosial yang terjadi di masyarakat, maka sebaliknya Weber melihat hal tersbut menjadi satu kesatuan dan memiliki sebuah makna. 

Menurut Weber, perkembangan sebuah institusi sosial harus melihat tindakan manusia. Karena segala tindakan manusia ada kontribusi atau pengaruh dari institusi sosial. Paradigma sosial sendiri didukung oleh beberapa teori di dalamnya seperti Teori Aksi, Teori Interaksionalisme Simbolik, Teori Fenomenologi, dan Teori Etnometodologi.

  • Perilaku Sosial

Paradigma perilaku sosial mengacu pada karya psikolog Amerika Burrhus Frederic Skinner, salah satunya Beyond Freedom And Dignity (1971). Paradigma ini lebih memusatkan perhatian dengan sebuah hubungan antar individu dengan individu dan individu dengan lingkungan nya. 

Perilaku sosial menyatakan bahwa objek studi sosiologi yang konkrit dan realistis adalah perilaku manusia Tingkah laku seorang individu, memiliki hubungan dengan bagiaman seorang individu berperilaku di lingkungan nya. Jadi perilaku seorang individu akan mempengaruhi struktur sosial. 

Teori dalam perilaku sosial yaitu Teori behavioral sociology dengan asumsi reinforcement dan proposisi reward and punishment dan Teori pertukaran (exchange) dengan asumsi selalu ada take and give dalam dunia sosial . 

Semakin sering individu melakukan suatu tindakan tertentu yang dinilainya membawa keutungan atau manfaat maka semakin sering juga individu tersebut melakukan tindakan yang sama. Selanjutnya jika di masa lalu ada stimulus yang di masa lalu individu mendapatkan hasil atau respon yang positif maka individu tersebut dapat melakukan hal yang sama. 

Semakin sering individu tersebut mendapatkan apresiasi yang baik, maka sekain sering juga individu tersbeut melakukan tindakan nya.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun