Paradigma sosiologi merupakan bagian yang sangat melekat bagi para sosiolog dalam melihat fenomena sosial. Istilah paradigma pertama kali diperkenalkan oleh fisikawan Amerika Thomas Samuel Kuhn (1922-1996) yaitu dalam bukunya yang berjudul The Structure of Scientific Revolution (1962) dan kemudian dipopulerkan oleh Robert Friedrichs dalam bukunya Sociology of Sociology (1970).Â
Menurut Kuhn paradigma adalah sebuah cara untuk mengetahui realita sosial yang dikonstruksi oleh mode of thought atau mode of inquiry tertentu yaitu mode of knowing yang spesifik. Mode of thought atau mode of inquiry dapat didefinisikan sebagai cara pandang yang dalam dan kemudian menghasilkan sebuah pengetahuan.Â
Kemudian paradigma menjadi unit terluas dari konsensus atau kesepakatan dalam ilmu pengetahuan yang membedakan satu komunitas ilmuan dengan ilmuan yang lainnya. Oleh karena itu, paradigm sangat penting bagi satu entitas ilmu pengetahuan.Â
Dalam bukunya, George Ritzer mengemukakan tiga faktor perbedaan dalam paradigm diantaranya: Perbedaan pandangan filsafat yang mendasari pemikirannya, konsekuensi logis dari pandangan filsafat yang berbeda dan menyebabkan teori - teori yang dibangun atau dikembangkan masing - masing komunitas ilmuwan juga akan berbeda,Â
dan metode yang digunakan untuk memahami dan menjelaskan substansi ilmu berbeda antar komunitas ilmuwan lain. Sebagai contoh yaitu kemcetan, setiap ilmuan akan memiliki pandangan masing-masing sebagai fenomena tersebut.Â
Ada yang berpandangan bahwa kemacetan adalah seni kehidupan dan adalah berpandangan bahwa kemacetan merupakan sbeuah fenomena sosial. Begitu juga ilmuan akan memandang sebuah paradigma dengan berbeda-beda.
Selain itu, terdapat paradigma dalam sosiologi yaitu:
Empirisisme / Positivism
Dalam Empirisme atau Positivism adopsi idel tentang sebuah ilmu alam. Positivism juga memandang bahwa sains sebagai sebuah ilmu pengetahuan tertinggi atau genuine. Selain itu, metode sains harus diperluas terhadap ilmu-ilmu sosial humaniora dan dalam pelaksanaan nya ilmu sosial berbasil sains dapat digunakan sebagai kontrol dan mengatur serta memprediksi perilaku aktor.
      Positivisme dalam sosiologi, diantaranya:
- August Comte dan tahap pengetahuan
- Emile Durkheim sebuah studi tentang bunuh diri
- Relibilitas kuantitatif, objektifitas, dan aplikasi sebagaimana sains yang harus dimiliki oleh ilmu sosial.
- Ontology: terdapat sesuatu yang sensible (panca indra)
- Epistemology: pengetahuan dapat dicapai melalui observasi
- Metodologi: kuantifikasi atau sebuah fakta sosial independen yang berperan sebagai objek