Mohon tunggu...
riap windhu
riap windhu Mohon Tunggu... Sales - Perempuan yang suka membaca dan menulis

Menulis untuk kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Serunya Kolaborasi Tiga Komunitas di Muskitnas

29 Januari 2025   12:05 Diperbarui: 30 Januari 2025   18:15 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Moderator kegiatan Dewi Puspa dan peserta (dok.windhu) 

Kolaborasi jadi kata kunci lancarnya kegiatan tiga komunitas Kompasiana yang digelar di bulan pertama tahun 2025. Kesempatan berkegiatan bagi komunitas di Ruangan Kebangkitan, Museum Kebangkitan Nasional (Muskitnas) turut memuluskan pelaksanaannya. 

Hujan tiba-tiba turun. Pagi jelang pukul 6.00. Kondisi alam ini sempat jadi obrolan sejenak di WAG kolaborasi. Namun, tak ada pilihan. Semangat harus berlipat. Tak soal menembus hujan karena untuk pertama kalinya kolaborasi tiga komunitas di Kompasiana digelar di Muskitnas, Sabtu 18 Januari 2O25.

Peserta Tur Museum Sambil Belajar Naskah Film mengisi daftar hadir (dok.windhu) 
Peserta Tur Museum Sambil Belajar Naskah Film mengisi daftar hadir (dok.windhu) 

Tepat jam buka loket pukul 8.00, tiket peserta sudah tersedia. Snack Box, suvenir bibit tanaman, dan kado-kado yang dibungkus sampul warna cokelat untuk doorpize sudah siap. Tinggal menunggu peserta datang satu persatu. Absen berisi nama-nama peserta tinggal diisi saja.

Yovan Nainggolan sebagai narasumber bahkan sudah tiba. Lengkap dengan gitar yang akan mengiringi lagu di sela-sela kegiatan. Banner dan perlengkapan tayangan visual untuk peserta sudah siap. Inilah harinya. Akhirnya terlaksana juga kegiatan di Museum Kebangkitan Nasional (Muskitnas).

Pengenalan tiga komunitas oleh Ernie, Ketua Ketapels (sok.windhu) 
Pengenalan tiga komunitas oleh Ernie, Ketua Ketapels (sok.windhu) 

Kolaborasi Tiga Komunitas

Masih teringat, sekitar dua tahun lalu sempat berkirim proposal ke Muskitnas untuk lokasi kegiatan kolaborasi pertama Ladiesiana dan Komik berupa Diskusi dan Peluncuran Buku “Perempuan dan Sinema”, meski kemudian akhirnya diselenggarakan di  selasar Taman Ismail Marzuki (TIM) Jakarta.

Namun tahun 2025 ini berbeda. Kini kolaborasi tiga komunitas,yakni Ladiesiana (Komunitas Perempuan), Komik (Komunitas Pengemar Film), dan Ketapels (Komunitas Tangerang dan Sekitarnya).

Hiburan puisi sebelum kegiatan (dok.windhu) 
Hiburan puisi sebelum kegiatan (dok.windhu) 

Kolaborasi bermula dari keinginan Komik mengadakan kegiatan awal tahun yang bertemu obrolan dengan rencana perayaan ulang tahun komunitas Ketapels, sekaligus pemberian penghargaan kepada Sutiono Gunadi, kompasianer yang loyal pada berbagai kegiatan komunitas.

Tawaran turut berkolaborasi pun bersambut karena Muskitnas faktanya tak melulu hanya menyimpan kisah pergerakan yang didominasi kaum laki-laki. Faktanya, pergerakan kaum perempuan juga berkaitan dengan Muskitnas.

Mc Iswadi memandu kegiatan dan berpantun (dok.windhu) 
Mc Iswadi memandu kegiatan dan berpantun (dok.windhu) 

Begitulah,kegiatan kolaborasi pun tercipta. Peserta tak hanya berasal dari mereka yang merupakan anggota dari tiga komunitas. Peserta umum pun diperbolehkan mengikuti acara. Sebuah kesempatan untuk memperkenalkan kegiatan komunitas tidak hanya terbatas pada anggota komunitas dan kompasianer lainnya.   

Poster Silaturahmi dan Bincang Komunitas Event Spesial 9 Tahun Ketapels feat Komik dan Ladiesiana pun dibuat.  Isinya  berupa ajakan kegiatan “Tur Museum Sambil Belajar Nulis Naskah Film” yang gratis dan terbuka untuk umum. Narasumbernya Yovan Nainggolan, pekerja film di berbagai TV Series (Jeng Kelin dan Tetangga Masa Begitu) dan penulis naskah (Nightmare Slide: Delusional).

Moderator kegiatan Dewi Puspa dan peserta (dok.windhu) 
Moderator kegiatan Dewi Puspa dan peserta (dok.windhu) 

Antusias Tinggi Masyarakat Umum

Senangnya, antusias masyarakat umum begitu tinggi. Formulir online harus ditutup dini karena lonjakan peserta yang tidak diduga sebelumnya. Target peserta total semula hanyalah 40 orang saja, yang kemudian disepakati maksimal 50. Seleksi peserta terpaksa dilakukan sebelum dikumpulkan dalam sebuah whatsapp grup.

Bertabur doorprize (dok.windhu) 
Bertabur doorprize (dok.windhu) 

Apakah yang melatarbelakangi antusias? Puspa berseloroh mungkin karena narasumbernya punya banyak fans. Mungkin saja karena tema diskusi yang menarik mengenai skrip film. Bisa jadi karena dibuka untuk umum tanpa biaya. Bisa juga karena menyangkut tiga komunitas atau lokasi kegiatan yang sangat strategis dan dikenal masyarakat, yakni Muskitnas.

Narasumber Yovan dengan peserta diskusi (dok.windhu) 
Narasumber Yovan dengan peserta diskusi (dok.windhu) 

Yang jelas, antusiasme masyarakat umum  sangat membahagiakan. Peserta terdiri atas masyarakat umum yang mungkin saja belum mengenal sama sekali komunitas-komunitas di Kompasiana. Berada dalam satu ruang dengan para anggota ketiga komunitas.

“Aku anggota Komik, anggota Ladiesiana, dan anggota Ketapels juga,” ucap Fenni, salah satu peserta kegiatan, seraya tersipu saat mengisi daftar hadir.

Ulang Tahun Ketapels (dok.windhu) 
Ulang Tahun Ketapels (dok.windhu) 

Salut buat para peserta yang tetap bersemangat hadir kala pagi masih gerimis. Acung jempol juga buat Guntur, seorang difabel peserta umum yang sangat semangat ikut kegiatan dan datang paling pagi.  

Buat Uwan yang sudah memberikan hadiah lukisan. Untuk admin Komik Puspa dan Linda serta admin Ketapels Bude Erni.  Dari kolaborasi, selalu saja ada yang bisa dipelajari.  Oh ya, tentu juga buat Muskitnas yang sudah memberikan ruang berkegiatan komunitas.

Pemberian penghargaan kepada Sutiono Gunadi,yang aktif di semua komunitas (dok.siti) 
Pemberian penghargaan kepada Sutiono Gunadi,yang aktif di semua komunitas (dok.siti) 

Jeng Kelin, Kartini, dan Muskitnas

Karakter Jeng Kelin yang populer pada era tahun 2000-an ternyata masih lekat dalam ingatan para peserta workshop dan diskusi bikin skrip film dan karakter ikonik. Jeng Kelin, gambaran perempuan berpenampilan nyentrik dengan dandanan mencolok, yakni gaya rambut yang oendek, blush on pink tebal di pipi kanan dan kiri, rias bibir berbentuk hati, tas besar, dan baju terusan pink pudar, serta bersuara cempreng.

Menurut Yovan Nainggolan sebagai pekerja film yang membidaninya, karakter Jeng Kelin yang kemudian sangat susah lepas dari Nycta Gina pemerannya, sebenarnya merupakan hasil dari Amati Tiru dan Modifikasi (ATM) dari film Hollywood. Nah disinilah, tantangan dan peluangnya terkait penulisan naskah yang masih sangat terbuka kebutuhannya di Indonesia.

Suasana diskusi (dok.windhu) 
Suasana diskusi (dok.windhu) 

Peserta diskusi larut menyimak tayangan slide-slide mengenai naskah film yang disampaikan Yovan Nainggolan. Tanya jawab berlangsung menarik meski kemudian tampaknya melambat karena materi yang bagi awam menjadi semakin berat. Kelak harus benar-benar dipraktikkan!

Dalam hati, sejak lama saya kagum dengan Nycta Gina, pemeran karakter Jeng Kelin, perempyan yang memiliki pendidikan dokter. Diskusi di Muskitnas terasa tepat karena Muskitnas dulunya adalah School tot Opleiding van Inlandsche Artsen (STOVIA) atau Sekolah Dokter Bumiputra.

Nur Khozin, penanggung jawab unit Museum Kebangkitan Nasional (dok.windhu) 
Nur Khozin, penanggung jawab unit Museum Kebangkitan Nasional (dok.windhu) 

Dalam sambutannya, Penanggung jawab unit Museum Kebangkitan Nasional Nur Khozin mengatakan, per STOVIA menjadi lembaga pendidikan pertama yang menjadi tempat berkumpulnya para pelajar dari berbagai wilayah. Dari asrama kedokteran, mereka belajar rasa persaudaran dan persatuan yang tidak dibatasi perbedaan etnis, budaya, dan agama.  

Kartini, STOVIA dan Ladiesiana

Meski awalnya, seluruh siswa kedokteran STOVIA adalah para laki-laki namun akhirnya juga yang menjadi sekolah bagi pelopor dokter perempuan di Indonesia. Pada tahun 1912, Marie Thomas asal Likupang, Minahasa menjadi satu-satunya pelajar pertama perempuan di STOVIA di antara para pelajar laki-laki.

Pergerakan perempuan ternyata juga sangat lekat dengan Muskitnas. Terlebih jika menyinggung Kartini, yang sangat terkenal dengan tulisan-tulisan yang cerdas dan kritis. “Kartini terkait dengan STOVIA karena beliau juga ingin dokter tapi tidak bisa. Bukan karena bodoh tapi masa itu tidak memungkinkan karena tidak ada asrama untuk perempuan. Sehingga Kartini harus menanggalkan cita-citanya menjadi dokter,” tutur Nur Khozin.

Tur Muskitnas (dok.windhu) 
Tur Muskitnas (dok.windhu) 

Nah terkait Kartini, Nur Khozin berpesan agar Ladiesiana sebagai komunitas perempuan bisa mengangkat sosok Kartini. Selama ini, setiap bulan April dikenal sebagai Hari Kartini dengan sosok Kartini terkenal sebagai tokoh emansipasi. Namun, tak banyak orang yang tahu hal apa saja yang telah dilakukan Kartini.

Dalam kegiatan Tur Muskitas, terdapat patung Kartini, patung Dewi Sartika, dan dua perempuan yang menjadi pelopor dokter perempuan pertama di Indonesia. Muskitnas menjadi awal dari Kebangkitan Bangsa. Kaum perempuan pun terlibat di dalamnya.

Tim Tiga Komunitas ( dok. Windhu) 
Tim Tiga Komunitas ( dok. Windhu) 

Sabtu cerdas dengan tiga komunitas di Muskitnas. Saat pulang bersama dari Muskitnas, Linda Komik berkata,”Hari Kartini, Ladiesiana adakan kegiatan di Muskitnas,” Saya tertawa. Ahahaha yuk ah, siapa yang hendak turut kegiatan Ladiesiana April nanti?

---Jakarta, dhu280125---

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun