Mohon tunggu...
riap windhu
riap windhu Mohon Tunggu... Sales - Perempuan yang suka membaca dan menulis

Menulis untuk kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Artikel Utama

Pulang ke Kampung, Setangkup Rindu dan Setiap Sudut yang Memanggil

25 April 2023   14:26 Diperbarui: 26 April 2023   11:57 1227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pulang, Sesuatu yang dirindukan dari kampung halaman (Dok. windhu)

Membawa setangkup rindu, menyimpan degup bahagia, sambil mendekap tas di dada, debar semakin terasa ketika perjalanan mendekati kampung halaman. Deretan sawah padi, rumah-rumah, pepohonan, warung, dan seliweran sepeda ontel yang dikayuh, berkelebat dari balik jendela kendaraan umum yang ditumpangi.

Patung Jendral Ahmad Yani masih di sana. Kampung halaman selalu membuka memori yang terpendam. Ingatan yang tak lekang oleh waktu. Serasa memanggil-manggil pulang untuk mengingat kembali peristiwa dan waktu telah berlalu. Kenangan-kenangan yang tertumpuk selama bertahun-tahun menyembul berganti-ganti di kepala.

Peluk Hangat, Maaf, dan Doa

Hal yang paling indah adalah saat baru tiba di rumah kampung halaman. Bentangan tangan lebar dari orang-orang tua berambut putih yang tersenyum lebar, terasa begitu hangat. Pelukan pelepas rindu. Cium hangat di pipi dan kening yang mengharukan.

Rangkulan di pundak seraya menuntun langkah kaki masuk ke dalam rumah yang sederhana. Permintaan maaf dan doa-doa yang berhamburan saat hari raya tiba dan diakhiri dengan canda gelak tawa.

Hingga kapanpun, kenangan itu akan selalu tersimpan lekat. Kala itu, Suatu hal yang pernah terjadi tak mungkin kembali lagi. Kini, perlahan tapi pasti perubahan tak bisa dihindari. Orang-orang tua berganti masa. Pulang melepas rindu pun termasuk menyambangi batu-batu nisan di pemakaman ujung desa.

Mudik (Dok. windhu)
Mudik (Dok. windhu)

Rumah Masa Lalu, Rumah Tua Masa Kini 

Sejak dulu, lebaran menjadi momen pertemuan keluarga yang terpisah jarak dan waktu. Mereka yang berada di tanah rantau kembali untuk bersama sejenak. Tak ada pergeseran makna hingga kini. Reuni hati yang tertunda. Pertemuan secara fisik terasa lebih syahdu. Melebihi kecanggihan digital dan mahalnya gadget yang dimiliki.

Rumah tempat berkumpul di masa lalu, saat kakek dan nenek masih ada kini telah sepi. Hanya kenangan. Secara perlahan tapi pasti, rumah tua sederhana itu meski tetap berdiri mulai terkikis oleh usia. Bapak pun telah berpulang. Lokasi bertemu saat hari raya berpindah pada generasi yang dulu muda tapi kini menjadi generasi sepuh.

Dawet Ireng dan Kupat Tahu

Ketupat, sayur labu siam kacang panjang, rendang, semur, sambal goreng ati dan kentang, kerupuk dan emping sejak dulu tak berubah. Menu tetap sama. Perubahan hanya ada pada pembuatnya. Rasa berbeda hasil olahan hanya dari pembuatnya meski resepnya sama. Bisa lebih enak, bisa juga standar rasanya.

Namun mengingat yang dirindukan dari kampung halaman adalah kuliner. Hal yang tak pernah terlupakan setiap pulang, selalu mampir ke pasar Baledono dan mencari jajanan. Sepiring kupat tahu dan dawet ireng menjadi incaran selalu. 

Maklum, untuk mendapatkannya di kota Jakarta tak akan mudah dan tak pernah sesuai. Kembali, makanan tradisional dengan suasana pasar yang juga tradisional dan tak megah justru terekam.

Untuk bekal ke Jakarta, tak lupa memborong jenang, krasikan, lanting, gadung, dan gebleg. Ah, aku pun suka wajik yang dijual per kilogram. Selalu begitu. Menjejak cita rasa kuliner yang pernah memuaskan perut selalu tak pernah cukup. Selalu ingin mengulanginya kembali jika sudah waktunya untuk pulang.

Bdug Kyai Bagelen (sumber: Kemdikbud.go.id)
Bdug Kyai Bagelen (sumber: Kemdikbud.go.id)

Alun-alun dan Beduk Terbesar di Dunia

Jangan terlewatkan semua yang dirindukan dari kampung, jika waktu masih ada. Menyinggahi alun-alun kota di daerah seakan sebuah panggilan wajib sudah sampai ke kampungmu. Alun-alun sesuai untuk tempat berkumpul dan menikmati sore hingga malam. Jajanan bisa dibeli dengan mudah tak usah khawatir kelaparan. Nikmati saja.

Mengunjungi kampung, sudut kota yang bersejarah, bangunan lama dan kisah religi yang menyertai juga membuat rindu. Jika sampai ke alun-alun, menyempatkan diri ke Masjid Agung Purworejo. Di masjid tua yang pembangunannya dimulai tahun 1834 M ini ada sebuah bedug besar yang terbesar di dunia.

Bedug Kyai Bagelen yang disebut juga Bedug Pandawa ini memiliki ukuran garis tengah bagian depan 194 cm, garis tengah bagian belakang 180 cm, panjang 292 cm dengan keliling bagian depan 601 cm dan bagian belakang 564 cm.

Kayunya dari jati raksasa Dukuh Pandawa. Kulit bedug yang semula terbuat dari kulit banteng,sekarang telah diganti dengan kulit lembu. Nama bedug terbesar di dunia disematkan karena saat itu tak semua masjid di dunia, di luar Indonesia, memiliki bedug.

***

Menyusuri kenangan dalam masa ramadan dan idul fitri terasa menyenangkan. Semua yang dirindukan dari kampung halaman menjadi pengobat rindu penuh syukur. Segala sesuatu dari kampung itu mungkin tak banyak berubah kecuali yang telah dipersolek dengan penataan kota.

Hal yang berubah adalah pada manusia yang berganti sesuai bertambahnya waktu. Diri ini yang berubah dari segi usia dan pengalaman. Termasuk kenangan yang selalu menyertai haru dalam setangkup rindu.

---Jakarta,dhu250423--

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun